Contoh PTK IPA "Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah"

Contoh PTK IPA "Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah"

Contents [Show Up]
Contoh PTK IPA "Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah"
Abdullah. 2019. Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah......... Tahun Pelajaran 2018/2019.
Sebelum diadakan penelitian siswa yang hasil nilai belajaranya tuntas adalah 46,15% ( 18 anak ) dari 39 anak di kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah.......... Sesudah diadakan penelitian dengan menggunakan Model Penemuan Terbimbing siswa yang nilai hasil belajaranya tuntas adalah 79,49% ( 31 anak ) dari 39 anak kelas IV.
Contoh PTK IPA "Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah"
Kata Kunci: Penemuan Terbimbing, IPA
Model Penemuan Terbimbing ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Indikator keberhasilan tersebut yaitu peningkatan persentase siswa yang tuntas setelah diterapkan metode tersebut selama satu siklus. Dengan hasil ini diharapkan dalam pelaksanaan pembelajaran IPA menggunakan model penemuan terbimbing agar hasil belajar lebih baik.

DAFTAR ISI

ABSTRAK ii
SURAT PERNYATAAN iii
HALAMAN PERSETUJUAN iv
HALAMAN PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Pembatasan Masalah 2
1.4 Rumusan Masalah 2
1.5 Tujuan Penelitian 3
1.6 Manfaat Hasil Penelitian 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA 4
2.1 Kajian Teori 4
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan 16
2.3 Kerangka Berfikir 17
2.4 Hipotesa Tindakan 18
BAB III METODE PENELITIAN 19
3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian 19
3.2 Variabel Penelitian 19
3.3 Prosedur Penelitian 20
3.4 Teknik Pengumpulan Data 21
3.5 Indikator Kinerja 22
3.6 Analisis / Interpretasi Data Penelitian 23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 24
4.1 Pelaksanaan Tindakan 24
4.2 Hasil Analisis Data 28
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian 32
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 34
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 36

DAFTAR TABEL 

Tabel 1 Hasil Penelitian Sugiati 16
Tabel 2 Hasil Siklus I Pramudiyanti 16
Tabel 3 Hasil Siklus II Pramudiyanti 17
Tabel 4 Hasil Siklus I Pramudiyanti 17
Tabel 5 Pelaksanaan Tindakan Siklus I 26
Tabel 6 Persentase Rekap Nilai Pra Siklus 28
Tabel 7 Persentase Nilai Siklus I 28
Tabel 8 Perbandingan Hasil Pra Siklus dan Siklus I (KKM 63) 28
Tabel 9 Hasil Observasi Perilaku Anak Pra Siklus 30
Tabel 10 Hasil Observasi Perilaku Anak Siklus I kegiatan 1 30
Tabel 11 Hasil Observasi Perilaku Anak Siklus I kegiatan 2 31
Tabel 12 Hasil Wawancara pra Siklus dan Siklus I 32

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian
Lampiran 2 Personalia Tenaga Peneliti
Lampiran 3 Data-data Penelitian
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5 Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian

BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.  Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.  Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi,  dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. (Permendiknas No 22, 2006)

Penanaman konsep memerlukan beberapa metode pembelajaran ketika mengajarkan materi IPA di dalam kelas. Perpaduan beberapa metode memudahkan siswa menerima konsep. Konsep yang diterima anak, merupakan bekal penguasaan ilmu yang lebih komplek. Metode-metode pembalajaran yang sering digunakan seperti ceramah, demonstrasi, ekperimen, penemuan terbimbing, tugas, resitasi, diskusi dan lain-lain. Metode-metode tersebut dapat diterpakan variativ agar pembelajaran lebih menarik.
Namun pada kenyataannya sungguh jauh dari harapan. Pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan metode yang monoton, yang seharusnya mengacu KTSP diajarkan dengan metode PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Dengan kondisi tersebut maka penanaman konsep dalam pembelajaran IPA kurang maksimal.

Selain metode, agar dapat menanamkan konsep dan sikap ilmiah pada siswa, seorang guru juga berfungsi sebagai pengembang kurikulum. Kemampuan ini harus dikuasai oleh guru sebab kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dengan mengembangkan kurikulum, tujuan pembelajaran yang diharapkan guru dapat terwujud.
Berdasarkan pengamatan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah......... ...... diketahui bahwa pencapaian nilai IPA masih rendah.  Nilai rerata yang diperoleh 61,54 sedangkan KKM yang harus dicapai adalah 63. Perolehan nilai ini dimungkinkan karena siswa kurang diberikan pengalaman langsung atau terlibat langsung dalam pembelajaran, sehinggga mengakibatkan siswa tidak dapat mencapai tingkat pemahaman yang optimal.
Dari permasalahan tersebut di atas, maka peneliti menggunakan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran IPA dengan harapan Metode Penemuan Terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA.

1.2 Identifikasi Masalah
Adapun masalah yang dihadapi antara lain:
a) siswa kekurangan pengalaman langsung atau contoh nyata dalam belajar sehingga menganggap materi tersebut sulit untuk dipahami;
b) Metode yang kurang variasi
c) Peran serta siswa dalam proses pembelajaran masih rendah

1.3 Pembatasan Masalah
Dari beberapa masalah yang dihadapi di atas, kami mengambil pembahasan dalam penelitian ini mengenai metode yang kurang bervariasi.

1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
Bagaimanakah penerapan Model Penemuan Terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang sifat-sifat benda bagi siswa kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah......... tahun pelajaran 2018/2019 ?.

1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang sifat-sifat benda siswa kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah.........

1.6 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
a. Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber untuk mengembangkan teknik pembelajaran, terutama mata pelajaran IPA.

b. Siswa
Membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPA.

c. Sekolah
Memberikan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan

d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan kegiatan belajar nantinya.

e. Bagi Program S1 PGSD
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan S1 PGSD sebagai lembaga pengembangan ilmu khususnya ilmu pendidikan.

BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakekat Belajar
Para ahli mempunyai persepsi tentang belajar berbeda-beda tergantung pada teori belajar yang dianutnya.
Menurut Enita E. Wool (dalam Sunaryo: 2002) “belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman  ini terjadi melalui interaksi antara individu dg lingkungannya”. Sedangkan menurut Garry dan Kingsley (dalam Sunaryo: 2002) “belajar adalah proses tingkah laku (dlm arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”. Sedangkan menurut Sunaryo (2002) “belajar merupakan perubahan perilaku yang disebabkan oleh karena individu mengadakan interaksi dengan lingkungan”.

Menurut Thursan Hakim (dalam Indra Munawar, 2019) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.
Menurut Slameto (dalam Indra Munawar, 2019), belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

R. Gagne seperti yang di kutip oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya (dalam Indra Munawar, 2019), memberikan dua definisi belajar, yaitu:
a. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
b. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

M. Sobry Sutikno (dalam Indra Munawar, 2019) mengemukakan, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar menurut Syiful Bahri Djamarah (2006) adalah “proses perubahan perilaku berkat pengalamandan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti merumuskan pengertian belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku seseorang yang dilakukan secara sadar, terus menerus untuk mencapai tujuan yang berupa pengetahuan atau keterampilan tertentu yang didapat dari latihan dan pengalaman.

Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu diperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemapuan dan sebaginya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran belajar yang memadai.

Albert Romiszowski (dalam Mulyono Abdurrahman: 2003) mendefinisikan hasil belajar merupakan keluaran (outputs) berupa bermacam-macam informasi dari suatu sistem pemrosesan (inputs) berupa perbuatan atau kinerja (performance). Menurut Romiszowski, pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, (4) pengetahuan tentang prinsip. Menurut John M. Keller (dalam Mulyono Abdurrahman: 2003) hasil belajar merupakan keluaran dari suatu system pemrosesan berbagai masukan yang berupa informasi. Sedangkan menurut Mulyono Abdurrahman (2003) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.

1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi.

a. Kecerdasan/intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan tersebut  ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.

Menurut Kartono (dalam Sunarto: 2019) kecerdasan merupakan “salah satu aspek yang penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi.”
Slameto (dalam Sunarto: 2019) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.”
Muhibbin (dalam Sunarto: 2019) berpendapat bahwa intelegensi adalah “semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.”

b. Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (dalam Sunarto: 2019) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu.”
Kartono (dalam Sunarto: 2019) menyatakan bahwa “bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata.” Menurut Syah Muhibbin (dalam Sunarto: 2019) mengatakan “bakat diartikan sebagai kemampuan indivedu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.”

c. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel (dalam Sunarto: 2019) minat adalah “kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.” Sedangkan  Slameto (dalam Sunarto: 2019) mengemukakan bahwa minat adalah “kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang.” Kemudian Sardiman (dalam Sunarto: 2019) mengemukakan minat adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atai arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.”

d. Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar.
Nasution (dalam Sunarto: 2019) mengatakan motivasi adalah “segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.” Sedangkan Sardiman (dalam Sunarto: 2019) mengatakan bahwa “motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.”

2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya.
Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Menurut Slameto (dalam Sunarto: 2019) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.”

a. Keadaan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Slameto bahwa: “Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.”
Dalam hal ini Hasbullah (dalam Sunarto: 2019) mengatakan: “Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.”

b. Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum.
Menurut Kartono (dalam Sunarto: 2019) mengemukakan “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.”

c. Lingkungan Masyarakat
Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.

Dalam hal ini Kartono (dalam Sunarto: 2019) berpendapat:
Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat terpengaruh pula.

2.1.3 Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains.
Sund dan Trowbribge ( dalam http: // id.wikipedia.org/ wiki / Ilmu _ Pengetahuan_Alam ) merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.
Sedangkan Kuslan Stone (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Pengetahuan_Alam ) menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint"

Menurut Suyoso ( dalam Izzatin Kamala ) sains merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.
Menurut Abdullah (dalam Izzatin Kamala), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”.

Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) (dalam standar isi) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Tujuan pembelajaran Pendidikan IPA
Setiap yang dilakukan manusia pastilah memiliki tujuan. Demikian pula dengan Pendidikan IPA, dalam  Standar Isi disebutkan tujuan pembelajaran IPA yaitu
1. Sebagai wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan kompetensi agar mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah dengan pengalamn langsung.
3. Memahami yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Penerapan Pendidikan IPA di SD
Dalam Standar Isi disebutkan bahwa pembelajaran IPA di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi,  dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi  bekerja ilmiah secara bijaksana. 
Pembelajaran IPA di SD sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.

2.1.4 Penemuan Terbimbing
Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sund (Sudirman N), discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.

Moh. Amin (Sudirman N) menjelaskan bahwa pengajaran discovery harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan proses-proses discovery. Inquiry dibentuk dan meliputi discovery dan lebih banyak lagi. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya.

Mengenai kelebihan dan kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry diuraikan oleh Sudirman N, dkk (1992) sebagai berikut:
Kelebihan metode penemuan/discovery-inquiry:
1. Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi di mana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses mentalnya lebih tinggi atau lebih banyak.
2. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik.
3. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada situasi-situasi proses belajar yang baru.
4. Mendorong siswa untuk berfikur dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
5. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yang tida hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
6. Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga retensinya tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik.

Kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry:
1. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari guru apa adanya, ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan.
2. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Inipun bukan pekerjaan yang mudah karena umumnya guru merasa belum puas kalau tidak banyak menyajikan informasi (ceramah).
3. Metode ini memberikan kebebasan pada siswa dalam belajar, tetapi tidak berarti menjamin bahwa siswa belajar dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah.
4. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik. Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit terlaksana dengan baik.

2.1.5 Langkah-langkah Penerapan Penemuan Terbimbing dalam IPA
Carin (dalam Anwar Kholil) memberikan petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa.
2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan.
3. Menentukan lembar pengamatan untuk siswa.
4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap.
5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara kelompok yang terdiri dari 2,3 atau 4 siswa.
6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi.

Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas Carin (dalam Anwar Kholil) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan.
2. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur yang harus dilakukan.
3. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman.
4. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan.
5. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan.
6. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

Menurut Soli abimanyu (2019) menyebutkan tahap-tahap pembelajaran dalam model penemuan terbimbing yaitu:
1. Kegiatan Persiapan
Guru bertugas mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa (need assessment), merumuskan tujuan pembelajaran, menyiapkan problem (materi pelajaran) yang akan dipecahkan dan menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Kegiatan Pelaksanaan Penemuan
Memotivasi siswa, mengemukakan tujuan pembelajaran dan kegiatan/tugas yang dilakukan mengemukakan problema yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penemuan.
Diskusi pengarahan dilanjutkan pelaksanaan penemuan berupa kegiatan percobaan untuk menemukan konsep atau prinsip,
Membantu siswa dengan informasi, menganalisis data, merangsang interaksi serta memberikan pujian. Dilanjutkan Siswa melaporkan hasil penemuannya. Kemudian guru melakukan evaluasi hasil dan proses penemuan serat melakukan tindak lanjut.

Dari uraian di atas saya menyimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran model penemuan terbimbing meliputi:
1. Mengarahkan siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru.
2. Mengorganisasikan siswa dalam belajar
Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Menyajikan / mempresentasikan hasil kegiatan
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Mengevaluasi kegiatan
Guru membantu siswa untuk merefleksi pada penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa pengajar telah melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing. Penggunaan model ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dari beberapa PTK yang saya jumpai, telah berhasil sesuai yang diharapkan. PTK tersebut diantaranya:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiati, mahasiswa D.2 Universitas Negeri Surakarta dengan judul PTK “Penggunaan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III SD Negeri 1 Tamanwinangun Tentang Materi Gerak Benda Tahun Pelajaran 2008/2019”. Dari penelitian Sugiati dengan penemuan terbimbing diperoleh hasil belajar sebagai berikut:
Tabel 1
Hasil Penelitian Sugiati
Tindakan Rata-rata Kelas Persentase Kenaikan
Siklus I 61,11 42,87 %
Siklus II 81,45 57,13 %

b. Penelitian yang dilakukan oleh Pramudiyanti Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, PMIPA, FKIP Univ. Lampung  dan Latifah, Guru SMPN 1 Gadingrejo, Tanggamus, dengan judul “Penerapan Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Sistem Pencernaan Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Smpn 1 Gadingrejo”. Hasil penelitiannya sebagai berikut:
Tabel 2
Hasil Siklus I Pramudiyanti
Jenis tes Rata-rata Ketuntasan belajar (%)
Tes awal
Tes Akhir 50.80
71.24 72.50
Peningkatan 20.40

Tabel 3
Hasil Siklus II Pramudiyanti
Jenis tes Rata-rata Ketuntasan belajar (%)
Tes awal
Tes Akhir 55.40
80.90 86.80
Peningkatan 25.50

Tabel 4
Hasil Siklus III Pramudiyanti
Jenis tes Rata-rata Ketuntasan belajar (%)
Tes awal
Tes Akhir 47.90
82.30 94.70
Peningkatan 34.40

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Sugiati terjadi kenaikan hasil belajar yang cukup baik. Pada siklus I rata-rata kelas 61,11 sedangkan siklus II rata-rata kelas menjadi 81,45 dengan persentase kenaikan 14,26%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pramudiyanti dalam 3 siklus terjadi kenaikan ketuntasan yang cukup berarti. Pada siklus I ketuntasan belajar hanya 72,50% sedangkan siklus II 86,80% dan ketuntasan belajar pada siklus III 94,70. Jika dianaisa, kenaikan persentase kelulusan siklus I-Siklus II sebesar 14,30%, sedangkan siklus II-siklus III 7,9% . Jika dilihat dari siklus I-siklus III terdapat kenaikan 22,2%.
Dari data 2 penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model penemuan terbimbing mampu meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada mata Pelajaran IPA.

2.3 Kerangka Berfikir
Dalam model penemuan terbimbing, guru berperan sebagai fasilitator, motivator serta pembimbing bagi siswa, disini tugas guru memberikan arahan-arahan tentang pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri suatu fenomena-fenomena alam. Dengan memberikan pengalaman langsung pada siswa, diharapkan pemahaman konsep tentang perubahan wujud benda dapat mencapai hasil yang maksimal.
Bagan 1
Alur dalam Penelitian

kerangka berfikir Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah2.4 Hipotesa Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah......

BAB III 
METODE PENELITIAN

3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas untuk mata pelajaran IPA di kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah...... dengan jumlah subyek 39 siswa. 39 siswa tersebut memiliki latar belakang ekonomi yang hampir sama termasuk keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah serta kemampuan belajar.
Adapun Sekolah Dasar/Madrasah...... Kecamatan ...... Kabupaten ...... terletak di tengah desa Wonokromo, tepatnya di tepi jalan menuju ke Wadaslintang serta ke kota ....... SD kami merupakan SD inti di Gugus Kendilwesi dengan 4 SD imbas.
Penelitian dilaksanakan selama 4 pekan dari kondisi awal. Yakni tanggal 4 November sampai dengan tanggal 25 Nopember 2019. Kondisi awal dimulai hari Rabu tanggal 4 Nopember, siklus I mulai Pekan I dan II, sedangkan siklus II dilaksanakan jika siklus I belum tuntas pada pekan III dan IV.

3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti ada 2 yaitu: Model Pembelajaran, (X), dan hasil belajar siswa.
Variabel proses dalam penelitian ini adalah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing meliputi
1. Menguasai kondisi kelas/siswa.
2. Menguasai materi pembelajaran
3. Menggunakan metode penemuan terbimbing dengan prosedur dan cara yang benar.
Sedangkan variabel outputnya adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian dalam tulisan ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Ressearch).  Metode ini dipilih sebagai keharusan bagi mahasiswa PGSD/PGMI, serta penelitian dengan penggunaan metode ini penulis tidak meninggalkan tugas pokok ( mengajar sebagai guru ) dan amanat dari pemerintah untuk  mendidik anak
Adapun teknis pelaksanaannya, dibagi menjadi dua siklus yakni Siklus I dan Siklus II dalam penelitian yang dilaksanakan, yaitu:
1. Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah penyusunan perangkat pembelajaran, meliputi: RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), Lembar Kerja Siswa, media dan alat peraga, serta lembar observasi. RPP dalam siklus ini dibuat untuk tiga kali pertemuan dalam 8 jam pelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi/ Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah menerapkan RPP yang telah disusun dalam pembelajaran di kelas.
Kegiatan observasi dilakukan sebagai sarana pengumpulan data yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan penelitian. Kegiatan ini dilakukan oleh penulis dibantu rekan sejawat di sekolah penulis dan waktunya bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
3. Analisis dan Refleksi
Kegiatan analisis dan refleksi dilakukan setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I selesai dilaksanakan. Analisis dan refleksi ini dilakukan untuk mengevaluasi kelemahan/kelebihan dari tindakan pembelajaran yang telah dilakukan serta hambatan-hambatan yang dihadapi. Hasil analisis dan refleksi ini berguna untuk menentukan tingkat keberhasilan dari tindakan yang telah dilakukan dan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun rencana kegiatan pada siklus II.
Siklus II akan dilaksanakan jika siklus I belum tuntas. Adapun kegiatan pada siklus II sama seperti siklus I yaitu:
1. Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sama dengan pada siklus I yaitu penyusunan perangkat pembelajaran, meliputi: RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), Lembar Kerja Siswa, media dan alat peraga, serta lembar observasi. RPP dalam siklus ini dibuat untuk dua kali pertemuan 5 jam pelajaran. Namun dalam siklus II ini perencanaan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil analisis dan refleksi pada siklus I. Tindakan pada siklus II ini juga dimodifikasi dengan penambahan/penyesuaian kegiatan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah pada siklus I atau dapat meningkatkan hasil belajar yang diinginkan.
2. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi / Pengumpulan Data
Kegiatan pada tahap ini adalah menerapkan RPP yang telah disusun dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Kegiatan ini dilakukan oleh penulis dibantu rekan sejawat di sekolah penulis dan waktunya bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
3. Analisis dan Refleksi
Analisis dan refleksi dari siklus II ini selain bertujuan seperti analisis dan refleksi pada siklus I.
 
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat dipercaya, peneliti melakukan pengumpulan data dengan beberapa teknik, meliputi:

3.4.1 Teknik Observasi
Observasi dilakukan secara langsung yaitu, peneliti berperan sebagai pengamat untuk melihat dan mengamati perilaku siswa yang berkaitan dengan tindakan yang diberikan. Observasi juga dilakukan untuk menilai ranah afektif siswa. Ranah afektif siswa yang diamati adalah bagaimana siswa dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya.
Selain observasi terhadap siswa, juga dilakukan observasi terhadap peneliti. Observasi ini dlakukan oleh rekan kerja dalam satu tempat tugas. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui, sudahkah pembelajaran sesuai dengan rencana yang disusun. Untuk validasi hasil observasi, peneliti menggunakan wawancara ke siswa dan guru.

3.4.2 Teknik Tes
Tes adalah alat pengumpul data untuk mengetahui perubahan tingkat kognitif siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes digunakan dalam penelitian ini adalah postes yang diberikan kepada siswa pada pertemaun pembelajaran ketiga pada siklus I dan siklus II.

3.5 Indikator Kinerja
Indikator kinerja pada penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi sifat benda dan perubahan wujud benda. Indikator kinerja siswa adalah
1. Prosentasi keaktifan, inisiatif, konsentrasi, dan kerja sama siswa meningkat dari kondisi sebelumnya;
2. Sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA dan proses pembelajarannya menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik;
3. Motivasi belajar siswa meningkat
4. Siswa mendapat nilai ≥63 sebagai nilai batas minimal mata pelajaran IPA
Indikator kinerja bagi guru yaitu:
1. Guru dapat menguasai kelas sehingga dapat memperhatikan penjelasan guru dengan tertib, diantaranya:
a. Guru dapat menguasai kondisi kelas/siswa
b. Guru dapat menguasai materi pelajaran
2. Guru dapat menggunakan metode penemuan terbimbing dengan optimal, diantaranya:
a. Guru dapat menggunakan metode penemuan terbimbing dengan prosedur dan cara yang benar.
b. Guru dapat menggunakan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran dengan maksimal.

3.6 Analisis / Interpretasi Data Penelitian
Analsis data yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil / data pra siklus, siklus I serta hasil siklus II. Selain itu, analisis ini digunakan untuk membandingkan data pra siklus, siklus I, serta siklus II dengan indikator  keberhasilan yang telah ditentukan. Jika data hasil memenuhi indikator  keberhasilan maka kegiatan penelitian dianggap tuntas, namun jika belum perlu dilakukan tindak lanjut.

BAB IV 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Tindakan
Sebelum pelaksanaan penelitian, guru lebih banyak melakukan kegiatan mengajar dengan model klasikal. Dalam mengajarkan tentang Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan guru menjelaskan dengan gambar ekosistem kolam dan sawah. Sambil mengamati gambar, guru bertanya jawab dengan murid perihal isi gambar. Diharapkan dengan Tanya jawab ini siswa semakin memahami isi pembelajaran. Namun setelah dialksanakan evaluasi pada akhir pembelajaran, hasil evaluasi tersebut masih jauh dari harapan.
Siswa dapat dinyatakan tuntas belajar jika memiliki nilai sama atau diatas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 63. Siswa yang belum mencapai nilai 63 dikategorikan belum tuntas belajarnya. Selain itu siswa juga belum memiliki keberanian, keaktifan dan keseriusan dalam menemukan konsep IPA.

Pada kegiatan evaluasi pembelajaran, terlihat jelas bahwa siswa dengan kemampuan atas mampu menyelesaikan soal lebih cepat dibanding siswa dengan kemampuan lebih renda. Selain itu, dari hasil evaluasi terlihat perbedaan yang cukup mencolok. Siswa dengan kemampuan atas memiliki nilai di atas KKM sedangkan siswa dengan kemampuan rendah meraih nilai jauh dari KKM.

Dari 39 siswa, 18 siswa nilainya di atas KKM, sedangkan sisanya 21 siswa masih di bawah KKM. Jika dilihat dari segi persentase, siswa yang belum memenuhi KKM 53, 85 % sedang yang sudah memenuhi KKM hanya 46,15% padahal  ketuntasan kelas 75% dari jumlah peserta didik.

4.1.1 Deskripsi Siklus I
Persiapan
Sebelum mengadakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tentang sifat-sifat benda, peneliti mempelajari materi serta melakukan percobaan tersebut terlebih dahulu agar peneliti menguasai materi sifat-sifat benda. Perangkat pembelajaran juga dipersiapkan, lembar kerja, lembar evaluasi siklus I, media untuk percobaan dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP terlampir).

Guna memperlancar pelaksanaan pembelajaran, siswa diorganisir menjadi 8 kelompok diketuai oleh salah satu anggotanya. Pengorganisiran dilakukan oleh guru agar antar kelompok lebih berimbang. Keberimbangan ini tidak hanya dilihat dari jenis kelamin, namun juga dilihat dari segi kamampuan. Dari segi jenis kelamin, kelas yang terdiri dari 39 siswa dengan 21 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki, maka masing-masing kelompok jumlah anggotanya tidak sama. Perbandingan laki-laki ataupun perempuan juga tidak sama.
Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian pada siklus I sebagai berikut:
a. Mula-mula siswa memperhatikan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran.
b. Guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang macam wujud benda.
c. Siswa melakukan percobaan dengan bimbingan guru.
d. Wakil kelompok menyampaikan hasil percobaan di depan kelas.
e. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil percobaan.
f. Guru memberikan lembar evaluasi
g. Membahas soal evaluasi.
Berikut tabel kegiatan yang dilaksanakan dalam siklus I

Tabel 5
Pelaksanaan Tindakan Siklus I

No Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa
1 Melaksanakan kegaitan awal (salam, absensi, apersepsi dan acuan) Siswa memperhatikan dan menjawab pertanyaan guru
2 Menyampaikan arahan tugas dalam percobaan Memperhatikan penjelasn guru
3 Membimbing siswa melakukan percobaan tentang sifat-sifat benda Siswa melakukan percobaan tentang sifat-sifat benda.
4 Memberikan kesempatan siswa untuk bertanya Siswa melakukan tanya jawab dengan guru
5 Memberikan lembar evaluasi Mengerjakan lembar evaluasi
6 Membahas soal evaluasi Membahas soal evaluasi

Hasil observasi
Selama pelaksananaan PBM juga dilaksanakan observasi. Kegiatan observasi dilaksanakan oleh 2 teman sejawat. Observer mengamati guru serta siswa. Guru diamati dari kinerjanya sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Observasi terhadap siswa seperti ketika guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang contoh suatu benda, sebagian besar siswa antusias namun sebagian kecil kurang memperhatikan. Kondisi siswa tersebut antara lain bermain sendiri, mengganggu teman yang sedang memperhatikan guru. Kondisi ini dapat diatasi dengan memberikan pertanyaan kepada siswa yang tidak memperhatikan.

Pada proses percobaan, sebagian besar antusias melaksanakan perintah yang ada pada lembar kerja. Mereka melakukan perintah ∕arahan satu demi satu dengan baik. Saling bekerjasama, namun ada yang diam, kurang antusias. Peneliti pun menegur siswa tersebut agar mau bekerja sama melaksanakan percobaan.
Setelah seluruh rangkaian pembelajaran dalam 1 (satu) Standar Kompetensi telah selesai dilaksanakan maka dilakukan evaluasi. Hal ini dilakukan guna melihat seberapa besar daya serap siswa pada materi yang telah disajikan. Valuasi dilakukan pada pertemuan ke-tiga.. Evaluasi yang dilakukan berupa tes tertulis yang terdiri dari 5 soal pilihan ganda dan 3 soal jawab singkat.

Refleksi
Beberapa kekurangan pada Siklus I tatap muka pertama, atas masukan observer dapat diperbaiki pada tatap muka ke dua. Beberapa pembenahan yang dilakukan antara lain mengaktifkan siswa, serta menarik perhatian siswa. Hal ini dilakukan setelah mengetahui hasil observasi serta masukan observator.
Melihat hasil observasi tatap muka serta pengolahan data pada siklus I, maka dipandang penelitian ini sudah cukup, mengingat jumlah anak yang mencapai nilai di atas KKM telah di atas persentase standar ketuntasan kelas. Siswa yang mencapai nilai di atas KKM 31 anak dari 39. Sedangkan 8 anak yang belum tuntas dilakukan remidial. Dari 8 anak tersebut

4.1.2 Deskripsi siklus II
Mengingat hasil siklus I yang sudah berhasil, maka kegiatan penelitian pada siklus II dilakukan dalam satu kali tatap muka, tanpa melakukan evaluasi. Kegiatan tatap muka diawali dengan menyusun RPP, menyiapkan lembar observasi, lembar kerja dan media percobaan.
Dengan pengkondisian yang dilakukan di siklus I, maka pada pembelajaran di siklus II siswa sudah diposisikan menjadi 8 kelompok. Pembelajaran diawali dengan apersepsi (salam, absensi, tanya jawab tentang sifat-sifat benda) dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran. Setelah tujuan pembelajaran dimengerti oleh siswa, guru membagikan lembar kerja serta media percobaan. Dalam kegiatan selanjutnya, guru berinteraksi dengan siswa dalam melakukan percobaan. 
4.2 Hasil Analisis Data
4.2.1 Analisis Hasil Test
Setelah dilaksanakan evaluasi pada kegiatan pra siklus, maka terkumpulah data secara persentase yang tersaji dalam table berikut:

Tabel 6
Persentase Rekap Nilai Pra Siklus

Keterangan Jumlah Persentase
 Jumlah Siswa Belum Tuntas 21 53,85%
Jumlah Siswa Tuntas 18 46,15%
Rata-rata Kelas 60,13
Jumlah Siswa 39 100%

Sedangkan setelah diadakan evaluasi pada siklus I, maka diperoleh data persentase nilai seperti dalam tabel berikut:
Tabel 7
Persentase Nilai Siklus I
Keterangan Jumlah Persentase
Jumlah Siswa Belum Tuntas 8 20,51%
Jumlah Siswa Tuntas 31 79,49%
Rata-rata kelas 75,64
Jumlah Siswa 39

Perubahan data pra siklus dan siklus I dapat sajikan dalam tabel berikut

Tabel 8
Perbandingan Hasil Pra Siklus dan Siklus I (KKM 63)

Keterangan Pra Siklus Siklus I Perubahan (%)
Belum Tuntas 21 (53,85%) 8 (20,51%) -13
Tuntas 18 (46,15%) 31 (79,49%) 13
Rata-rata 60,10 75,641 15,54
Jumlah 2344 2950 606

Jika digambarkan dalam diagram, jumlah siswa yang yang tuntas dan tidak tuntas adalah sebagai berikut

Gambar 1
Diagram Perbandingan Perolehan Ketuntasan Pra siklus dan Siklus I

Sedangkan jika dilihat dari rata rata yang diperoleh, disajikan dalam table berikut

Gambar 2
Diagram Perbandingan Perolehan Rata rata Pra siklus dan Siklus I

4.2.2 Analisis kegiatan Pembelajaran
Hasil observasi pra siklus tentang keaktifan anak adalah sebagai berikut
Tabel 9
Hasil Observasi Perilaku Anak Pra Siklus

No Aspek yang Diamati Kategori Jumlah Anak Prosentase (%)
1 Keaktifan Kurang 42 54
Cukup 27 34,6
Baik 9 11,4
2 Inisiatif Kurang 49 63
Cukup 26 33
Baik 3 4
3 Konsentrasi Kurang 35 45
Cukup 30 38
Baik 13 17
4 Kerja sama Kurang 30 38
Cukup 34 44
Baik 14 18
Dengan model penemuan terbimbing, perilaku anak lebih meningkat. Hal itu tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 10
Hasil Observasi Perilaku Anak Siklus I Kegiatan 1
No Aspek yang Diamati Kategori Jumlah Anak Prosentase (%)
1 Keaktifan Kurang 17 22
Cukup 51 65
Baik 10 13
2 Inisiatif Kurang 37 47
Cukup 38 49
Baik 3 4
3 Konsentrasi Kurang 0 -
Cukup 51 65
Baik 27 35
4 Kerja sama Kurang 2 3
Cukup 41 53
Baik 35 45

Table 11
Hasil Observasi Perilaku Anak Siklus I Kegiatan 1
No Aspek yang Diamati Kategori Jumlah Anak Prosentase (%)
1 Keaktifan Kurang 5 6
Cukup 42 54
Baik 31 40
2 Inisiatif Kurang 4 5
Cukup 47 60
Baik 27 35
3 Konsentrasi Kurang 2 2
Cukup 44 50
Baik 42 48
4 Kerja sama Kurang 1 1
Cukup 23 29
Baik 54 69

Pada pra siklus dengan metode ceramah yang keaktifan siswa 46 %, sedangkan pada siklus 1 kegiatan pertama 78 % naik 32%. Sedangkan keaktifan siswa siklus 1 kegiatan ke-2 naik menjadi 94%. Sedangkan inistif siswa pra siklus 34 % sedangkan pada siklus I 95% terdapat kenaikan 61%. Untuk konsentrasi siswa tardapat kenaikan persentase 40% yang pra siklus 58 % menjadi 98%. Sedangkan kerja sama meningkat dari 62% menjadi 98%. Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan setelah kegiatan pra siklus dan di akhir siklus I tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 12
Hasil wawancara pra siklus dan siklus I
No Pertanyaan Jawaban Pertanyaan Pra Siklus Siklus I Ket.
% %
1 Apakah Pembelajaran yang kamu ikuti tadi menyenangkan? Menyenangkan 26 100
Tidak menyenangkan 74 0
2 Apakah pembelajaran yang telah kamu ikuti membuat kamu lebih bersemangat? Bersemangat 21 85
Tidak bersemangat 79 15
3 Apakah materi pembelajaran yang disampaikan dengan cara seperti yang telah dilaksanakan mudah dipahami Mudah memahami 23 78
Sulit memahami 77 22
4 Adakah kesulitan yang kamu hadapi dengan pembelajaran seperti tadi Ada kesulitan 82 33
Tidak ada kesulitan 18 67
Dari hasil wawancara terdapat kenaikan motivasi siswa dalam belajar. Hal itu tercermin dari kegiatan tersebut menyenangkan, siswa lebih bersemangat, mudah memahami materi pembelajaran.
Dengan memperhatikan hasil observasi perilaku siswa serta wawancara terhadap siswa dapat disempulkan bahwa dengan model penemuan terbimbing anak lebih semangat belajar serta keatifan siswa meningkat.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel-tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada perubahan jumlah siswa yang nilianya mencapai ketuntasan. Pada pra siklus 18 siswa telah memenuhi KKM sedangkan pada siklus 1 menjadi 31 anak. Sedangkan jumlah siswa yang belum memenuhi nilai KKM menurun dari 21 siswa pada pra siklus menjadi 8 siswa pada siklus 1. Siswa yang belum tuntas ini diberikan remedial.
Kenaikan jumlah siswa yang memenuhi KKM disebabkan penerapan model penemuan terbimbing dilaksanakan maksimal. Hal ini terlihat dari hasil observasi perilaku siswa. Selama penerapan penemuan terbimbing terdapat peningkatan keaktifan, inisiatif, konsentrasi serta kerja sama siswa.
Jumlah siswa yang tuntas naik sebab siswa senang dalam belajar, sehingga semangat belajar lebih besar. Dengan semangat yang tinggi maka pembelajaran akan mudah serta tujuan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, dengan model pembelajaran penemuan terbimbing konsentrasi siswa meningkat, sebab mereka merasa tertantang dengan kegiatan dalam lembar kerja yang diberikan oleh guru.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pada penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan Model Belajar Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA  Materi Hubungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah......... Tahun Pelajaran 2018/2019”, yang telah dilaksanakan dengan 1 siklus, dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
1. Adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal IPA tentang sifat-sifat benda yang dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas sebelum dana sesudah penelitian.
2. Adanya pengaruh positif pembelajaran IPA dengan metode penemuan terbimbing yang mampu meningkatkan semangat belajar siswa, terbukti dari hasil yang diperoleh.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti yang kiranya dapat membangun demi kemajuan pendidikan pada umumnya di Indonesia, khususnya bagi sekolah antara lain:
1. Kepala Sekolah
a. Memotivasi guru-guru Sekolah Dasar/Madrasah......... untuk menggunakan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran IPA
b. Penyediaan Sarana dan prasarana terkait dengan Metode Penemuan Terbimbing dianggarkan dalam RAPBS. Misalnya, alat peraga, laboratorium dan lain-lain.
2. Guru
a. Guru-guru Sekolah Dasar/Madrasah......... agar menggunakan Metode Penemuan terbimbing dalam pembelajaran IPA.
b. Bagi guru yang akan menggunakan Metode Penemuan Terbimbing disarankan dalam membentuk kelompok sebaiknya ditentukan guru. Hal ini bertujuan untuk menghindari kelompok yang homogen ( anak pandai bergabung dengan anak pandai dan anak yang kurang pandai menjadi satu kelompok).
3. Siswa
a. Gunakan media di sekitarmu untuk memahami IPA.
b. Lakukan kegiatan mencoba sesuatu utk menemukan konsep IPA.
c. Bekerjalah secara kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkessulitan Belajar. Jakarta, Rineka Cipta.
Abimanyu, Soli. 2008 Strategi Pembelajaran. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta, Rineka Cipta.
Holil, Anwar. 2008. Tahapan Pembelajaran Penemuan. Diakses dari http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/tahapan-pembelajaran-penemuan.html tanggal 15 Nopember 2019
Kartadinata, Sunaryo, dkk.2002. Bimbingan Sekolah Dasar. Bandung, Maulana.
Lukenququ.2019. Pengertian IPA. Diakses dari http://lukenququ.blogspot.com/2019/01/pengertian-ipa.html tanggal 15 Nopember 2019.
Munawar, Indra. 2019a. Pengertian Belajar. Diakses dari http://indramunawar.blogspot.com/2019/06/pengertian-belajar.html tanggal 15 Nopember 2019.
______.2019b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Diakses dari http://indramunawar.blogspot.com/search/label/Faktor-faktor%20yang%20Mempengaruhi%20Hasil%20Belajar  tanggal 15 Nopember 2019.
Pembelajarn, Model. 2008. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Diakses dari http://model-pembelajaran.blogspot.com/2008/08/model-pembelajaran-penemuan-terbimbing.html tanggal 15 Nopember 2019.
Wikipedia. Ilmu Pengetahuan Alam. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Pengetahuan_Alam tanggal 15 Nopember 2019