Do you know? Macam-Macam Kepala Negara (Khalifah) Dan Persyaratannya

Do you know? Macam-Macam Kepala Negara (Khalifah) Dan Persyaratannya
Bentuk pemerintahan manusia yang di inginkan Islam adalah bedasarkan pandangan Al-qur’an, ialah ada pengakuan negara akan kepemimpinan kedaulatan Allah dan RasulNya di bidang perundang-undangan, menyerahkan segala kekuasaan legislatif dan kedaulatan tertinggi kepada keduannya dan menyakini bahwa khilafahnya itu mewakili Sang Hakim yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.  Hal ini bisa kita lihat pada Al-qur’an (surat 38:26). Doktrin tentang khilafah yang di sebutkan dalam Al-qur’an bahwa segala sesuatu di atas bumi ini yang di peroleh seseorang manusia hanyalah karunia dari Allah SWT. Berdasarkan hal ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia (manusia) hanyalah Khalifah atau wakil Sang Pemilik yang sebenarnya.
Apapun bentuk pemerintahannya (Republik, Monarkhi, Teknikrasi, Timokrasi, Kleptokrasi atau bentuk lainnya) yang terpenting adalah Siapa yang menjadi pemimpin sebuah negara tersebut haruslah berpagang teguh pada petunjuk Allah Subhanahu wata'ala, itu yang kita harapkan sekarang ini. Nah Bagaimana kita menemukan seorang pemimpin yang seperti itu? Adakah pemimpin yang seperti itu? Sudah menjadi kewajiban kita bahwa pentingnya menyiapkan orang-orang yang akan memimpin umat Islam, sehingga seorang pemimpin mampu membawa dan menghidupkan Peradaban Islam,  peradaban umat secara keseluruhan, tidak memandang ras, golongan, suku, mazhab dan organisasi ataupun perbedaan lainnya serta tetap menjaga "Bhineka Tunggal Ika" tetap terjaga, pemimpin yang memperkuat keikhlasan berjuang karena Allah swt., bukan berjuang untuk kelompok. Semoga Allah swt. memberi kemenangan pada umat Islam dengan kembalinya peradaban Islam dalam pentas kehidupan. Wallahu a’lam.

Ulama besar Islam yang yang ahli dibidang pengetahuan umum.. Imam Al Ghazali memberikan  7 (tujuh ) persyaratan bagi seorang Kepala Negara, yaitu beragama Islam, mampu bertindak, mempunyai kewibawaan, jujur  dalam keuangan dan memiliki ilmu pengetahuan.

Beliau menerangkan dalam kitabnya Mustazh-hiriyah yang membagi 4 macam kepala negara yang semua tingkatannya berbeda yaitu:
1. Khalifah adalah, kepala negara Islam yang memenuhi segala persyaratan yang paling tinggi mutunya.
Syarat menjadi khalifah

Syarat pertama adalah Islam/Muslim, tidak sah jika ia kafir, munafik,  atau  diragukan  kebersihan aqidahnya.
seluruh sahabat menyapakati syarat ini yaitu islam, maka tidak boleh bagi negara islam atau yang mayoritas penduduknya adalah muslim di pimpin oleh seorang yahudi atau kristen atau yang lain yang bukan beragama islam, walaupun di beberapa negara yang mayoritas penduduknya muslim tidak menerapkan hal ini, sehingga ia di kuasai oleh penguasa kristen, tentu saja hal ini menyalahi syari'at secara nyata.

Syarat kedua: balig (dewasa).

hal ini juga di sepakati oleh seluruh sahabat bahwa setiap calon khalifah atau pemimpin harus sudah baligh.
Rasul Muhammad Shalallahu'alaihi wasalam. pernah bersabda:

Telah diangkat pena (beban hukum, peny.) dari tiga golongan: dari anak-anak hingga ia balig; dari orang yang tidur hingga ia bangun; dan dari orang yang rusak akalnya hingga ia sembuh. (HR Abu Dawud).
Dalam riwayat lain disebutkan:

Telah diangat pena (beban hukum, peny.) dari tiga golongan: dari orang gila hingga ia sembuh; dari orang yang tidur hingga ia bangun; dan dari anak-anak hingga ia balig. (HR Abu Dawud).

Orang yang telah diangkat pena (beban hukum, peny.) darinya tidak sah mengelola urusannya. Secara syar‘i ia bukan seorang mukallaf. Karena itu, ia tidak sah menjadi khalifah atau menduduki jabatan penguasa selainnya, karena ia tidak memiliki hak untuk mengelola berbagai urusan. Dalil lain yang menunjukkan ketidakbolehan Khalifah dari kalangan anak-anak yang belum balig adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam al- Bukhari:

Dari Abu Aqil Zuhrah bin Ma‘bad, dari kakeknya Abdullah bin Hisyam, sementara ia mengenal Nabi saw. dan Ibunya, yakni Zainab binti Humaid; ia pernah membawanya menemui Rasulullah saw., lalu ibunya berkata, “Ya Rasulullah, terimalah baiatnya.” Nabi saw. bersabda, “Ia masih kecil.” Lalu Rasul mengusap kepalanya dan mendoakannya. (HR al-Bukhari).

Jika baiat anak kecil tidak dianggap sah, dan ia pun tidak sah dibaiat oleh orang lain sebagai khalifah, maka lebih utama lagi ia untuk tidak menjadi khalifah.

Syarat ketiga: laki-laki.
Laki-laki,  tidak  sah  jika  perempuan,  karena  Rasulullah  SAW  bersabda, “Tidak  akan  sukses  suatu  kaum  jika mereka  menjadikan  wanita  sebagai pemimpin”.
seorang pemimpin suatu negara, atau yang menjadi panutan utama di negara tersebut haruslah seorang laki-laki, saya tahu bahwa di beberapa negara islam atau mayoritas penduduknya adalah muslim, mengangkat seorang wanita sebagai pemimpinnya, boleh jadi mereka tidak mempunyai atau butuh kepada seorang laki-laki yang memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin, syarat bahwa seorang pemimpin haruslah seorang laki-laki, tentunya hal ini terpenuhi pada diri setiap calon khalifah di zaman sahabat.

oleh karena itu ketiga syarat ini yaitu: islam, balig (dewasa) dan laki-laki, tidak satupun dari para sahabat yang mengklaim dirinya lebih utama dari yang lain.

Merdeka, tidak sah  jika  ia budak, karena  ia harus memimpin dirinya dan orang lain. Sedangkan budak tidak bebas memimpin  dirinya,  apalagi  memimpin orang  lain.

Syarat keempat: adil.

seluruh sahabat tanpa terkecuali adalah adil sesuai kesepakatan para ulama, adil ialah: kemampuan atau naluri yang terdapat pada pribadi seseorang yang akan membawanya untuk selalu bertakwa dan menjaga keperwiraan atau muru’ah.

sementara takwa, sekalipun ia adalah termasuk perbuatan-perbuatan yang membutuhkan keserasian antara yang batin (tersembunyi) dan yang dzahir (yang nampak), sunyi dan terang-terangan, akan tetapi takwa di sini yang mendasari syarat adil ialah sesuai yang terlihat orang saja, karena tidak ada satupun manusia yang mampu untuk mengetahui bagaimana hati seseorang, berdasarkan dari tolak ukur ini, maka defenisi takwa yang di inginkan pada diri seorang khalifah ialah:

"menjauhi perbuatan-perbuatan yang buruk seperti: kemusyrikan, fasik dan bid'ah".

maka ia tidak boleh melakukan perbuatan apapun yang mengandung kemusyrikan, begitupun dia harus menjauhi segala perbuatan yang bisa membuat ia di klaim sebagai orang fasik, seperti meninggalkan shalat, tidak menunaikan zakat, meninggalkan kewajiban berpuasa (di bulan ramadhan), dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar yang lain seperti meminum minuman keras (atau yang sejenisnya seperti narkoba), berzina, secara terang-terangan melakukan perkataan dan perbuatan yang keji, membunuh tanpa hak, dan mencaci agama.

seorang pemimpin juga harus menjauhi segala perbuatan bid'ah dan tidak mendakwahkannya, dan ulama berbeda pendapat mengenai dengan dosa-dosa kecil artinya apakah menjauhinya adalah termasuk suatu syarat atau bukan untuk menjadi seorang khalifah, para ulama sepakat bahwa orang yang senantiasa melakukan dosa-dosa kecil akan membuat ia tidak dapat di kategorikan sebagai orang yang adil.

adapun yang di maksud dengan kata al muru'ah ialah: menjauhi dari segala bentuk-bentuk kekurangan-kekurangan (aib), yang biasanya hal tersebut bukanlah hal yang di haramkan tapi mubah akan tetapi ia (sebagai seorang khalifah atau pemimpin) tidak pantas untuk melakukan hal tersebut, hal ini berkaitan dengan kebiasaan dan syari'at secara bersamaan, contohnya terlalu banyak bercanda, karena hilangnya kemuliaan seseorang akan menjatuhkan muru'ah seorang laki-laki, sekalipun ia benar atau jujur ketika bercanda atau bersenda gurau.

orang-orang dulu menganggap bahwa makan di jalan dan di pasar-pasar adalah termasuk yang dapat menjatuhkan muru'ah seseorang, akan tetapi kebiasaan atau adat seseorang membolehkan hal tersebut atau menganggapnya hal yang biasa, dan syari'atpun tidak melarang hal tersebut.

oleh karena itu syarat adil ialah di maksudkan agar seorang khalifah bertakwa dan mempunyai muru'ah , sekalipun kita telah menyebutkan bahwa seluruh sahabat radhiyallahu'anhum ajma'in tanpa terkecuali adalah adil ('uduul) dari sisi ini, akan tetapi yang jelas dan telah di maklumi bahwa abu bakar radhiyallahu'anhu adalah sahabat yang paling adil di bandingkan dengan yang lain, beliau lebih bertakwa di bandingkan dengan para sahabat yang lain, dan lebih menjaga muru'ah, hal ini sesuai dengan hadits-hadits yang telah kita sebutkan dan sesuai dengan kesaksian rasulullah saw. untuknya dengan keimanannya, persahabatannya dan menempati level tertinggi di surga (bersama dengan rasulullah saw.).

syarat-syarat lain yang abi bakar radhiyallahu'anhu lebih unggul di dalamnya , sebagai berikut:

akan datang beberapa syarat setelah syarat-syarat yang telah di sebutkan tadi, yang mana setiap sahabat memiliki syarat-syarat tersebut di dalam diri mereka masing-masing, sekarang kita akan menyebutkan syarat-syarat yang lain yang sangat penting, hal ini membutuhkan beberapa penilitian yang berkaitan dengan keadaan sahabat, agar kita melihat siapa dari sahabat yang paling pantas untuk menjadi seorang khalifah sesuai dengan syarat-syarat ini, adapun syarat-syarat tersebut ialah:

· berani dan kuat.

· berilmu dan ahli dengan hal-hal yang berkaitan dengan fiqhi, agama, dan kehidupan secara umum.

· berpandangan baik, dapat mengatur dengan baik dan bijaksana dalam setiap hal.

Syarat kelima adalah Profesional  (amanah dan kuat). Khilafah  itu  bukan  tujuan,  akan  tetapi sarana  untuk  mencapai  tujuan-tujuan yang  disyari’atkan  seperti menegakkan keadilan,  menolong  orang-orang  yang didzhalimi, memakmurkan bumi, memerangi  kamu  kafir,  khususnya  yang memerangi umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya.

Syarat keenam adalah Sehat  (penglihatan,  pendengaran,  dan lidahnya serta  tidak  lemah  fisiknya). Orang yang cacat fisik atau  lemah  fisik tidak sah kepemimipinannya, karena bagaimana mungkin orang seperti itu mampu menjalankan  tugas besar untuk kemaslahatan agama dan  umatnya?  Untuk  dirinya  saja  memerlukan bantuan orang  lain.

Syarat ketujuh adalah Pemberani,  orang-orang  pengecut  tidak sah  jadi Khalifah. Bagaiman mungkin orang pengecut itu memiliki  rasa  tanggung  jawab  terhadap  agama Allah  dan  urusan  Islam  dan  umat  Islam?  Ini  yang dijelaskan  oleh  Umar  Ibnul  Khattab  saat  beliau berhaji:  Dulu  aku  adalah  pengembala  unta  bagi Khattab (ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat aku dipukuli,  ia  berkata:  anda  telah  menelantarkan (unta-unta)  itu. Jika aku  tergesa-gesa  ia pukul aku dan  berkata:  anda  tidak menjaganya  dengan  baik.Sekarang aku telah bebas, merdeka dipagi dan sore hari. Tak ada lagi seorang pun yang aku takuti selain Allah. Dari Suku Quraisy, yakni dari suku Fihir bin Malik,  bin Nadhir,  bin Kinanah,  bin Khuza’ah.

8. Syarat kedelapan Khalifah harus orang merdeka. Sebab, seorang hamba sahaya adalah milik tuannya sehingga ia tidak memiliki kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri. Tentu saja ia lebih tidak memiliki kewenangan untuk mengatur urusan orang lain, apalagi kewenangan untuk mengatur urusan manusia.

2. Wali Al Amr Dharury Bis Syaukah (contohnya Bung Karno), adalah kepala negara Islam yang tidak memenuhi persyaratan, namun pengakuan atasnya karena keadaan darurat.
Keterangan, dalam kitab:

Ihya’ Ulum al-Din [1]
الْأَصْلُ الْعَاشِرُ أَنَّهُ لَوْ تَعَذَّرَ وُجُودُ الْوَرَعِ وَالْعِلْمِ فِيمَنْ يَتَصَدَّى لِلْإِمَامَةِ وَكَانَ فِي صَرْفِهِ إِثَارَةُ فِتْنَةٍ لَا تُطَاقُ حَكَمْنَا بِانْعِقَادِ إِمَامَتِهِ لِأَنَّا بَيْنَ أَنْ نُحَرِّكَ فِتْنَةً بِالاسْتِبْدَالِ فَمَا يَلْقَى الْمُسْلِمُونَ فِيهِ مِنَ الضَّرَرِ يَزِيدُ عَلَى مَا يَفُوتُهُمْ مِنْ نُقْصَانِ هذِهِ الشُّرُوطِ الَّتِي أُثْبِتَتْ لِمَزِيَّةِ الْمَصْلَحَةِ فَلَا يُهْدَمُ أَصْلُ الْمَصْلَحَةِ شَغَفًا بِمَزَايَاهَا كَالَّذِي يَبْنِي قَصْرًا وَيَهْدِمُ مِصْرًا وَبَيْنَ أَنْ نَحْكُمَ بِخُلُوِّ الْبِلَادِ عَنِ الْإِمَامِ وَبِفَسَادِ الْأَقْضِيَّةِ وَذلِكَ مُحَالٌ وَنَحْنُ نَقْضِي بِنُفُوذِ قَضَاءِ أَهْلِ الْبَغْيِ فِي بِلَادِهِمْ لِمَسِيسِ حَاجَتِهِمْ فَكَيْفَ لَا نَقْضِي بِصِحَّةِ الْإِمَامَةِ عِنْدَ الْحَاجَةِ وَالضَّرُورَةِ

Dasar yang kesepuluh, seandainya tidak ada orang wara’ (bertakwa) dan berilmu untuk diangkat menjadi imam (penguasa pemerintah) dalam hal fitnah yang ditimbulkan karena kebijakannya tidak dapat dihindari, maka kita memandang sah kedudukannya sebagai imam. Sebab kita dihadapkan kepada dua pilihan. Pertama, timbulnya fitnah manakala dilakukan pergantian (imam yang zalim), artinya madharat yang menimpa umat Islam akan lebih besar dibanding dengan membiarkan imam yang tidak memenuhi syarat, di mana syarat tersebut memang diperlukan untuk kemaslahatan. Sebab, prinsip kemaslahatan tidak boleh dihancurkan karena ingin mencapai kemaslahatan yang sempurna, seperti orang yang membangun suatu gedung tetapi menghancurkan kotanya. Kedua, membiarkan Negara tanpa imam dan rusaknya tatanan hukum, suatu hal yang tidak boleh terjadi.

Kita memandang sah keputusan hukum qadhi (hakim) yang zalim dalam wilayah kekuasaanya karena memang sangat diperlukan (dalam kehidupan mereka). Bagaimana mungkin kita tidak memandang sah seorang imam (yang tidak memenuhi syarat) dalam keadaan yang sangat dibutuhkan dan karena darurat.

3. Wali Al Amr Bis Syaukah (pemberontak) adalah, kepala negara yang merebut kekuasaan dengan kekerasan, bukan karena pilihan. Jenis kepala negara ini dapat dicontohkan; kepala negara yang merebut kekuasaan dengan cara memberontak pada pemerintahan yang ada.

هم الخارجون عن طاعة بتأويل فاسد لا يقطع بفساده إن كان لهم شوكة بكثرة أو قوة و فيهم مطاع

( أسنى المطالب ج: 4 ص: 111 )

Bughat adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan dengan ta`wil yang fasid (keliru), yang tidak bisa dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah), karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin yang ditaati.” (Asna Al-Mathalib, IV/111).

Jadi menurut ulama Syafi’iyah, bughat itu adalah pemberontakan dari suatu kelompok orang (jama’ah), yang mempunyai kekuatan (syaukah) dan pemimpin yang ditaati (muthaa’), dengan ta`wil yang fasid (Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, II/674)

… البغاة … الخارجون عن إمام ولو غير عدل بتأويل سائغ و لهم شوكة ولو لم يكن فيهم مطاع

( شرح المنتهى مع كشاف القناع ج: 4 ص: 114 )

“Bughat adalah orang-orang memberontak kepada seorang imam –walaupun ia bukan imam yang adil– dengan suatu ta`wil yang diperbolehkan (ta`wil sa`igh), mempunyai kekuatan (syaukah), meskipun tidak mempunyai pemimpin yang ditaati di antara mereka.” (Syarah Al-Muntaha ma’a Kasysyaf al-Qana’, IV/114).

Jadi definisi definisi bughat adalah kelompok yang padanya terpenuhi 3 (tiga) syarat secara bersamaan, yaitu : (1) melakukan pemberontakan kepada khalifah/imam, (2) mempunyai kekuatan yang memungkinkan bughat untuk mampu melakukan dominasi, dan (3) mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan politisnya (Haikal, 1996:63).

Ancaman bagi para pemberontak disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW :

… مَنْ خَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً … ( روه مسلم عن أبي هريرة )

“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim No. 3436 dari Abu Hurairah).

4. Zus Syaukah adalah, kepala negara yang yang tidak memenuhi syarat dan berkuasa atas suatu negara yang bukan negara islam.  wallahu a'lam
Pembaca yang budiman, jika Anda merasa bahwa artikel di blog ini bermanfaat, silakan bagikan ke media sosial lewat tombol share di bawah ini:
 
About - Contact Us - Sitemap - Disclaimer - Privacy Policy
Back To Top