Shadaqah Bikin Berkah, Tambah Rizki Benarkah?

Shadaqah Bikin Berkah, Tambah Rizki Benarkah?
Kita sudah sering sekali mendengar kalimat seperti itu. Ceramah dari semua Ustadz dan Kyai juga sama seperti itu (Shadaqah Bikin Berkah, Tambah Rizki ), Dalam hati kita percaya, tapi untuk membuktikannya adalah sangat sulit dan tidak ,masuk  akal. Dalam hati kita juga ingin melaksanakan dan gemar bershadaqah/infak, berbagi, saling membantu, tapi kita juga terkadang merasa sangat kekurangan, dan pas pasan.  
Shadaqah Bikin Berkah, Tambah Rizki Benarkah?

Memang Kita juga tahu bahwa masalah rizki tidak bisa difikir dan dihitung dengan kalkulator dunia, masalah rizki  adalah ketetapan Alloh subhanahu wata’ala, tapi tanpa usaha dan kerja banting tulang, peras keringat, juga hidup kita akan semakin memprihatinkan, dan sangat kekurangan, hutang bertambah di kanan, kiri depan belakan, bagaimana kita akan shadaqah/infak sementara untuk mencukupi hidup dan keluarga saja, masih ngutang sana ngutang sini. Itulah kebanyakan dari perasaan manusia, padahal sesungguhnya “mati, rizqi, jodoh, umur “ sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala, kenapa kita harus takut miskin, takut mati, semuaitu sudah ditentukan, Allah subhanahu wata’ala sudah berpesan pada manusia, “beribadah dan berdzikirlah kepadaKu, maka Aku akan mencukupimu”, subhanalloh.. Maka sebenarnya, seharusnya manusia berlomba lomba untuk memperbanyak ibadah, bukan untuk berlomba lomba memperbanyak harta, yang sebenarnya hanya akan menjadi hizab  kita kelak di akherat.

Nah..dalam artikel ini ada sebuah pertanyaan yang sangat cocok dengan unek-unek dan ganjalan hati serta sesuai dengan kebanyakan manusia dan mudah mudahan dapat memperkuat iman kita dan mendorong, memotivasi kita untuk gemar bersadaqah/berinfak. Coba pahami, renungkan, dan buka hati lebar lebar.

*Tanya Jawab Ustadz*
*********************************************************************************
_Assalamualaikum warohmatullohi wabarokaatuh_, ustadz saya mau bertanya. Saya bekerja gaji saya perbulan _insyaAllah_ cukup buat makan 1 bulan. Tapi saya merasa kurang, katanya kalau sedekah bisa menambah rezeki, jadi saya sisihkan sedikit buat sedekah tapi saya masih merasa kurang saja. Coba saya tambahkan sedekahnya tapi masih kurang juga, pernah saya shodaqohkan semuanya malah jadi banyak hutang untuk memenuhi kebutuhan. Padahal saya kira pekerjaan saya bukan pekerjaan yang buruk juga bukan yang haram. Apanya yang salah ya ust? Mohon solusi.
Mau tany juga ustadz bagaiman carany kita bisa menjadi orang yang bersyukur?

Subhanalloh walhamdulilla walaa ilaa ha illallohu Allohu Akbar
*********************************************************************************
_Bismillah_
_Wa’alaikummussalam Warrohmatullohi Wabarokatuh_
*Pembahasan Perkara Sedekah dan Rasa Syukur*

1. Allah subhanahu wata’ala telah memberikan apa yang kita butuhkan, tetapi seringkali yang kita minta adalah apa yang kita inginkan. Keinginan bersumber dari hawa nafsu dan sering berakhir dengan ketidakbaikan, karena setelah terpenuhinya keinginan justru malah menjauhkannya dari Allah. Bukankah dunia dan segala isinya adalah fasilitas hidup untuk ibadah ? Bukan kenikmatan hakiki ? Karena akan fana dan menjadi fitnah. Kenikmatan hakiki adalah kenikmatan di akhirat 
وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. Ibrahim: 34)

2. Bersyukur lah dengan kecukupan kebutuhan yang Allaah berikan.
 Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
 Lihatlah kepada orang-orang yang lebih rendah daripada kalian, dan janganlah kalian melihat kepada orang-orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih patut bagi kalian, supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allâh yang telah dianugerahkan kepada kalian.”  (HR. al-Bukhâri (no. 6490); Muslim (no. 2963 (9)), dan ini lafazhnya; At-Tirmidzi (no. 2513); Dan Ibnu Majah (no. 4142)

3. Beribadah itu untuk mencari Ridha Allah, bukan untuk dunia. Kalau Allah subhanahu wata’ala sudah meridhai  maka dunia akan terasa lapang. Bersedekah itu karena Allah dan mendapat ridhanya, bukan berniat supaya kaya.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ ، وَالدِّرْهَمِ ، وَالْقَطِيفَةِ ، وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ
“Celakalah hamba dinar, dirham, qothifah dan khomishoh. Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia tidak ridho, dia akan celaka dan akan kembali binasa.” (HR. Bukhari). 
Qothifah adalah sejenis pakaian yang memiliki beludru. Sedangkan khomishoh adalah pakaian yang berwarna hitam dan memiliki bintik-bintik merah. (I’aanatul Mustafid, 2/93)

Kenapa dinamakan hamba dinar, dirham dan pakaian yang mewah? Karena mereka yang disebutkan dalam hadits tersebut beramal untuk menggapai harta-harta tadi, bukan untuk mengharap wajah Allah. Demikianlah sehingga mereka disebut hamba dinar, dirham dan seterusnya. 
Adapun orang yang beramal karena ingin mengharap wajah Allah ridha Alloh semata, mereka itulah yang disebut hamba Allah (sejati).

Di antara tanda bahwa mereka beramal untuk menggapai harta-harta tadi atau ingin menggapai dunia disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya: “Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia pun tidak ridho (murka), dia akan celaka dan kembali binasa”. Hal ini juga yang dikatakan kepada orang-orang munafik sebagaimana dalam firman Allah,

وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS. At Taubah: 58)

Itulah tanda seseorang dalam beramal hanya ingin menggapai tujuan dunia. Jika dia diberi kenikmatan dunia, dia ridho. Namun, jika kenikmatan dunia tersebut tidak kunjung datang, dia akan murka dan marah. Dalam hatinya seraya berujar, “Sudah lama saya merutinkan sedekah bahkan sampai hutang, namun rizki dan usaha belum juga lancar.” 
Inilah tanda orang yang selalu berharap dunia dengan amalan sholehnya. Na’udzubillah

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11] : 15-16)

4. Seorang mukmin, jika diberi nikmat, dia akan bersyukur. Sebaliknya, jika tidak diberi, dia pun akan selalu sabar. Karena orang mukmin, dia akan beramal dan beribadah bukan untuk mencapai tujuan dunia. Sebagian mereka bahkan tidak menginginkan mendapatkan dunia sama sekali.

5. Nikmat dan Rizki itu tidak melulu harta, tetapi kelapangan hati, kemudahan dalam beribadah, kesehatan lahir dan batin, tetangga yang baik, teman yang baik, istri yang baik, anak anak yang baik, dan sebagainya adalah nikmat dan Rizki yang justru tidak ternilai dengan harta dan uang.

_Wallahu ‘alam_ semoga kita selalu dalam ridha Allah subhanahu wata’ala
Pembaca yang budiman, jika Anda merasa bahwa artikel di blog ini bermanfaat, silakan bagikan ke media sosial lewat tombol share di bawah ini:
 
About - Contact Us - Sitemap - Disclaimer - Privacy Policy
Back To Top