PROGRAM LAYANAN KHUSUS "BIMBINGAN KONSELING/PSIKO-EDUKATIF" UNTUK SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, PESANTREN
Bermula dari adanya bebapa kasus yang terjadi di sekolah/pesantren, seperti, perkelahian, saling ejek, anak tidak mau ditinggal oleh Ibunya/ harus selalu ditunggu Ibunya, bermain yang membahayakan, pencurian di kelas, pemalakan antar siswa, pengintimidasian, pengancaman, pilih-piih teman, menjauhi teman dan lain-lain. Menjadi hal yang sangat mengganggu konsentrasi Guru khususnya dalam proses belajar mengajar di sekolah, selain itu juga menjadi hal yang menakutkan dan menghawatirkan bagi khususnya orang Tua siswa. Karenanya layanan khusus bimbingan konseling/psicho edukatif dilaksanakan dan ditingkatkan.
- Setiap peserta didik memiliki potensi untuk berkembang secara utuh dan optimal (prinsip Pendidikan Anak Seutuhnya)
- Setiap peserta didik adalah “unik” (prinsip perbedaan individu)
kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal, agama, tradisi/adat, sosial dan budaya
- Bimbingan psiko-edukatif merupakan upaya pemenuhan hak anak yang diberikan variasi sesuai kebutuhan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal
Hal ini sejalan dengan amanat yang dikehendaki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pada pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat dan berilmu, cakap dan kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Manajemen layanan khusus di suatu sekolah merupakan bagian penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang efektif dan efisien. Sekolah merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dari penduduk bangsa Indonesia. Sekolah tidak hanya memiliki tanggung jawab dan tugas untuk mlaksanakan proses pembelajaran dalam mengembangkan ilmu penegetahuan dan teknologi saja, melainkan harus menjaga dan meningkatkan kesehatan baik jasmani maupun rohani peserta didik.
Peningkatan layanan khusus kepada siswa hendaknya sekolah melengkapi dengan berbagai layanan misalnya (1) Layanan Bimbingan dan Konseling, (2) Layanan Perpustakaan, (3) Layanan Kantin/Kafetaria (4) Layanan Kesehatan, (5) Layanan Transportasi Sekolah, (6) Layanan Asrama. (7) Layanan Transportasi, (8) Layanan Keamanan Dan Parkiran
Pelaksanaan Layanan Khusus mengacu pada PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS silahkan download
Berikut contoh Program Layanan Khusus Bimbingan Konseling/Psicho Edukatif sekolah/pesantren
PROGRAM LAYANAN KHUSU BIMBINGAN KONSELING/PSIKO-EDUKATIF
A. PENDAHULUAN
Setiap peserta didik memiliki potensi untuk berkembang secara utuh dan optimal (prinsip Pendidikan Anak Seutuhnya)
Setiap peserta didik adalah “unik” (prinsip perbedaan individu) kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal, agama, tradisi/adat, sosial dan budaya
Bimbingan psiko-edukatif merupakan upaya pemenuhan hak anak yang diberikan variasi sesuai kebutuhan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal.
B. PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING
1. Pengertian Bimbingan
Pengertian bimbingan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan (2001:14) bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah sebagaimana dikemukakan dalam kaitan dengan pengajaran. Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan “membantu” berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya.
Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun prioritas diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar harus dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang. Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinya bimbingan itu tidak diberikan hanya sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
2. Pengertian Konseling
Sedangkan konseling adalah proses interaksi yang memberikan fasilitas atau kemudahan untuk pemahaman yang bermakna terhadap diri dan lingkungan, serta menghasilkan kemantapan atau kejernihan tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang. Menurut Shertzer dan Stone dalam Syuhada (1988) adalah usaha yang secara langsung berkenaan dengan pemecahan masalah-masalah peserta didik.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seseorang pembimbing yang telatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Jadi konseling adalah usaha yang secara langsung berkenaan dengan masalah-masalah klien, sementara bimbingan lebih diaksentualisasikan kepada bantuan kepada klien.
3. Psicho edukatif
psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan
Menurut Whiterington (1982:10) bahwa Edukatif adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.
Begitu eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu Edukatif, kemudian lahirlah suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology).
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat .
Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Jadi Psiko-edukatif adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan pendidikan, cara belajar, bagaimana siswa belajar dan berkembang dalam segi afektif, kognitif, dan psikomotor serta proses pengajaran yang terlibat dengan proses belajar dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu kelanjutan dari layanan kepenasehatan akademik dan administratif peserta didik. Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.
C. MASALAH BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah belum tentu berjalan sesuai dengan yang diharapkan pasti ada masalah didalamya, diantara masalah-masalah yang terjadi di sekolah menurut Willis (2004) antara lain:
1. Masalah Profesi Konselor, sampai saat ini profesi konselor sekolah belum diakui. Profesi ini nampaknya sulit untuk mendapatkan pengakuan, karena bervariasinya pendidikan pembimbingdan pengalaman konselor di sekolah.
2. SK pengangkatan, lulusan bimbingan dan konseling disekolah menengah biasanya tidak diangkat sebagai guru pembimbing, akan tetapi mereka di- SK-kan sebagai guru bidang studi pada sekolah tersebut. Biasanya lulusan bimbingan dan konseling mengkoodinir bimbingan dan konseling di sekolah.
3. Masalah sikap terhadap bimbingan dan konseling, tampaknya guru-guru dan kepala sekolah masih kaku sikapnya terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Banyak diantara mereka yang beranggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah mengurus para siswa yang melanggar peraturan. Guru pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah. Dampaknya adalah guru pembimbing seperti dijauhi siswa. Guru-guru dan kepala sekolah kurang memberikan dorongan dan apresiasi terhadap lembaga bimbingan dan konseling di sekolah. Akibatnya, bimbingan dan konseling kurang efektif dalam menanggulangi masalah-masalah siswa, dan dianggap sepi perannya di sekolah.
Disamping masalah-masalah yang dihadapi seperti tersebut diatas, Rochman Natawijaya dalam Willis (2004) melihat bahwa sering terjadi salah pengertian terhadap bimbingan dan konseling, baik dikalangan para guru atau masyarakat umum. Kesalahan-kesalahan tentang bimbingan dan konseling itu diungkapkan sebagai berikut:
1. Bimbingan identik dengan pendidikan
Pengertian ini sangat keliru karena bimbingan merupakan bagian dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa bimbingan dan konseling adalah alat pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yakni kedewasaan anak.
2. Bimbingan dan konseling adalah cara untuk membantu murid-murid yang salah. Bimbingan dan konseling tidak hanya diberikan kepada anak yang salah saja, akan tetapi kepada semua murid termasuk murid yang potensial.
3. Bimbingan dan konseling berarti bimbingan pekerjaan atau karier, bimbingan dan konseling bukan hanya untuk karier akan tetapi untuk membantu murid dalam segala aspek pribadinya.
4. Bimbingan dan konseling adalah usaha memberi nasehat sebab kebanyakan dalam nasehat unsur paksaan amat menonjol. Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada individu untuk mencapaia pemahaman diri dimana tidak dapat unsur paksaan.
5. Bimbingan menghendaki kepatuhan dalam perilaku yang dikehendaki sebagai hasil bimbingan dan konseling bukanlah kepatuhan, tetapi penyesuaian diri yang baik. Kepatuhan tidak sama dengan penyesuaian diri.
6. Bimbingan adalah tugas para ahli dalam penyusunan program BK dan melaksanakan konseling khusus, memang tugas para ahli (pakar). Akan tetapi tidak semua tugas bimbingan adalah tugas para ahli melainkan guru-guru juga memberikan tugas dalam hal bimbingan dan konseling.
D. TUJUAN DAN FUNGSI BIMBINGAN KONSELING
1. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan konseling secara umum adalah sesuaia dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 1989 yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yng Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, meiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang amantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kengasaan (Depdikbud, 1994:5).
• Tujuan umum
Membantu peserta didik agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan mencapai kematangan, kemandirian, secara utuh dan optimal
Secara umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa mengenal bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaiakan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Sesuai dengan hakekat bimbingan sebagai upaya untuk membantu perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan di sekolah dasar harus dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, karena itu tujuan akhir bimbingan adalah mengembangkan potensi siswa secara optimal agar mampu meningkatan perannya dalam rangka menjawab tantangan kehidupan masa depan. Secara khusus layanan layanan bimbingan bertujua membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, pendidikan dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan (Depdikbud, 1994).
• Tujuan Khusus
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek dibawah ini, yaitu;
• Membantu memberikan pelayanan kepada serta didik agar mampu mengenali dan memahami diri sendiri.
• Membantu memberikan pendampingan kepada peserta didik untuk mengenali lingkungan fisik dan sosial dalam beradaptasi serta penyesuaian diri dengan lingkungan.
• Membantu peserta didik agar berhasil menjalani masa peralihan dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah.
• Mengembangkan bakat, minat, dan potensi peserta didik yang memiliki keunggulan di berbagai bidang.
• Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.
a. Dalam aspek perkembangan pribadi-sosial, layanan bimbingan bertujuan membantu siswa agar;
1. Memiliki pemahaman sendiri
2. Dapat mengembangkan sikap positif
3. Membantu kegiatan secara sehat
4. Mampu mengahrgai orang lain
5. Memilki rasa tanggungjawab
6. Mengembangkan keterampilan hubungan pribadi
7. Dapat menyelesaikan masalah
8. Dapat membuat keputusan secara baik
b. Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu siswa agar;
1. Dapat melaksanakan cara-cara belajar yang benar
2. Dapat menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
3. Dapat mencapai prestasi belajar secara optimal, sesuai bakat dan kemampuan
4. Memilki ketermpilan untuk menghadapi ulangan atau ujian
c. Dalam aspek perkembangan karier layanan bimbingan membantu siswa agar dapat;
1. Mengenal macam-macam dan cirri-ciri dari berbagai jenis pekerjaan yang ada
2. Merencanakan masa depan
3. Membantu arah pekerjaan
4. Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan
5. Membantu mencapai cita-cita
2. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pengertian dan tujuan bimbingan yang ingin dicapai, layanan bimbingan dapat berfungsi sebagai berikut:
a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman diri yang meliputi;
1. Pemahaman diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua siswa, guru dan pembimbing;
2. Pemahaman tentang lingkungan siswa (lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat), terutama oleh siswa sendiri, orangtua siswa, guru, dan pembimbing;
3. Pemahaman tentang informasi (informasi pendidikan, karier, dan budaya/nilai-nilai) terutama oleh siswa.
b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan yang akan mengahsilkan terhindarnya siswa dari berbagai permasalahan yang dapat mengahambat atau menimbulkan masalah dalam proses perkembangan siswa.
c. Fungsi perbaikan, yaitu meskipun fungsi pemahaman dan pencegahan telah dilaksanakan, namun siswa yang bersangkutan kemungkinan masih mengalami masalah-masalah tertentu. Dalam hal ini bantuan bimbingan berusaha untuk memecahkan masalah yang dialami siswa.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif siswa secara terarah dan mantap.
E. BIMBINGAN KONSELING DI SD/MI....................
Penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah dimulai dari mengidentifikasi aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusun program tersebut. Kegiatan ini yang akan dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program. Perencanaan program seharusnya didasarkan pada kebutuhan nyata siswa lengkap dan menyeluruh (memuat segenap fungsi bk), sistematis (disusun menurut urutan logis, singkron, dan tidak tumpang tindih), terbuka dan luwes (mudah menerima masukan tanpa harus merombah program secara menyeluruh), memungkinkan kerjasama dengan pihak terkait dimungkinkan penilaian dan tindak lanjut.
1. . Bidang layanan Bimbingan konseling
a. Bimbingan pribadi
pemberian pelayanan individual kepada peserta didik terkait latar sosial , budaya, kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal, agama, tradisi/adat, merealisasikan keputusan terhadap kondisi peserta didik.
b. Bimbingan sosial
memberikan wadah bersosialisasi kepada peserta didik untuk bersosialiasi dengan lingkungannya , melakukan interaksi sosial secara positif, terampil berkomunikasi kepada teman sebaya, teman sekelas, dan warga sekolah.
c. Bimbingan belajar
mengenali potensi diri peserta didik untuk mau dan siap belajar, memiliki sikap dan keterampilan belajar, terampil berkomunikasi, membaca, mendengar aktif, membaca, menulis, berhitung, memperhitungkan kemampuan, dan memahami merencanakan pendidikan, memiliki kesiapan menghadapi ujian, memiliki kebiasaan belajar teratur dan mencapai hasil belajar secara optimal.
2. Identifikasi Dan Analisis Permasalahan Siswa/Santri
1. Meninggalnya orang tua –
2. Orangtua bercerai -
3. Orangtua berpisah –
4. Orang tua bepergian untuk bagian dari dinas –
5. Meninggalnya salah seorang famili terdekat–
6. Menekan anak untuk berprestasi secara tak patut –
7. Menderita sakit –
8. Orang tua kawin lagi –
9. Orang tua di PHK –
10. Orang tua rujuk –
11. Ibu pergi bekerja –
12. Keluarga sakit –
13. Ibu hamil –
14. Mengalami kesulitan saat di sekolah –
15. Menerima kelahiran adik baru –
16. Sekolah baru atau guru baru –
17. Kondisi keuangan keluarga bermasalah –
18. Sahabat dekat menderita sakit –
19. Memulai suatu kegiatan baru atau kegiatan diubah –
20. Perubahan peringkat prestasi antarsaudara –
21. Ancaman dan kekerasan di sekolah –
22. Kemalingan barang pribadi ---
23. Bergantinya tanggung jawab di rumah ---
24. Perginya Abang dan Kakak Perempuan dari rumah –
25. Bermasalah dengan Kakek Nenek –
26. Menjadi anak yang berprestasi –
27. Pindah dari suatu kota ke kota lain ---
28. Pindah dari suatu tempat ke tempat lain –
29. Menerima atau kehilangan hewan peliharaan –
30. Kebiasaan yang diubah –
31. Bermasalah dengan guru –
32. Diubahnya waktu di penitipan/bersama pengasuh –
33. Pindah ke rumah baru –
34. Pindah ke sekolah baru –
35. Diubahnya kebiasaan bermain –
36. Liburan bersama keluarga –
37. Teman baru –
38.Liburan/ berkemah ---
39. Berubahnya Jam tidur –
40. Berubahnya anggota keluarga ---
41.Berubahnya waktu makan –
42. Berubahnya siaran teve yang biasa ditonton –
43. Saat merayakan hari ulang tahun –
44. Dihukum karena bicara bohong ---
3. Metode Pemecahan Masalah
• Diskusi
• Dialog
• Home Visit
• Anecdotal Record (Lihat contoh)
• Membuat Program Pelibatan Ortu dan Spesialisasi (Children Care Giver)
• Program Pemulihan (pemetaan kompetensi dan minat/bakat)
• Pendampingan Akademik (membacakan buku, tutoring, remedial)
• Supervisi Keberlanjutan
• 1. Pendekatan secara empati kepada siswa ybs
• 2. Mewawancarai teman dekatnya
• 3. Mewawancarai orangtua, kakak, adik dan tetangga
• 4. Menentukan indikator strees yang diperoleh
• 5. Di atas 150 , guru mendampingi Rama dalam pembelajaran dan keseharian di sekolah
• 6. Bimbingan Kelompok dengan play therapy
• 1. Guru mendekati (empati) terhadap siswa
• 2. Guru Kelas 5 mencari data guru kelas 4 tentang siswa
• 3. Mencari data langsung pada Roby dan teman dekat ybs
• 4. Home visit
• 5. Sambil melihat lingkungan
• 6. Menemukan poin-poin stres
• 7.Memberikan solusi (ciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan menyenangkan)
• 8.Pemdampingan secara hati-hati
• 1. Pendekatan empati pada Lintang
• 2. Pendekatan pada ortu Lintang tentang situasi di rumah
• 3. Mengajak Lintang untuk menampilkan karyanya
• 4. Memberikan motivasi hasil karyanya & juga punya tanggungjawab akademik
• 5. Memberikan pemahaman kepada ortu, bahwa prestasi non akademik juga penting
• 6. Sekolah menyelenggarak eskul melukis
• 7. Ortu dianjurkan utk menyalurkan bakat anaknya dengan mengikuti lomba melukis.
3. Penerapan Program Bimbingan dan Konseling
Penenerapan program bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan kurikulum sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan Bimbingan dan konseling, yaitu:
1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
5. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
6. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
F. PERAN KEPALA SEKOLAH DAN STAF BIMBIMGAN KONSELING
Keberhasilan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas penyuluh, namun juga sangat ditentukan oleh ketrampilan seluruh staf sekolah dalam memberikan pelayanan tersebut. Untuk itu diperlukan adanya “team work” yang terdiri atas kepala sekolah, konselor, guru penyuluh, guru, dan pekerja sosial (social worker). Diperlukan juga adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Untuk menelaah tugas dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim tersebut di atas, perlu ditelaah dulu beberapa pola organisasi bimbingan.
1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pada umumnya ada 3 (tiga) pola organisasi bimbingan dan konseling di sekolah. Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan dilaksanakan oleh semua staf sekolah. Pelayanan bimbingan ini merupakan bagian dari tugas mengajar yang diterima guru. Pada pola organisasi bimbingan semacam ini, tidak diperlukan seorang ahli bimbingan dan konseling yang bertugas secara khusus menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola organisasi bimbingan ini biasanya dilaksanakan di sekolah dasar atau yang sederajat. Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara khusus.
Dalam hal ini pelayanan bimbingan dikoordinir oleh seorang ahli yang bertugas khusus menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari tugas mengajar. Biasanya penyelenggaraan layanan bimbingan dengan pola ini memerlukan petugas-petugas lain yang membantu pelaksanaan program. Dalam pola yang semacam ini sudah harus ada pembagian tugas yang jelas di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya digunakan di Sekolah Menengah (SMP/SMA/SMK/MA). Pola yang ketiga adalah merupakan pola campuran antara pola yang pertama dan kedua. Dalam pola ini pelaksanaan layanan bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang dibebaskan dari tugas mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu guru terpilih harus mendapatkan latihan jabatan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan
Pada ketiga pola organisasi bimbingan di atas, tugas kepala sekolah adalah mengelola dan membina penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam program-programnya. Adapun bila dilihat dari statusnya, baik di sekolah maupun dalam organisasi bimbingan konseling pada khususnya, maka fungsi kepala sekolah adalah sebagai administrator dan supervisor. Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh program sekolah umumnya, khususnya program layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala sekolah adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya.
a. Peranan dan Fungsi Guru Bidang Studi dalam Bimbingan Konseling
Tugas utama guru adalah mengajar, tetapi untuk keberhasilannya ia perlu bekerja sama dengan petugas-petugas “pupil personnel”. Tugas guru dalam program bimbingan yang sangat penting adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan murid-murid dapat menyesuaikan diri dengan baik, di samping menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi murid-murid. Menurut Santoso (2009:19) sehubungan dengan usaha menciptakan lingkungan sekolah/kelas yang sesuai dengan azas-azas kesejahteraan jiwa, maka tugas guru bidang studi adalah:
• Mengarahkan
• Mengendalikan
• Mendampingi
• Memotivasi
• Menampilkan diri sebagai model
• Menghubungkan
• Fasilitasi
1. Menciptakan suasana kelas yang memungkinkan murid-murid merasa bebas untuk menyatakan dirinya dan menunjukan usahanya sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok;
2. Mengembangkan rasa harga diri pada anak-anak dengan menghargai pekerjaan yang baik;
3. Mempunyai pengertian bahwa tingkah laku itu ada sebabnya (bisa dari sekolah, keluarga dan masyarakat);
4. Mempunyai pengertian mengenai tingkah laku murid sehingga dapat menangani masalah-masalah disiplin dengan tepat;
5. Menghindari pemberian penghargaan yang berlebihan terhadap murid yang taat pada peraturan dan menyadari bahwa murid yang “tidak menimbulkan kesulitan” mungkin mengalami konflik emosional yang serius;
6. Mengetahui mana tingkah laku yang normal, mana yang kronis , dan bersedia untuk menyerahkan murid yang kronis tersebut kepada spesialis;
7. Bersedia menerima kenyataan bahwa tiapmurid adalah berbeda dan ia akan mencapai hasil sebanyak-banyaknya apabila ia mengetahui, memahami, dan merencanakan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan kebutuhan itu.
8. Sedangkan tugas guru bidang studi yang berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan di sekolah adalah:
9. Mendeteksi adanya kesulitan yang dihadapi muridnya dalam penyesuaian diri dan melaporkannya;
10. Membantu mengumpulkan informasi/data untuk “cumulative record”
11. Menjadi penghubungan antara sekolah dan orang tua murid;
12. Menghubungkan pelajaran dengan pekerjaan yang dicita- citakan murid;
13. Berpartisipasi dalam konferensi kasus (case-conference);
14. Memberikan informasi kepada murid-murid tentang hal-hal yang berkenaan dengan program bimbingan.
b. Tugas dan Fungsi Konselor Sekolah
Jones dalam Dharma (2008:23) mengatakan bahwa tugas utama seorang konselor adalah melakukan konseling. Apabila diberikan tugas-tugas lain maka akan mengaburkan sebutan konselor itu sendiri. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor anatar lain:
1. Pengetahuan dalam informsi mengenai pekerjaan, pendidikan dan sosial dan bagaimana menggunakannya dengan counselee; Pendidikan dalam hal psikologis dan pandangan yang luas mengenai sifat dan sebab-sebab dari kesulitan murid-murid;
2. Ketrampilan dalam menggunaka alat-alat dan teknik yang dipergunakan dalam analisis individu; Membantu peserta didiknya untuk memahami kekuatan, kelemahan serta kesempatan yang ada pada dirinya;
3. Untuk mendapatkan informasi mengenai individu-individu yang berguna bagi perencanaan dan memimpin kegiatan kelas;
4. Dalam menggunkan test dan teknik-teknik evaluasi;
5. Menyelenggarakan bimbingan kelompok dalam merencanakan dan memimpin kegiatan semacam itu;
6. Bekerja sama dengan guru-guru lain dalam memecahkan masalah-masalah murid;
7. Berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum sekolah;
8. Berpartisipasi dalam membantu program penataran bimbingan di sekolah;
9. Membantu sekolah dalam bekerjasama dengan masyarakat, yang meliputi;
10. Bertindak sebagai penguhubung antara sekolah dan masyarakat untuk mengusahakan agar sumber-sunber pelayanan yang ada di masyarakat dapat dipergunakan oleh murid-murid dan guru-guru;
11. Menginterpretasikan program sekolah terutama program bimbingan kepada masyarakat.
c. Tugas dan Fungsi Psikolog Sekolah
Tugas utama psikolog sekolah adalah melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan diagnosis dan penyembuhan masalah atau kesulitan belajar yang nampak pada kurangnya penyesuaian dalam belajar atau penyesuaian pribadi-sosial;
1. Bekerjasama dengan orang tua murid untuk memperbaiki hubungan orang tua dengan anaknya;
2. Memberikan pelayanan-pelayanan khusus bagi anak yang berkelainan;
3. Menyelenggarakan in servis training bagi guru-guru mengenai aplikasi kesejahteraan jiwa di sekolah;
4. Mengadakan riset, terutama mengenai pendekatan- pendekatan praktis terhadap masalah-masalah sekolah;
5. Berpartisipasi secara aktif dalam merumuskan kebijakan- kebijakan mengenai program kesehatan sekolah dan membantusekolah dalam mengembangkan dan mengelola program kesehatan;
6. Mengkoordinasikan penilaian kesehatan dari semua siswa dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan siswa yang dapat menganggu belajarnya;
7. Mengkoordinasikan penyediaan P3K di sekolah
8. Mengkoordinasikan program sekolah dengan keseluruhan program kesehatan masyarakat.
G. EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN KONSELING
Penilaian suatu program berarti mengadakan pertimbangan secara sistematis tentang efektifitas suatu kegiatan yang berkitan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan norma yang khusus. Penilaian sistematis suatu program menghasilkan beberapa nilai terhadap individu yang berhubungannya dengan sebuah layanan sering juga pengembangan program itu sendiri. Karena itu bimbingan masa depan sangat tergantung pada dat-data kongkrit mengenai keuntungan dan keterbatasannya. Evaluasi program bimbingan bersifat keharusan karena efektivitasnya harus diketahui dan program itu sendiri harus dikemabngkan. Karena itu penilaian secara kontinu harus diadakan karena kepeutusan mengenai personel, waktu, aktifitas dan lainnya harus dibuat. Penilaian secara sistematis sangat diperlukan sebagai dasar pengembangan program itu sendiri.
Selanjutnya Sukardi (1990:47) menyatakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dimaksudkan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah dirumuskan bahwa;
1. Evaluasi pelaksanakan program bimbingan dn konseling merupakan suatu usaha untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling.
2. Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling ialah suatu usaha penelitian, dengan cara mengumpulkan data secara sistematis, menarik kesimpulan atas dasar data yang diperoleh secara onjektif, mengadakan penafsiran dan merencanakan langkah-langkah perbaikan, pengembangan, dan pengarahan staf.
Secara umum penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling bertujuan untuk:
1. Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling.
2. Mengetahui tingkat efesiensi dan efektivitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
a. Jenis Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah
1. Evaluasi Peserta didik (input)
Untuk mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolah, maka pemahaman terhadap peserta didik yang mendapatkan bimbingan dan konseling penting dan perlu. Pemahaman mengenai peserta didik perlu dilakukan sedini mungkin. Dengan pemahaman terhadap peserta didik ini dapat dipakai untuk mempertimbangkan hasil pelaksanaan program bimbingan bila dibandingkan dengan produk yang dicapai. Evaluasi ini mulai dari layanan pengumpulan data pada saat peserta didik diterima di sekolah bersangkutan.
2. Evaluasi Program
Jenis evaluasi program ini dilakukan demi untuk peningkatan mutu program bimbingan dan konseling sekolah. penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah dibagi menjadi beberapa kegiatan layanan, yaitu; (1) layanan kepada peserta didik, (2) layanan kepada guru, (3) layanan kepada kepala sekolah, (4) layan kepada orang tua siswa/ masyarakat. Jenis evaluasi pelaksanaan program ini memerlukan alat-alat/instrumen evaluasi yang baik.
3. Evaluasi Proses
Untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam program bimbingan dan konseling di sekolah, dituntut proses pelaksaan program bimbingan yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan.
4. Evaluasi Hasil
Jenis evaluasi pelaksanaan program ini diadakan melalui peninjauan terhadap hasil yang diperoleh seseorang yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan bimbingan dan melalui peninjauan terhadap kegiatan itu sendiri. Peninjauan evaluatif itu memusatkan perhatian pada efek-efek yang dihasilkan sesuai dengan tujuan-tujuan bimbingan yang dikenal dengan nama evaluasi produk atau evaluasi hasil. Jadi untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan dari pelkasanaan program bimbingan di sekolah dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dari pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
b. Prinsip-prinsip Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling
Menurut Gibson dan Mitchell (1981), mengemukakan seberapa prinsip yang semestinya diperankan dalam penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling, sebagai berikut:
1. Evaluasi yang efektif menuntut pengenalan terhadap tujuan-tujuan program.
2. Evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang jelas.
3. Evaluasi yang melibatkan berbagai unsur yang profesional.
4. Evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan, berarti bahwa evaluasi program bimbingan dan konseling bukan merupakan kegiatan yang bersifat isidental, melainkan proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan.
c. Metode/pendekatan Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan konseling
Pendekatan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling dapat dilakukan dengan berbagai cara dan kegiatan. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menyelenggarakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan konseling diantaranya:
1. Metode survei, metode ini dimaksudkan guna mendapatkan data tentang lingkungan, pengelolaan, sikap dan pandangan personel sekolah, sikap dan pandangan siswa terhadap program bimbingan. Jadi, metode survei ini merupakan usaha untuk mengenal keadaan sesunggguhnya dari suatu sekolah dengan secara menyeluruh sebagaimana adanya.
2. Metode observasi, sebelum melaksanakan observasi dibutuhkan suatu rencana yang terinci, yang mencakup perilaku-perilaku siswa yang diamati oleh siapa akan diamati, akan direkam dengan cara yang bagaimana, dan akan diberi interpretasi evaluatif menurut apa. Dengan demikian, perencanaan yang rinci, pembuatan pedoman atau kriteria dan keterlibatan lebih dari satu orang dalam observasi akan diperoleh data yang lebih terarah, tepat, dan objektif.
3. Metode eksperimental, metode ini dimaksudkan untuk mempelajari satu kelompok atau lebih yang menyangkut apakah tujuan layanan yang diharapkan itu dapat tercapai atau belum dan apakah layanan tersebut efektif dan efisien atau tidak.
4. Metode studi kasus, metode ini digunakan untuk mengumpulkan dta mengenai keadaan seseorang siswa dijadikan objek studi kasus. Metode ini cukup banyak memakan waktu, akan tetapi memiliki beberapa keuntungan tertentu.
d. Sumber Data/informasi Kriteria Penilaian Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling
Adapun sumber data yang perlu dihubungi, sangat tergantung pada jenis data atau informasi yang diperlukan. Sumber-sumber data yang dapat dihubungi diantaranya:
1. Kepala sekolah
2. Wakil kepala sekolah
3. Koordinator bimbingan dan konseling
4. Konselor sekolah
5. Guru mata pelajaranaa
6. Personel sekolah lainnya
7. Siswa dan teman dekatnya
8. Orang tua dan masyarakat
9. Para ahli atau lembaga-lembaga yang terkait.
e. Hambatan-hambatan dalam Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Koseling di Sekolah.
Ada beberapa hambatan yang dirasa sampai saat ini dalam evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan koseling di skolah diantaranya:
1. Pelaksana-pelaksana bimbingan di sekolah tidak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk melaksanakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan koseling.
2. Pelaksana-pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah memiliki latar belakang pendidikan yang sangat bervareasi baik ditinjau dari segi jenjang mauapun programnya, sehingga kemampuannyapun dalam mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling sangat bervaresi termasuk dalam menyusun, membakukan dan mengembangkan instrumen evaluasi.
3. Belum tersedianya alat-alat atau instrumen evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah yang valid, reliabel, dan objektif.
4. Belum diselenggarakannya penataran, pendidikan atau pelatihan khusus yang berkaitan tentang evaluasi pelaksaan program bimbingandan konseling pada umumnya, dan penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi pelaksaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
5. Penyelenggaraan evaluasi membutuhkan banyak waktu dan uang.
6. Belum adanya guru inti atau instruktur bimbingan dan konselinga yang ahli dalam bidang evaluasi pelaksaan program bimbingan dan koseling di sekolah.
H. TINDAK LANJUT PROGRAM BIMBINGAN KONSELING
Hasil dari evaluasi program ditindaklanjuti dengan kegiatan kegiatan yang mengarah pada kemajuan dan terpecahkannya masalah yang belum terselesaikan.
Daftar Pustaka
https://dosenpsikologi.com/psikologi-pendidikan
Darwoto. 2010. Administrasi Pelayanan Khusus. (http:// darwoto.wordpress.com/2010/03/17/administrasi- pelayanan-khusus/,).
Depdiknas. 2007. Manajemen Layanan Khusus Sekolah. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah DiRektorat Pendidikan Umun.1994. Kurikulum SLTP: Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.
Dharma, Surya. 2008. Bimbingan dan konsleing di Sekolah. Jakarta:Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Djoko Budi Santoso. 2006. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling di sekolah. Malang: UM FIP Program Studi Bimbingan dan Konseling.
https://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/
Imron, Ali. 1995. Manajemen Peserta Didik di Sekolah. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas.
Kusmintardjo. 1992. PENGELOLAAN LAYANAN KHUSUS DI SEKOLAH. Jilid II. Malang: UPT PERPUSTAKAAN UM
Kusmintardjo. 1992. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah (Jilid 1). Malang:OPF IKIP Malang.
Manajemen Layanan Khusus di Sekolah. Malang:Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Administrasi Pendidikan.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar- Mengajar. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan. 2001. Buku Ajar
Whiterington. 1982 Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Bermula dari adanya bebapa kasus yang terjadi di sekolah/pesantren, seperti, perkelahian, saling ejek, anak tidak mau ditinggal oleh Ibunya/ harus selalu ditunggu Ibunya, bermain yang membahayakan, pencurian di kelas, pemalakan antar siswa, pengintimidasian, pengancaman, pilih-piih teman, menjauhi teman dan lain-lain. Menjadi hal yang sangat mengganggu konsentrasi Guru khususnya dalam proses belajar mengajar di sekolah, selain itu juga menjadi hal yang menakutkan dan menghawatirkan bagi khususnya orang Tua siswa. Karenanya layanan khusus bimbingan konseling/psicho edukatif dilaksanakan dan ditingkatkan.
- Setiap peserta didik memiliki potensi untuk berkembang secara utuh dan optimal (prinsip Pendidikan Anak Seutuhnya)
- Setiap peserta didik adalah “unik” (prinsip perbedaan individu)
kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal, agama, tradisi/adat, sosial dan budaya
- Bimbingan psiko-edukatif merupakan upaya pemenuhan hak anak yang diberikan variasi sesuai kebutuhan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal
Hal ini sejalan dengan amanat yang dikehendaki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pada pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat dan berilmu, cakap dan kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Manajemen layanan khusus di suatu sekolah merupakan bagian penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang efektif dan efisien. Sekolah merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dari penduduk bangsa Indonesia. Sekolah tidak hanya memiliki tanggung jawab dan tugas untuk mlaksanakan proses pembelajaran dalam mengembangkan ilmu penegetahuan dan teknologi saja, melainkan harus menjaga dan meningkatkan kesehatan baik jasmani maupun rohani peserta didik.
Peningkatan layanan khusus kepada siswa hendaknya sekolah melengkapi dengan berbagai layanan misalnya (1) Layanan Bimbingan dan Konseling, (2) Layanan Perpustakaan, (3) Layanan Kantin/Kafetaria (4) Layanan Kesehatan, (5) Layanan Transportasi Sekolah, (6) Layanan Asrama. (7) Layanan Transportasi, (8) Layanan Keamanan Dan Parkiran
Pelaksanaan Layanan Khusus mengacu pada PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS silahkan download
Berikut contoh Program Layanan Khusus Bimbingan Konseling/Psicho Edukatif sekolah/pesantren
PROGRAM LAYANAN KHUSU BIMBINGAN KONSELING/PSIKO-EDUKATIF
A. PENDAHULUAN
Setiap peserta didik memiliki potensi untuk berkembang secara utuh dan optimal (prinsip Pendidikan Anak Seutuhnya)
Setiap peserta didik adalah “unik” (prinsip perbedaan individu) kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal, agama, tradisi/adat, sosial dan budaya
Bimbingan psiko-edukatif merupakan upaya pemenuhan hak anak yang diberikan variasi sesuai kebutuhan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal.
B. PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING
1. Pengertian Bimbingan
Pengertian bimbingan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan (2001:14) bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah sebagaimana dikemukakan dalam kaitan dengan pengajaran. Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan “membantu” berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya.
Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun prioritas diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar harus dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang. Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinya bimbingan itu tidak diberikan hanya sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
2. Pengertian Konseling
Sedangkan konseling adalah proses interaksi yang memberikan fasilitas atau kemudahan untuk pemahaman yang bermakna terhadap diri dan lingkungan, serta menghasilkan kemantapan atau kejernihan tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang. Menurut Shertzer dan Stone dalam Syuhada (1988) adalah usaha yang secara langsung berkenaan dengan pemecahan masalah-masalah peserta didik.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seseorang pembimbing yang telatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Jadi konseling adalah usaha yang secara langsung berkenaan dengan masalah-masalah klien, sementara bimbingan lebih diaksentualisasikan kepada bantuan kepada klien.
3. Psicho edukatif
psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan
Menurut Whiterington (1982:10) bahwa Edukatif adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.
Begitu eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu Edukatif, kemudian lahirlah suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology).
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat .
Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Jadi Psiko-edukatif adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan pendidikan, cara belajar, bagaimana siswa belajar dan berkembang dalam segi afektif, kognitif, dan psikomotor serta proses pengajaran yang terlibat dengan proses belajar dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu kelanjutan dari layanan kepenasehatan akademik dan administratif peserta didik. Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.
C. MASALAH BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah belum tentu berjalan sesuai dengan yang diharapkan pasti ada masalah didalamya, diantara masalah-masalah yang terjadi di sekolah menurut Willis (2004) antara lain:
1. Masalah Profesi Konselor, sampai saat ini profesi konselor sekolah belum diakui. Profesi ini nampaknya sulit untuk mendapatkan pengakuan, karena bervariasinya pendidikan pembimbingdan pengalaman konselor di sekolah.
2. SK pengangkatan, lulusan bimbingan dan konseling disekolah menengah biasanya tidak diangkat sebagai guru pembimbing, akan tetapi mereka di- SK-kan sebagai guru bidang studi pada sekolah tersebut. Biasanya lulusan bimbingan dan konseling mengkoodinir bimbingan dan konseling di sekolah.
3. Masalah sikap terhadap bimbingan dan konseling, tampaknya guru-guru dan kepala sekolah masih kaku sikapnya terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Banyak diantara mereka yang beranggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah mengurus para siswa yang melanggar peraturan. Guru pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah. Dampaknya adalah guru pembimbing seperti dijauhi siswa. Guru-guru dan kepala sekolah kurang memberikan dorongan dan apresiasi terhadap lembaga bimbingan dan konseling di sekolah. Akibatnya, bimbingan dan konseling kurang efektif dalam menanggulangi masalah-masalah siswa, dan dianggap sepi perannya di sekolah.
Disamping masalah-masalah yang dihadapi seperti tersebut diatas, Rochman Natawijaya dalam Willis (2004) melihat bahwa sering terjadi salah pengertian terhadap bimbingan dan konseling, baik dikalangan para guru atau masyarakat umum. Kesalahan-kesalahan tentang bimbingan dan konseling itu diungkapkan sebagai berikut:
1. Bimbingan identik dengan pendidikan
Pengertian ini sangat keliru karena bimbingan merupakan bagian dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa bimbingan dan konseling adalah alat pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yakni kedewasaan anak.
2. Bimbingan dan konseling adalah cara untuk membantu murid-murid yang salah. Bimbingan dan konseling tidak hanya diberikan kepada anak yang salah saja, akan tetapi kepada semua murid termasuk murid yang potensial.
3. Bimbingan dan konseling berarti bimbingan pekerjaan atau karier, bimbingan dan konseling bukan hanya untuk karier akan tetapi untuk membantu murid dalam segala aspek pribadinya.
4. Bimbingan dan konseling adalah usaha memberi nasehat sebab kebanyakan dalam nasehat unsur paksaan amat menonjol. Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada individu untuk mencapaia pemahaman diri dimana tidak dapat unsur paksaan.
5. Bimbingan menghendaki kepatuhan dalam perilaku yang dikehendaki sebagai hasil bimbingan dan konseling bukanlah kepatuhan, tetapi penyesuaian diri yang baik. Kepatuhan tidak sama dengan penyesuaian diri.
6. Bimbingan adalah tugas para ahli dalam penyusunan program BK dan melaksanakan konseling khusus, memang tugas para ahli (pakar). Akan tetapi tidak semua tugas bimbingan adalah tugas para ahli melainkan guru-guru juga memberikan tugas dalam hal bimbingan dan konseling.
D. TUJUAN DAN FUNGSI BIMBINGAN KONSELING
1. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan konseling secara umum adalah sesuaia dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 1989 yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yng Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, meiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang amantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kengasaan (Depdikbud, 1994:5).
• Tujuan umum
Membantu peserta didik agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan mencapai kematangan, kemandirian, secara utuh dan optimal
Secara umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa mengenal bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaiakan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Sesuai dengan hakekat bimbingan sebagai upaya untuk membantu perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan di sekolah dasar harus dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, karena itu tujuan akhir bimbingan adalah mengembangkan potensi siswa secara optimal agar mampu meningkatan perannya dalam rangka menjawab tantangan kehidupan masa depan. Secara khusus layanan layanan bimbingan bertujua membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, pendidikan dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan (Depdikbud, 1994).
• Tujuan Khusus
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek dibawah ini, yaitu;
• Membantu memberikan pelayanan kepada serta didik agar mampu mengenali dan memahami diri sendiri.
• Membantu memberikan pendampingan kepada peserta didik untuk mengenali lingkungan fisik dan sosial dalam beradaptasi serta penyesuaian diri dengan lingkungan.
• Membantu peserta didik agar berhasil menjalani masa peralihan dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah.
• Mengembangkan bakat, minat, dan potensi peserta didik yang memiliki keunggulan di berbagai bidang.
• Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.
a. Dalam aspek perkembangan pribadi-sosial, layanan bimbingan bertujuan membantu siswa agar;
1. Memiliki pemahaman sendiri
2. Dapat mengembangkan sikap positif
3. Membantu kegiatan secara sehat
4. Mampu mengahrgai orang lain
5. Memilki rasa tanggungjawab
6. Mengembangkan keterampilan hubungan pribadi
7. Dapat menyelesaikan masalah
8. Dapat membuat keputusan secara baik
b. Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu siswa agar;
1. Dapat melaksanakan cara-cara belajar yang benar
2. Dapat menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
3. Dapat mencapai prestasi belajar secara optimal, sesuai bakat dan kemampuan
4. Memilki ketermpilan untuk menghadapi ulangan atau ujian
c. Dalam aspek perkembangan karier layanan bimbingan membantu siswa agar dapat;
1. Mengenal macam-macam dan cirri-ciri dari berbagai jenis pekerjaan yang ada
2. Merencanakan masa depan
3. Membantu arah pekerjaan
4. Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan
5. Membantu mencapai cita-cita
2. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pengertian dan tujuan bimbingan yang ingin dicapai, layanan bimbingan dapat berfungsi sebagai berikut:
a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman diri yang meliputi;
1. Pemahaman diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua siswa, guru dan pembimbing;
2. Pemahaman tentang lingkungan siswa (lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat), terutama oleh siswa sendiri, orangtua siswa, guru, dan pembimbing;
3. Pemahaman tentang informasi (informasi pendidikan, karier, dan budaya/nilai-nilai) terutama oleh siswa.
b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan yang akan mengahsilkan terhindarnya siswa dari berbagai permasalahan yang dapat mengahambat atau menimbulkan masalah dalam proses perkembangan siswa.
c. Fungsi perbaikan, yaitu meskipun fungsi pemahaman dan pencegahan telah dilaksanakan, namun siswa yang bersangkutan kemungkinan masih mengalami masalah-masalah tertentu. Dalam hal ini bantuan bimbingan berusaha untuk memecahkan masalah yang dialami siswa.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif siswa secara terarah dan mantap.
E. BIMBINGAN KONSELING DI SD/MI....................
Penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah dimulai dari mengidentifikasi aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusun program tersebut. Kegiatan ini yang akan dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program. Perencanaan program seharusnya didasarkan pada kebutuhan nyata siswa lengkap dan menyeluruh (memuat segenap fungsi bk), sistematis (disusun menurut urutan logis, singkron, dan tidak tumpang tindih), terbuka dan luwes (mudah menerima masukan tanpa harus merombah program secara menyeluruh), memungkinkan kerjasama dengan pihak terkait dimungkinkan penilaian dan tindak lanjut.
1. . Bidang layanan Bimbingan konseling
a. Bimbingan pribadi
pemberian pelayanan individual kepada peserta didik terkait latar sosial , budaya, kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal, agama, tradisi/adat, merealisasikan keputusan terhadap kondisi peserta didik.
b. Bimbingan sosial
memberikan wadah bersosialisasi kepada peserta didik untuk bersosialiasi dengan lingkungannya , melakukan interaksi sosial secara positif, terampil berkomunikasi kepada teman sebaya, teman sekelas, dan warga sekolah.
c. Bimbingan belajar
mengenali potensi diri peserta didik untuk mau dan siap belajar, memiliki sikap dan keterampilan belajar, terampil berkomunikasi, membaca, mendengar aktif, membaca, menulis, berhitung, memperhitungkan kemampuan, dan memahami merencanakan pendidikan, memiliki kesiapan menghadapi ujian, memiliki kebiasaan belajar teratur dan mencapai hasil belajar secara optimal.
2. Identifikasi Dan Analisis Permasalahan Siswa/Santri
1. Meninggalnya orang tua –
2. Orangtua bercerai -
3. Orangtua berpisah –
4. Orang tua bepergian untuk bagian dari dinas –
5. Meninggalnya salah seorang famili terdekat–
6. Menekan anak untuk berprestasi secara tak patut –
7. Menderita sakit –
8. Orang tua kawin lagi –
9. Orang tua di PHK –
10. Orang tua rujuk –
11. Ibu pergi bekerja –
12. Keluarga sakit –
13. Ibu hamil –
14. Mengalami kesulitan saat di sekolah –
15. Menerima kelahiran adik baru –
16. Sekolah baru atau guru baru –
17. Kondisi keuangan keluarga bermasalah –
18. Sahabat dekat menderita sakit –
19. Memulai suatu kegiatan baru atau kegiatan diubah –
20. Perubahan peringkat prestasi antarsaudara –
21. Ancaman dan kekerasan di sekolah –
22. Kemalingan barang pribadi ---
23. Bergantinya tanggung jawab di rumah ---
24. Perginya Abang dan Kakak Perempuan dari rumah –
25. Bermasalah dengan Kakek Nenek –
26. Menjadi anak yang berprestasi –
27. Pindah dari suatu kota ke kota lain ---
28. Pindah dari suatu tempat ke tempat lain –
29. Menerima atau kehilangan hewan peliharaan –
30. Kebiasaan yang diubah –
31. Bermasalah dengan guru –
32. Diubahnya waktu di penitipan/bersama pengasuh –
33. Pindah ke rumah baru –
34. Pindah ke sekolah baru –
35. Diubahnya kebiasaan bermain –
36. Liburan bersama keluarga –
37. Teman baru –
38.Liburan/ berkemah ---
39. Berubahnya Jam tidur –
40. Berubahnya anggota keluarga ---
41.Berubahnya waktu makan –
42. Berubahnya siaran teve yang biasa ditonton –
43. Saat merayakan hari ulang tahun –
44. Dihukum karena bicara bohong ---
3. Metode Pemecahan Masalah
• Diskusi
• Dialog
• Home Visit
• Anecdotal Record (Lihat contoh)
• Membuat Program Pelibatan Ortu dan Spesialisasi (Children Care Giver)
• Program Pemulihan (pemetaan kompetensi dan minat/bakat)
• Pendampingan Akademik (membacakan buku, tutoring, remedial)
• Supervisi Keberlanjutan
• 1. Pendekatan secara empati kepada siswa ybs
• 2. Mewawancarai teman dekatnya
• 3. Mewawancarai orangtua, kakak, adik dan tetangga
• 4. Menentukan indikator strees yang diperoleh
• 5. Di atas 150 , guru mendampingi Rama dalam pembelajaran dan keseharian di sekolah
• 6. Bimbingan Kelompok dengan play therapy
• 1. Guru mendekati (empati) terhadap siswa
• 2. Guru Kelas 5 mencari data guru kelas 4 tentang siswa
• 3. Mencari data langsung pada Roby dan teman dekat ybs
• 4. Home visit
• 5. Sambil melihat lingkungan
• 6. Menemukan poin-poin stres
• 7.Memberikan solusi (ciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan menyenangkan)
• 8.Pemdampingan secara hati-hati
• 1. Pendekatan empati pada Lintang
• 2. Pendekatan pada ortu Lintang tentang situasi di rumah
• 3. Mengajak Lintang untuk menampilkan karyanya
• 4. Memberikan motivasi hasil karyanya & juga punya tanggungjawab akademik
• 5. Memberikan pemahaman kepada ortu, bahwa prestasi non akademik juga penting
• 6. Sekolah menyelenggarak eskul melukis
• 7. Ortu dianjurkan utk menyalurkan bakat anaknya dengan mengikuti lomba melukis.
3. Penerapan Program Bimbingan dan Konseling
Penenerapan program bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan kurikulum sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan Bimbingan dan konseling, yaitu:
1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
5. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
6. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
F. PERAN KEPALA SEKOLAH DAN STAF BIMBIMGAN KONSELING
Keberhasilan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas penyuluh, namun juga sangat ditentukan oleh ketrampilan seluruh staf sekolah dalam memberikan pelayanan tersebut. Untuk itu diperlukan adanya “team work” yang terdiri atas kepala sekolah, konselor, guru penyuluh, guru, dan pekerja sosial (social worker). Diperlukan juga adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Untuk menelaah tugas dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim tersebut di atas, perlu ditelaah dulu beberapa pola organisasi bimbingan.
1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pada umumnya ada 3 (tiga) pola organisasi bimbingan dan konseling di sekolah. Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan dilaksanakan oleh semua staf sekolah. Pelayanan bimbingan ini merupakan bagian dari tugas mengajar yang diterima guru. Pada pola organisasi bimbingan semacam ini, tidak diperlukan seorang ahli bimbingan dan konseling yang bertugas secara khusus menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola organisasi bimbingan ini biasanya dilaksanakan di sekolah dasar atau yang sederajat. Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara khusus.
Dalam hal ini pelayanan bimbingan dikoordinir oleh seorang ahli yang bertugas khusus menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari tugas mengajar. Biasanya penyelenggaraan layanan bimbingan dengan pola ini memerlukan petugas-petugas lain yang membantu pelaksanaan program. Dalam pola yang semacam ini sudah harus ada pembagian tugas yang jelas di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya digunakan di Sekolah Menengah (SMP/SMA/SMK/MA). Pola yang ketiga adalah merupakan pola campuran antara pola yang pertama dan kedua. Dalam pola ini pelaksanaan layanan bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang dibebaskan dari tugas mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu guru terpilih harus mendapatkan latihan jabatan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan
Pada ketiga pola organisasi bimbingan di atas, tugas kepala sekolah adalah mengelola dan membina penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam program-programnya. Adapun bila dilihat dari statusnya, baik di sekolah maupun dalam organisasi bimbingan konseling pada khususnya, maka fungsi kepala sekolah adalah sebagai administrator dan supervisor. Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh program sekolah umumnya, khususnya program layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala sekolah adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya.
a. Peranan dan Fungsi Guru Bidang Studi dalam Bimbingan Konseling
Tugas utama guru adalah mengajar, tetapi untuk keberhasilannya ia perlu bekerja sama dengan petugas-petugas “pupil personnel”. Tugas guru dalam program bimbingan yang sangat penting adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan murid-murid dapat menyesuaikan diri dengan baik, di samping menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi murid-murid. Menurut Santoso (2009:19) sehubungan dengan usaha menciptakan lingkungan sekolah/kelas yang sesuai dengan azas-azas kesejahteraan jiwa, maka tugas guru bidang studi adalah:
• Mengarahkan
• Mengendalikan
• Mendampingi
• Memotivasi
• Menampilkan diri sebagai model
• Menghubungkan
• Fasilitasi
1. Menciptakan suasana kelas yang memungkinkan murid-murid merasa bebas untuk menyatakan dirinya dan menunjukan usahanya sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok;
2. Mengembangkan rasa harga diri pada anak-anak dengan menghargai pekerjaan yang baik;
3. Mempunyai pengertian bahwa tingkah laku itu ada sebabnya (bisa dari sekolah, keluarga dan masyarakat);
4. Mempunyai pengertian mengenai tingkah laku murid sehingga dapat menangani masalah-masalah disiplin dengan tepat;
5. Menghindari pemberian penghargaan yang berlebihan terhadap murid yang taat pada peraturan dan menyadari bahwa murid yang “tidak menimbulkan kesulitan” mungkin mengalami konflik emosional yang serius;
6. Mengetahui mana tingkah laku yang normal, mana yang kronis , dan bersedia untuk menyerahkan murid yang kronis tersebut kepada spesialis;
7. Bersedia menerima kenyataan bahwa tiapmurid adalah berbeda dan ia akan mencapai hasil sebanyak-banyaknya apabila ia mengetahui, memahami, dan merencanakan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan kebutuhan itu.
8. Sedangkan tugas guru bidang studi yang berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan di sekolah adalah:
9. Mendeteksi adanya kesulitan yang dihadapi muridnya dalam penyesuaian diri dan melaporkannya;
10. Membantu mengumpulkan informasi/data untuk “cumulative record”
11. Menjadi penghubungan antara sekolah dan orang tua murid;
12. Menghubungkan pelajaran dengan pekerjaan yang dicita- citakan murid;
13. Berpartisipasi dalam konferensi kasus (case-conference);
14. Memberikan informasi kepada murid-murid tentang hal-hal yang berkenaan dengan program bimbingan.
b. Tugas dan Fungsi Konselor Sekolah
Jones dalam Dharma (2008:23) mengatakan bahwa tugas utama seorang konselor adalah melakukan konseling. Apabila diberikan tugas-tugas lain maka akan mengaburkan sebutan konselor itu sendiri. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor anatar lain:
1. Pengetahuan dalam informsi mengenai pekerjaan, pendidikan dan sosial dan bagaimana menggunakannya dengan counselee; Pendidikan dalam hal psikologis dan pandangan yang luas mengenai sifat dan sebab-sebab dari kesulitan murid-murid;
2. Ketrampilan dalam menggunaka alat-alat dan teknik yang dipergunakan dalam analisis individu; Membantu peserta didiknya untuk memahami kekuatan, kelemahan serta kesempatan yang ada pada dirinya;
3. Untuk mendapatkan informasi mengenai individu-individu yang berguna bagi perencanaan dan memimpin kegiatan kelas;
4. Dalam menggunkan test dan teknik-teknik evaluasi;
5. Menyelenggarakan bimbingan kelompok dalam merencanakan dan memimpin kegiatan semacam itu;
6. Bekerja sama dengan guru-guru lain dalam memecahkan masalah-masalah murid;
7. Berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum sekolah;
8. Berpartisipasi dalam membantu program penataran bimbingan di sekolah;
9. Membantu sekolah dalam bekerjasama dengan masyarakat, yang meliputi;
10. Bertindak sebagai penguhubung antara sekolah dan masyarakat untuk mengusahakan agar sumber-sunber pelayanan yang ada di masyarakat dapat dipergunakan oleh murid-murid dan guru-guru;
11. Menginterpretasikan program sekolah terutama program bimbingan kepada masyarakat.
c. Tugas dan Fungsi Psikolog Sekolah
Tugas utama psikolog sekolah adalah melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan diagnosis dan penyembuhan masalah atau kesulitan belajar yang nampak pada kurangnya penyesuaian dalam belajar atau penyesuaian pribadi-sosial;
1. Bekerjasama dengan orang tua murid untuk memperbaiki hubungan orang tua dengan anaknya;
2. Memberikan pelayanan-pelayanan khusus bagi anak yang berkelainan;
3. Menyelenggarakan in servis training bagi guru-guru mengenai aplikasi kesejahteraan jiwa di sekolah;
4. Mengadakan riset, terutama mengenai pendekatan- pendekatan praktis terhadap masalah-masalah sekolah;
5. Berpartisipasi secara aktif dalam merumuskan kebijakan- kebijakan mengenai program kesehatan sekolah dan membantusekolah dalam mengembangkan dan mengelola program kesehatan;
6. Mengkoordinasikan penilaian kesehatan dari semua siswa dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan siswa yang dapat menganggu belajarnya;
7. Mengkoordinasikan penyediaan P3K di sekolah
8. Mengkoordinasikan program sekolah dengan keseluruhan program kesehatan masyarakat.
G. EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN KONSELING
Penilaian suatu program berarti mengadakan pertimbangan secara sistematis tentang efektifitas suatu kegiatan yang berkitan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan norma yang khusus. Penilaian sistematis suatu program menghasilkan beberapa nilai terhadap individu yang berhubungannya dengan sebuah layanan sering juga pengembangan program itu sendiri. Karena itu bimbingan masa depan sangat tergantung pada dat-data kongkrit mengenai keuntungan dan keterbatasannya. Evaluasi program bimbingan bersifat keharusan karena efektivitasnya harus diketahui dan program itu sendiri harus dikemabngkan. Karena itu penilaian secara kontinu harus diadakan karena kepeutusan mengenai personel, waktu, aktifitas dan lainnya harus dibuat. Penilaian secara sistematis sangat diperlukan sebagai dasar pengembangan program itu sendiri.
Selanjutnya Sukardi (1990:47) menyatakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dimaksudkan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah dirumuskan bahwa;
1. Evaluasi pelaksanakan program bimbingan dn konseling merupakan suatu usaha untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling.
2. Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling ialah suatu usaha penelitian, dengan cara mengumpulkan data secara sistematis, menarik kesimpulan atas dasar data yang diperoleh secara onjektif, mengadakan penafsiran dan merencanakan langkah-langkah perbaikan, pengembangan, dan pengarahan staf.
Secara umum penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling bertujuan untuk:
1. Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling.
2. Mengetahui tingkat efesiensi dan efektivitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
a. Jenis Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah
1. Evaluasi Peserta didik (input)
Untuk mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolah, maka pemahaman terhadap peserta didik yang mendapatkan bimbingan dan konseling penting dan perlu. Pemahaman mengenai peserta didik perlu dilakukan sedini mungkin. Dengan pemahaman terhadap peserta didik ini dapat dipakai untuk mempertimbangkan hasil pelaksanaan program bimbingan bila dibandingkan dengan produk yang dicapai. Evaluasi ini mulai dari layanan pengumpulan data pada saat peserta didik diterima di sekolah bersangkutan.
2. Evaluasi Program
Jenis evaluasi program ini dilakukan demi untuk peningkatan mutu program bimbingan dan konseling sekolah. penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah dibagi menjadi beberapa kegiatan layanan, yaitu; (1) layanan kepada peserta didik, (2) layanan kepada guru, (3) layanan kepada kepala sekolah, (4) layan kepada orang tua siswa/ masyarakat. Jenis evaluasi pelaksanaan program ini memerlukan alat-alat/instrumen evaluasi yang baik.
3. Evaluasi Proses
Untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam program bimbingan dan konseling di sekolah, dituntut proses pelaksaan program bimbingan yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan.
4. Evaluasi Hasil
Jenis evaluasi pelaksanaan program ini diadakan melalui peninjauan terhadap hasil yang diperoleh seseorang yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan bimbingan dan melalui peninjauan terhadap kegiatan itu sendiri. Peninjauan evaluatif itu memusatkan perhatian pada efek-efek yang dihasilkan sesuai dengan tujuan-tujuan bimbingan yang dikenal dengan nama evaluasi produk atau evaluasi hasil. Jadi untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan dari pelkasanaan program bimbingan di sekolah dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dari pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
b. Prinsip-prinsip Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling
Menurut Gibson dan Mitchell (1981), mengemukakan seberapa prinsip yang semestinya diperankan dalam penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling, sebagai berikut:
1. Evaluasi yang efektif menuntut pengenalan terhadap tujuan-tujuan program.
2. Evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang jelas.
3. Evaluasi yang melibatkan berbagai unsur yang profesional.
4. Evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan, berarti bahwa evaluasi program bimbingan dan konseling bukan merupakan kegiatan yang bersifat isidental, melainkan proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan.
c. Metode/pendekatan Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan konseling
Pendekatan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling dapat dilakukan dengan berbagai cara dan kegiatan. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menyelenggarakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan konseling diantaranya:
1. Metode survei, metode ini dimaksudkan guna mendapatkan data tentang lingkungan, pengelolaan, sikap dan pandangan personel sekolah, sikap dan pandangan siswa terhadap program bimbingan. Jadi, metode survei ini merupakan usaha untuk mengenal keadaan sesunggguhnya dari suatu sekolah dengan secara menyeluruh sebagaimana adanya.
2. Metode observasi, sebelum melaksanakan observasi dibutuhkan suatu rencana yang terinci, yang mencakup perilaku-perilaku siswa yang diamati oleh siapa akan diamati, akan direkam dengan cara yang bagaimana, dan akan diberi interpretasi evaluatif menurut apa. Dengan demikian, perencanaan yang rinci, pembuatan pedoman atau kriteria dan keterlibatan lebih dari satu orang dalam observasi akan diperoleh data yang lebih terarah, tepat, dan objektif.
3. Metode eksperimental, metode ini dimaksudkan untuk mempelajari satu kelompok atau lebih yang menyangkut apakah tujuan layanan yang diharapkan itu dapat tercapai atau belum dan apakah layanan tersebut efektif dan efisien atau tidak.
4. Metode studi kasus, metode ini digunakan untuk mengumpulkan dta mengenai keadaan seseorang siswa dijadikan objek studi kasus. Metode ini cukup banyak memakan waktu, akan tetapi memiliki beberapa keuntungan tertentu.
d. Sumber Data/informasi Kriteria Penilaian Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling
Adapun sumber data yang perlu dihubungi, sangat tergantung pada jenis data atau informasi yang diperlukan. Sumber-sumber data yang dapat dihubungi diantaranya:
1. Kepala sekolah
2. Wakil kepala sekolah
3. Koordinator bimbingan dan konseling
4. Konselor sekolah
5. Guru mata pelajaranaa
6. Personel sekolah lainnya
7. Siswa dan teman dekatnya
8. Orang tua dan masyarakat
9. Para ahli atau lembaga-lembaga yang terkait.
e. Hambatan-hambatan dalam Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Koseling di Sekolah.
Ada beberapa hambatan yang dirasa sampai saat ini dalam evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan koseling di skolah diantaranya:
1. Pelaksana-pelaksana bimbingan di sekolah tidak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk melaksanakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan koseling.
2. Pelaksana-pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah memiliki latar belakang pendidikan yang sangat bervareasi baik ditinjau dari segi jenjang mauapun programnya, sehingga kemampuannyapun dalam mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling sangat bervaresi termasuk dalam menyusun, membakukan dan mengembangkan instrumen evaluasi.
3. Belum tersedianya alat-alat atau instrumen evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah yang valid, reliabel, dan objektif.
4. Belum diselenggarakannya penataran, pendidikan atau pelatihan khusus yang berkaitan tentang evaluasi pelaksaan program bimbingandan konseling pada umumnya, dan penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi pelaksaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
5. Penyelenggaraan evaluasi membutuhkan banyak waktu dan uang.
6. Belum adanya guru inti atau instruktur bimbingan dan konselinga yang ahli dalam bidang evaluasi pelaksaan program bimbingan dan koseling di sekolah.
H. TINDAK LANJUT PROGRAM BIMBINGAN KONSELING
Hasil dari evaluasi program ditindaklanjuti dengan kegiatan kegiatan yang mengarah pada kemajuan dan terpecahkannya masalah yang belum terselesaikan.
Daftar Pustaka
https://dosenpsikologi.com/psikologi-pendidikan
Darwoto. 2010. Administrasi Pelayanan Khusus. (http:// darwoto.wordpress.com/2010/03/17/administrasi- pelayanan-khusus/,).
Depdiknas. 2007. Manajemen Layanan Khusus Sekolah. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah DiRektorat Pendidikan Umun.1994. Kurikulum SLTP: Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.
Dharma, Surya. 2008. Bimbingan dan konsleing di Sekolah. Jakarta:Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Djoko Budi Santoso. 2006. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling di sekolah. Malang: UM FIP Program Studi Bimbingan dan Konseling.
https://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/
Imron, Ali. 1995. Manajemen Peserta Didik di Sekolah. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas.
Kusmintardjo. 1992. PENGELOLAAN LAYANAN KHUSUS DI SEKOLAH. Jilid II. Malang: UPT PERPUSTAKAAN UM
Kusmintardjo. 1992. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah (Jilid 1). Malang:OPF IKIP Malang.
Manajemen Layanan Khusus di Sekolah. Malang:Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Administrasi Pendidikan.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar- Mengajar. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan. 2001. Buku Ajar
Whiterington. 1982 Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.