Rangkuman Materi PKn SD/MI, MTs/SMP, SMA/MA/SMK, Perguruan Tinggi, Lengkap

Rangkuman Materi PKn SD/MI, MTs/SMP, SMA/MA/SMK, Perguruan Tinggi, Lengkap

Contents [Show Up]
Rangkuman Materi PKn SD/MI, MTs/SMP, SMA/MA/SMK, Perguruan Tinggi, Lengkap
Kronologis Sejarah Perumusan Pancasila Dasar Filsafat Negara

a. Masa Penjajahan Jepang
Perang Dunia II antara kelompok Sekutu melawan kelompok Amerika Serikat (Sentral) semakin berkecamuk. Pada tanggal 1 Maret 1945 tentara Jepang (Dai Nippon Teikoku) mendarat di Pulau Jawa dan memaksa Gubernur Jenderal Belanda, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menyerah tanpa syarat kepada Panglima Bala Tentara Jepang, Jenderal Imamura di Kalijati (Subang-Jawa Barat) pada 9 Maret 1945. Dengan demikian berakhirlah penjajahan Hindia Belanda di Nusantara, dan mulailah penjajahan Jepang di tanah air kita tercinta. Sementara itu Perang Dunia masih terus berkecamuk.
Rangkuman Materi PKn SD/MI, MTs/SMP, SMA/MA/SMK, Perguruan Tinggi, Lengkap

Pada tahun 1943 tentara Jepang mulai terdesak di semua medan pertempuran. Dalam keadaan yang demikian, Pemerintah Jepang memberikan janji kepada bangsa Indonesia, bahwa bangsa Indonesia akan diberikan kemerdekaan di kelak kemudian hari dalam lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya, apabila perang dunia II berakhir dengan kemenangan pada pihak Jepang. Janji tersebut diucapkan oleh Perdana menteri Jepang Jenderal Kaiso pada 7 September 1944 di depan sidang Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Jepang (Toikuhu Gikai).

Janji tersebut tertunya bermaksud agar Bangsa Indonesia simpati kepada Jepang dalam menghadapi tentara Sekutu.
Pada 1 Maret 1945, bertepatan dengan tiga tahun dimulainya ”Pembangunan Jawa Baru” (pendaratan Tentara Jepang di Jawa)

Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa akan segera dibentuk Dokuritsu Zyumbi cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pada 29 April 1945, oleh Seikoo Sikikan dibentuklah Dokuritsu Zyumbi cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, yang beranggotakan 63 orang, yang terdiri dari Ketua /Kaicoo( Dr. KRT, Radjiman Wedyodiningrat, Ketua Muda /Fuku Kaicoo Ichbangase (orang Jepang), dan seorang ketua muda dari bangsa Indonesia RP Soeroso (Effendi, 1995: 9). BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945
(bertepatan kelahiran Kaisar Jepang Tenno Haika) oleh Letnan Jenderal Kumakici, Panglima Tentara Keenam Belas Jepang di Jawa. Tugas pokok BPUPKI adalah menyelenggarakan pemeriksaan dasar tentang hal-hal penting, rancangan-rancangan dan penyelidikan yang berhubungan dengan usaha mendirikan negara Indonesia yang baru (Pasha, 2003:8).

b. Sidang BPUPKI I (29 Mei – 1 Juni 1945)
Sehari setelah dilantik, Badan penyelidik Usaha Persiapan
kemerdekaan Indonesia / Dokuritsu Zyunbi Tyosakai segera mengadakan
sidang, yang dikenal dengan Sidang BPPKI pertama. Sidang dilaksanakan
dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Dalam sidang ini secara
berturut-turut tampil beberapa tokoh, yang menyampaikan usulan yang
berupa gagasan dasar Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh tersebut adalah:
1) Muhammad Yamin
Muhammad Yamin yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945
menyampaikan usul dasar Indonesia merdeka adalah :
I. Peri Kebangsaan
II. Peri Kemanusiaan
III. Peri Ketuhanan
IV. Peri Kerakyatan (A.Permusyawaratan, B. Perwakilan, C. Kebijaksanaan)
V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial) ( Kaelan, 2002: 38).
2) Tokoh-tokoh Islam
Sidang hari kedua, 30 Mei 1945 tampil tokoh-tokoh Islam, yaitu
K.H. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo dan K.H.A. Kahar
Muzakir. Mereka mengusulkan agar dasar negara yang disepakati
nanti adalah dasar Islam, mengingat bahwa sebagian terbesar rakyat
Indonesia beragama Islam. Tetapi Bung Hatta yang berpidato pada
hari itu juga tidak menyetujui dasar Islam ini. Bung Hatta
mengusulkan agar dibentuk Negara Persatuan Nasional, yang
memisahkan urusan negara dengan urusan agama (Effendi, 1995: 14).
3) Soepomo
Giliran kedua yang mendapat kesempatan untuk berpidato adalah
Soepomo, pada tanggal 30 Mei 1945. Menurut Effendi (1995:14)
dalam pidatonya Supomo menguraikan panjang lebar tentang teori
kenegaraan secara yuridis, politis dan sosiologis, serta syarat-syarat
berdirinya negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan dan
hubungan antara negara dan agama.
Supomo setuju dengan pendapat Bung Hatta agar urusan agama
dipisahkan dengan urusan negara. Ia juga tidak menyetujui dasar
Islam, karena menurutnya tidak sesuai dengan cita-cita negara
persatuan yang telah diidam-idamkan. Supomo juga mengusulkan,
negara yang akan dibentuk merupakan negara yang akan menjadi
anggota dari lingkungan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya.
Sedangkan di lingkungan ini, menurut Supomo anggota-anggota
yang lain seperti Negeri Nippon, Tiongkok, Manchukuo, Filipina, Thai,
Birma bukan negara Islam. Supomo mengusulkan dasar negara yang
mirip dengan usulan Yamin. Ia mengusulkan dasar negara, sebagai berikut:
I. Persatuan (persatuan hidup)
II. Kekeluargaan
III. Keseimbangan lahir batin
IV. Musyawarah
V. Semangat Gotong royong (Keadilan sosial) (Effendi, 1995:14)
4) Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945, giliran Soekarno berpidato di depan
sidang BPUPKI. Pada awal pidatonya, ia mengemukan, “ Setelah tiga
hari berturu-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya
mendapatkan kehormatan untuk mengemukakan pula pendapat
saya. Saya akan menepati permintaan Tuan Ketua yang Mulia.
Apakah permintaan Tuan Ketua yang Mulia? Tuan Ketua yang Mulia
minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk
mengemukakan dasar Indonesia merdeka Dasar inillah nanti akan
saya kemukakan di dalam pidato saya ini” (Ana,I.D.,Singgih
Hawibowo, dan Agus Wahyudi (ed), 2006: 92).
Dalam pidato tersebut Soekarno mengusulkan dasar negara yang
terdiri atas lima prinsip. Lima prinsip tersebut oleh teman beliau yang
ahli bahasa (tidak disebutkan namanya) di beri nama Pancasila. Lima
prinsip yang diajukan oleh Soekarno adalah :
I. Nasionalisme ( Kebangsaan Indonesia)
II. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
III. Mufakat (Demokrasi)
IV. Kesejahteraan Sosial
V. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Soekarno juga mengusulkan, tiga asas dasar Indonesia merdeka
yang diberi nama Tri Sila, yang merupakan perasan dari Pancasila
yang terdiri dari tiga sila, yaitu:
I. Socio- Nasionalisme
II. Socio-democratie
III. Ketuhanan
Dalam pidatonya Bung Karno juga mengatakan,” Jikalau saya
peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka
dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan Gotong-royong” atau Ekasila.

Selesai sidang, BPUPKI membentuk Panitia Kecil atau Panitia Sembilan
untuk merumuskan kembali secara bersama-sama hasil sidang BPUPKI I
berdasarkan sumbangan-sumbangan pemikiran para pembicara. Sembilan
tokoh yang dibentuk oleh BPUPKI yang merupakan Panitia Sembilan,
menurut Pasha, (2003: 21-22) secara representatif telah mewakili golongan
kebangsaan dan golongan Islam. Empat tokoh yang mewakili golongan
kebangsaan adalah Bung Hatta, Mohammad Yamin, Ahmad Soebardjo dan
A.A. Maramis. Empat tokoh dari golongan Islam adalah H. Agus Salim,
Abikusno Tjokrosujoso (yang keduanya merupakan tokoh politisi Muslim),
K.H. Abdul Kahar Muzakir (tokoh Muhammadiyah), dan K.H. Wachid
Hasjim (tokoh N.U.). Kedelapan tokoh tersebut diketuai oleh Bung Karno.
Pada tangga 22 Juni 1945 setelah bekerja keras, Panitia Sembilan
berhasil merumuskan sebuah naskah yang oleh Mohammad Yamin diberi
nama ”Piagam Jakarta” atau ”Jakarta Charter” yang di dalamnya terdapat
rumusan Pancasila, yaitu :
I. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
II. Kemanusiaan yang adil dan beradab
III. Persatuan Indonesia
IV. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
V. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Soepomo menyatakan bahwa Piagam Jakarta benar-benar merupakan
“Perjanjian moral yang sangat luhur”. Sedangkan menurut Soekiman
Wirjosandjojo menyebutnya sebagai “Gentlement Agreement” (Pasha, 2003 23).

Notonagoro (1983: 168) mengomentari Piagam Jakarta sebagai berikut,”
Pancasila yang disusun pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 Anggauta
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
sebagai ’suatu perjanjian moral yang sangat luhur”. Pancasila dalam
hari kedua ini disetujui oleh Panitia Kecil Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapat besar Badan tersebut pada
tanggal 10 Juli 1945. Dalam pidatonya, Ketua Panitia Kecil itu, ialah P.Y.M.
Presiden Negara kita sekarang menyatakan bahwa” Sebenarnya adalah
kesukaran antara golongan yang dinamakan Islam dan golongan yang
dinamakan kebangsaan, mula-mula ada kesukaran mencari kecocokan
paham antara kedua golongan ini, terutama yang mengenai soal agama
dan negara, ...”
c. Sidang BPUPKI II ( 10 – 17 Juli 1945)
Menurut Kaelan (2002: 40) pada hari pertama sebelum sidang BPUPKI
dimulai, oleh ketua diumumkan adanya penambahan 6 anggota baru
BPUPKI, yaitu : (1) Abdul Fatah, (2) Hasan, (3) Asikin Natanagara, (4)
Soerjo Hamidjojo, (5) Besar, dan (6) Abdul Gaffar. Dengan penambahan
enam anggota baru tersebut, maka anggota BPUPKI seluruhnya berjumlah 69 orang.
Bung Karno sebagai Ketua Panitia Kecil, pada hari pertama Sidang
BPUPKI 10 Juli 1945, melaporkan berbagai usul. Usul tersebut telah
dirumuskan dalam Rancangan Preambul Hukum Dasar (Piagam Jakarta)
dan ditandatangani oleh sembilan orang anggota Panitia Kecil.
Sampai dengan hari kedua (11 Juli 1945) Ketua Sidang BPUPKI masih
memberikan kesempatan para anggota untuk memberikan masukan dan
usul-usul yang berhubungan dengan hukum dan UUD. Pada saat itu
terdapat 35 orang yang berbicara, menyampaikan usul dan masukan. Pada
pukul 16.40 Ketua Sidang membentuk tiga buah Panitia Khusus, yaitu :
1) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Bung Karno, beranggotakan 19 orang.
2) Panitia Pembelaan Tanah Air, beranggotakan 23 orang, diketuai oleh Abikusno Tjokro Sujoso.
3) Panitia Soal Keuangan dan Ekonomi, beranggotakan 23 orang,
diketuai oleh Bung Hatta.
Petang hari itu juga Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
mengadakan sidang. Setelah membahas beberapa masalah yang akan
dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar, rapat mengambil dua
keputusan penting, yaitu:
1) Menyetujui Rancangan Preambul yang sudah ditandatangani pada
22 Juni 1945, yaitu Piagam Jakarta.
2) Membentuk Panitia Kecil Perancang UUD, yang berkewajiban
merumuskan rancangan isi batang tubuh UUD. Panitia Kecil ini
diketuai oleh Mr. Soepomo, yang beranggotakan tujuh orang, yaitu :
(1) A.A. Maramis; (2) KRT Wongsonegoro; (3) H. Agus Salim; (4) R.
Pandji Singgih; (5) dr. Sukiman; dan (6) Ahmad Soebardjo.
Berdasarkan dua keputusan tersebut, berarti Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar telah menyetujui Piagam Jakarta sebagai
Pembukaan UUD yang akan dipergunakan nanti (Effendi, 1995: 21).
Pada tanggal 14 Juli 1945 BPUPKI bersidang lagi. Pada sidang ini
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melaporkan hasil kerjanya,
berupa rancangan Undang-Undang Dasar, yang terdiri dari tiga bahan, yaitu:
1) Rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka atau Declaration of Independence.
2) Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang isinya hampir
sama dengan alinea keempat Piagam Jakarta yang memuat dasar
negara, sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta
3) Rancangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar, yang terdiri dari 42 pasal.
Pada sidang tanggal 15 dan 16 Juli 1945, membahas tentang
Rancangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar, yang disususun oleh
Panitia Kecil. Setelah adanya beberapa perubahan, pada tanggal 16
Juli 1945 sidang BPUPKI dapat menerima Ranangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar.

Dalam sidangnya pada tanggal 17 Juli 1945, BPUPKI dapat
menerima hasil kerja Panitia Pembelaan Tanah Air dan juga menerima
hasil kerja Panitia soal Keuangan dan Ekonomi.
d. Sidang PPKI 18 Agustus 1945
Sebelum sidang, anggota PPKI atas kehendak dan tanggung jawab
Ketua (Bung Karno) ditambah enam orang anggota, yaitu (1) Wiranata
Kusmah; (2) Ki Hadjar Dewantara; (3) Kasman Singodimedjo; (4) Sajuti
Melik; (5) Iwa Kusuma Soemantri; (6) Ahmad Soebardjo.
Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI akan mengadakan sidang yang
rencananya dimulai pada pukul 09.30. Tetapi Bung Hatta meminta
kepada Bung Karno sebagai Ketua PPKI agar sidang diundur.
Alasannya, Bung Hatta akan mengadakan pendekatan (lobby) dengan
kelompok Islam, karena sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Bung Hatta
telah kedatangan opsir Jepang yang mengaku utusan dari Kaigun
(Angkatan Laut Jepang) yang menguasai daerah Indonesia Timur.
Kedatangan opsir tersebut didampingi oleh Sigetada Nisyijima
(pembantu Laksamana Maeda), yang memberitahukan bahwa wakilwakil
Protestan dan Katholik di daerah yang dikuasai Angkatan Laut
Jepang sangat keberatan terhadap bagian kalimat yang ada dalam
Piagam Jakarta, yakni sila pertama yang berbunyi ”Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Apabila kalimat yang mereka anggap memberatkan tersebut tidak
dirubah, maka mereka akan berdiri di luar Negara Republik Indonesia,
(Effendi, 1995: 31). Selanjutnya, Bung Hatta sebelum sidang dimulai
mengajak beberapa tokoh umat Islam yang duduk dalam anggota PPKI,
yaitu Ki Bagoes Hadikoesoemo, K.H.A. Wahid Hasjim, Mr, Kasman
Singodimedjo dan Mr. Teuku Moh. Hasan untuk mengadakan rapat
pendahuluan (lobbying). Bung Hatta meminta kepada Ki Bagoes
Hadikoesoemo agar berkenan merelakan ”tujuh kata” (dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) di
belakang Ketuhanan dihapus dan diganti dengan ”Yang Maha Esa”.
Dalam waktu yang sangat singkat, kurang dari 15 menit mereka
memperoleh kesepakatan, demi menjaga persatuan dan kesatuan serta
keutuhan bangsa dan negara, dilakukan perubahan dari ”Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemelukpemeluknya”
menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Setelah adanya
kesepakatan dengan tokoh-tokoh Islam, Bung Hatta segera melapor
kepada ketua BPUPKI masalah hasil kesepakatan tersebut.
Sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 berjalan secara lancar
dan menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:
1) Memilih Presiden dan Wakil Presiden. Secara aklamasi sidang
menunjuk Bung Karno sebagai Presiden, dan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden.
2) Mengesahkan Undang-undang Dasar 1945 dengan beberapa revisi:
a) Piagam Jakarta dijadikan Pembukaan UUD 1945 setelah diadakan
perubahan, yaitu rumusan sila pertama, ”Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”
b) Rancangan Hukum Dasar, yang merupakan hasil perumusan
Panitia Perancang Hukum Dasar (Ketua Soepomo) disahkan
menjadi UUD 1945 dengan beberapa perubahan, yaitu pasal 6
ayat (1) dan pasal 29 ayat (1), secara lengkap dapat dilihat pada
kronologis sejarah perumusan pasal-pasal UUD 1945.

2. Pengertian dan Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara
a. Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata ’idea’ dan dari bahasa Yunani ’eidos’, yang
berarti ’gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan logos yang
berarti ilmu. Secara harafiah, ideologi dapat diartikan ilmu pengetahuan
tentang ide-ide (the science of ideas) atau ajaran tentang pengertianpengertian
dasar (Ma’mur, 2005: 1-2).
Pengertian lain secara harfiah, ideologi berarti ”a system of idea”
suatu rangkaian ide yang terpadu menjadi satu. Dalam penggunaannya,
istilah ini dipakai secara khas dalam bidang politik untuk menunjukkan
”seperangkat nilai yang terpadu, berkenaan dengan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”( Moerdiono, 1991:373-374).

Ideologi juga dapat diartikan suatu gagasan yang berdasarkan ide
tertentu (Darmodiharjo, 1984: 47-48). Apabila ada suatu gagasan yang
menjadi pedoman bagi suatu tindakan tertentu, maka disebut ideologi.
Pada umumnya ideologi erat kaitannya dengan politik, sehingga sering
kita dengar adanya ideologi politik. Erat hubungannya dengan politik ini
adalah ideologi nasional, ideologi bangsa.
Menurut Wibisono (dalam Pasha, 2003: 138) bahwa unsur ideologi
ada tiga, yaitu (a) keyakinan, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu
menunjuk adanya gagasan-gagasan vital yang sudah diyakini
kebenarannya untuk dijadikan dasar dan arah strategik bagi tercapainya
tujuan yang telah ditentukan; (b) mitos, dalam arti bahwa setiap kosep
ideologi selalu memitoskan suatu ajaran yang secara optimik dan
determistik pasti akan menjamin tercapanya tujuan melalui cara-cara
yang telah ditentukan pula; (c) loyalitas, dalam arti bahwa setiap ideologi
selalu menuntut keterlibatan optimal atas dasar loyalitas dari para subjek pendukungnya.
Secara umum ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran
yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem
yang teratur. Dalam ideologi terkandung tiga unsur, yaitu (1) adanya
suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan; (2) memuat
seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral; dan (3) memuat suatu
orientasi suatu tindakan, ideologi merupakan sustu pedoman kegiatan
untuk mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya (Sastrapratedja, 1991:142)
b. Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara
Makna ideologi Pancasila adalah sebagai keseluruhan pandangan, citacita,
keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu
diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (
Poespowardojo, 1991 :46).
Pancasila dinyatakan sebagai ideologi negara Republik Indonesia
dengan tujuan bahwa segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun
semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi
dalam titik tolaknya, dibatasi dalam gerak pelaksanaannya, dan diarahkan
dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila (Bakry (1985: 42).
Menurut Poespowardojo(1991 :48) ideologi mempunyai beberapa fungsi, yakni memberikan :
1) Struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat
merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan
kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
2) Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memeberikan
makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
3) Norma-norma yang menjadi pedoman dan pandangan hidup
seseorang untk melangkah dan bertindak.
4) Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
5) Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang
untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
6) Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami,
menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan
orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.
3. Kedudukan Pancasila sebagai Sumber Hukum Dasar Negara Indonesia

Menurut Notonagoro (dalam Soegito, dkk., 1995: 8) bahwa berkat
tercantumnya dalam Pembukaan UUD NRI Th 1945, Pancasila sebagai
dasar falsafah negara, mengandung konsekuensi secara formil dan
materiil. Secara formil bahwa Pancasila sebagai norma hukum dasar
positif, objektif, dan subjektif adalah mutlak tidak dapat diubah dengan jalan
hukum. Secara materiil bahwa Pancasila juga mutlak tak dapat diubah,
disebabkan dalam kehidupan kemasyarakatan. Kebudayaan, termasauk
kefilsafatan, kesusilaan, keagamaan merupakan sumber hukum positif
yang unsur-unsur intinya telah ada dan hidup sepanjang masa, di samping
sifat kenegaraannya juga mempunyai sifat kebudayaan (culture) dan sifat
keagamaan (religius).
Peran Pancasila sebagai sumber tertib hukum di Negara Republik
Indonesia menurut Pasha (2002: 110) adalah inhern, terkait erat dan
menjadi satu kesatuan dengan peran Pancasila selaku dasar falsafah
Negara. Pancasilla selaku dasar Negara, yang dari padanya seluruh
perundang-undangan diletakkan pada dirinya, dan dari falsafah Pancasila
itu juga seluruh sumber hukum yang paling utama segala perundangundangan
Negara, digali, diangkat dan dirumuskan.
Ruslan Saleh (dalam Pasha, 2002:111) menjelaskan bahwa terdapat
tiga fungsi Pancasila terhadap Perundang-undangan Indonesia, yaitu:
a. Sebagai dasar dan pangkal tolak perundang-undangan Indonesia
b. Sebagai papan uji bagi perundang-undangan Indonesia
c. Sebagai sumber bahan hukum dari perundang-undangan Indonesia itu sendiri.

Dalam tertib hukum di Indonesia, menurut Effendy (1995: 41) terdapat
susunan hierarchi dari peraturan perundangan/hokum yang berlaku, di mana
UUD merupakan sumber hokum yang sangat penting, mengatasi dan
membatasi aturan-aturan hokum lainnya, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Tetapi UUD ini bukanlah merupakan hukum dasar yang tertinggi,
karena di atasnya masih ada pokok kaidah Negara yng fundamental yaitu
Pembukaan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum (dalam pengertian formal dan materiil).
Pada tahun 1966 pernah ditegaskan bahwa Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum, yaitu pada Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966,
tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia, antara lain disebutkan:
”Sumber tertib hukum Republik Indonesia adalah pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana
kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia, ialah cita-cita mengenai
kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan
sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat,
bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai pengejawantahan
daripada budi nurani manusia.
Pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum, serta cita-cita moral
luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia pada
tanggal 18 Agustus telah dimurnikan dan dipadatkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara republik
Indonesia, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Evalusi Modul 2
Berilah tanda silang (X) pada huruf A, B, C atau D yang menurut Saudara
merupakan jawaban yang paling tepat pada soal-soal di bawah ini!
1. Usul dasar Indonesia merdeka yang terdiri dari: I. Peri Kebangsaan; II. Peri
Kemanusiaan; ;III. Peri Ketuhanan; IV. Peri Kerakyatan; V. Kesejahteraan
Rakyat (Keadilan Sosial) disampaikan oleh ....
A. Soepomo
B. Moh. Yamin
C. Soekarno
D. Hatta
2. Pidato Soekarno di depan BPUPKI yang kemudian dikenal sebagai
lahirnya Pancasila pada ....
A. 29 Mei 1945
B. 30 Mei 1945
C. 31 Mei 1945
D. 1 Juni 1945
3. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan berhasil merumuskan sebuah
naskah yang sangat terkenal yaitu ....
A. Pembukaan UUD
B. Mukadimah UUD
C. Piagam Jakarta
D. Piagam Agung
4. Salah satu hasil keputusan sidang PPKI 18 Agusus 1945 adalah ....
A. mengesahkan Undang-undang Dasar 1945
B. menerima Piagam Jakarta
C. mengesahkan hasil Panitia Sembilan
D. membentuk pemerintahan Indonesia merdeka
16
5. Makna ideologi Pancasila adalah sebagai keseluruhan pandangan, citacita,
keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu
diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Penggertian ini merupakan pendapat ....
A. Poespowardojo
B. Mubyarto
C. Alfian
D. Moh. Yamin
6. Perbedaan yang sangat prinsip rumusan Pancasila pada Piagam Jakarta
dengan Pembukaan UUD 1945 adalah pada ...
A. sila pertama Pancasila
B. sila kedua Pancasila
C. sila keempat Pancasila
D. sila kelima Pancasila
7. Pada tahun 1966 MPRS dengan ketetapan No.XX/MPRS/1966,
menetapkan Pancasila sebagai ...
A. dasar negara
B. pandangan hidup bangsa
C. jiwa dan kepribadian bangsa
D. sumber dari segala sumbeer hukum
8. Segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang
berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik
tolaknya, dibatasi dalam gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam
mencapai tujuannya dengan Pancasila. Dalam hal ini Pancasila berfungsi
sebagai ...
A. pandangan hidup bangsa
B. ideologi negara
C. dasar negara
D. jiwa dan kepribadian bangsa
17
9. Untuk pertama kali Presiden dan wakil presiden RI dipilih secara aklamasi
oleh ....
A. MPRS
B. BPUPKI
C. PPKI
D. KNIP
10. Menurut Wibisono unsur ideologi ada tiga yaitu ....
A. budaya, mytos dan loyalitas
B. keyakinan, mytos, dan loyalitas
C. mytos, loyalitas dan agama
D. agama, budaya dan norma

1. Hakikat Demokrasi
a. Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan cratos
atau cratein. Demos artinya rakyat yang tinggal di suatu tempat
(wilayah). Cratos atau cratein artinya kekuasaan. Demokrasi berarti
rakyat yang berkuasa. Demokrasi merupakan suatu pemerintahan yang
kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat (government or rule by the
people). Saat ini demokrasi telah dikenal dan dianut oleh negara-negara
di dunia. Popularitas demokrasi tidak terlepas dari pendapat Abraham
Lincoln, Presiden Amerika Serikat tahun 1861–1865, yang menyatakan
bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat (government from the people, by the people, and for the people).

Berdasarkan pengertian di atas, maka demokrasi dapat diartikan
sebagai bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi (kedaulatan)
berada di tangan rakyat. Demokrasi dapat dilaksanakan baik secara
langsung (direct democracy) atau tidak langsung (indirect democracy).
Disebut demokrasi langsung apabila rakyat melaksanakan kekuasaan
pemerintahan secara langsung. Disebut demokrasi tidak langsung
(indirect democracy), apabila kekuasaan pemerintahan dilaksanakan
oleh para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilan umum secara periodik.
Negara dengan sistem pemerintahan demokrasi mengatur dan
membagi semua kekuasaan yang ada berdasarkan konstitusi (hukum
dasar), baik yang tertulis (undang-undang dasar) maupun yang tidak
tertulis (konvensi). Pengaturan berdasarkan konstitusi tersebut bertujuan
untuk menghindari terjadinya penyalah-gunaan kekuasaan oleh para
wakil rakyat yang dipercaya demi kepentingan diri sendiri dan/atau
kelompoknya. Pemerintahan demokrasi memberikan jaminan
perlindungan kepada rakyat berdasarkan konstitusi untuk
mengekspresikan kemampuannya dalam berbagai aspek kehidupan
secara bebas dan bertanggung-jawab sebagai wujud partisipasinya dalam kegiatan kenegaraan.

b. Ciri-ciri Demokrasi
Negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi dapat
dikenali dengan ciri-ciri berikut ini.
1) Adanya pembagian kekuasaan yang jelas dan tegas serta
perlindungan kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
kenegaraan.
2) Adanya aturan hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh rakyat
dalam memperjuangkan hak-haknya secara bebas dan
bertanggung-jawab.
3) Adanya hubungan antara rakyat dengan para wakilnya di parlemen
(lembaga perwakilan rakyat) untuk memperjuangkan aspirasinya
dalam memperoleh kebebasan, keadilan, keamanan, dan distribusi
kesejahteraan
4) Adanya jaminan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh
kesejahteraan, seperti kesempatan yang sama dalam menikmati
hasil-hasil pembangunan di berbagai aspek kehidupan.
5) Adanya perlindungan keamanan bagi seluruh rakyat untuk hidup,
berusaha, berpendapat, berkreasi, berkarya, dan bermasyarakat.
6) Adanya media komunikasi yang bebas dan bertanggung-jawab
sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat dalam
memperoleh kebebasan, keadilan, keamanan, dan distribusi
kesejahteraan (H. Udin S. Winataputra, 2004: 73; Nur Wahyu
Rochmadi, 2003: 107-109; Muladi dalam Anang Priyanto, 2001: 8).

c. Macam-macam Demokrasi
Ditinjau dari pelaksanaan atau cara penyaluran aspirasi rakyat,
demokrasi dibedakan antara demokrasi langsung dan tidak langsung.
1) Demokrasi langsung (direct democracy), merupakan bentuk
pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk
ikut berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan kenegaraan atau
ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan pemerintahan
dalam rangka menentukan kebijakan umum (public policy) sebagai
bentuk jaminan perlindungan kepada rakyat dalam menyalurkan
aspirasinya.
2) Demokrasi tidak langsung (indirect democracy) atau demokrasi
perwakilan (representative democracy), merupakan bentuk
pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada para wakil
rakyat yang duduk dalam lembaga perwakilan rakyat untuk
melaksanakan kegiatan kenegaraan dalam rangka menentukan
kebijakan publik. Wakil-wakil rakyat yang duduk dalam lembaga
perwakilan tersebut dipilih melalui pemilihan umum yang
dilaksanakan oleh pemerintah secara periodik (Anang Priyanto,
2001: 10). Dilakukannya demokrasi tidak langsung tersebut karena
pertimbangan banyaknya jumlah penduduk dan kompleksitas
permasalahan yang dihadapi masyarakat modern dewasa ini.
Dalam menjalankan kekuasaan para wakil rakyat harus tuduk dan
patuh pada kepentingan dan aspirasi rakyat.
Ditinjau dari latarbelakang budaya politik, ideologi, dan hitoris
dari negara-negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi,
serta penekanannya pada kepentingan individu atau kepentingan
kelompok, maka demokrasi dibedakan antara demokrasi konstitusional
yang liberalis dan demokrasi rakyat atau sosialis.
1) Demokrasi Konstitusional
Demokrasi konstitusional yang berkembang pada abad ke-19
didasarkan pada faham kebebasan (individualisme) yang membatasi
kekuasaan pemerintah dengan konstitusi (constutional government,limited government, restrained government) sebagai jaminan
perlindungan terhadap hak asasi warga negara. Berdasarkan konstitusi,
kekuasaan dalam negara dibagi-bagi dan diserahkan kepada beberapa
badan atau lembaga kenegaraan sebagai upaya untuk menghindari
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Untuk itu, konstitusi sebagai
perwujudan hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan
pejabat pemerintah (government by laws, not by men).
Negara atau pemerintah dalam sistem demokrasi konstitusional
tidak boleh campur tangan dalam kehidupan rakyatnya apalagi bertindak
sewenang-wenang, kecuali untuk mengurus kepentingan umum.
Negara yang kekuasaannya dibatasi hanya di bidang politik saja, tanpa
memperhatikan bagaimana rakyat memenuhi kebutuhan atau
kesejahteraannya seperti itu disebut “negara penjaga malam” (Nachtwachtersstaat).

Menurut aliran Eropa Barat Kontinental, negara penganut faham
liberal disebut negara hukum (Rechtsstaat) dan menurut aliran Anglo
Saxon disebut negara hukum klasik (Rule of Law). Menurut Immanuel
Kant dan F.J. Stahl, ahli hukum Eropa Barat dinyatakan bahwa
Rechtsstaat memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
a) Hak-hak manusia.
b) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak manusia oleh undang-undang (UU).
c) Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan.
d) Peradilan administrasi dalam menyelesaikan perselisihan antara
pemerintah dan warga negara.

Rule of Law menurut ahli Anglo Saxon, A.V. Dicey, memiliki
unsur-unsur yang meliputi tiga hal.
a) Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law) dan tidak
adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power).
b) Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law).
c) Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusankeputusan pengadilan.

2) Demokrasi Rakyat (Proletar)
Demokrasi rakyat didasarkan pada ajaran Marxisme-Leninisme
yang menghendaki pemerintah tidak boleh dibatasi kekuasaannya
(machtsstaat), bersifat totaliter, dan tidak mengenal adanya klas sosial.
Manusia dibebaskan dari keterikatannya atas pemilikan pribadi tanpa
penindasan dan paksaan, tetapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut
realitasnya dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Negara hanya
dipandang sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis dengan
kekerasan sebagai alatnya yang sah (Miriam Budiadjo, 1993: 50-65).

3) Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer memberikan kekuasaan untuk membuat
undang-undang kepada parlemen. Perkembangan demokrasi
parlementer di Indonesia pernah dilaksanakan berdasarkan Konstitusi
RIS 1949 dan UUDS 1950. Penerapan demokrasi parlementer tersebut
mengalami kegagalan, karena mengakibatkan melemahnya semangat
persatuan bangsa yang telah berhasil mewujudkan kemerdekaan.
Penerapan demokrasi parlementer saat iru ditandai oleh adanya
dominasi parlemen dan partai-partai politik. Partai-partai politik
membentuk koalisi yang sering kali menjatuhkan kabinet, sehingga
mengakibatkan pemerintah tidak dapat menjalankan programnya
dengan baik. Masa berlakunya demokrasi parlementer dimulai ketika
keluarnya Maklumat Pemerintah (Maklumat Wakil Presiden Nomor X
tahun 1945), yang menganjurkan Pemerintah tentang pembentukan
partai-partai politik 3 November 1945 sampai dengan dikeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, yang menetapkan UUD 1945 berlaku kembali.

4) Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin menonjolkan dominasi kekuasaan oleh
Presiden, bahkan presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif
turut campur tangan di bidang yudikatif dan legislatif. Pada bidang
yudikatif presiden melakukan pembatasan terhadap kebebasan badan
pengadilan dan pada bidang legislatif presiden meniadaan fungsi
kontrol DPR. Selain itu terjadi pembatasan peranan pers, meluasnya
peran ABRI sebagai kekuatan sosial-politik, dan semakin
berkembangnya pengaruh komunis. Demokrasi terpimpin di Indonesia
diterapkan semenjak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai 30 September
1965 (G 30 S/PKI).

5) Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila berasaskan nilai-nilai Pancasila sebagai
pedomannya. Secara formal terkandung makna bahwa setiap
pengambilan keputusan hendaknya mengutamakan prinsip musyawarah
untuk mufakat. Sedangkan secara material menunjukkan sifat
kegotongroyongan sebagai pencerminan kesadaran budi pekerti yang
luhur sesuai dengan hati nurani manusia dalam bersikap dan
berperilaku sehari-hari, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.

Istilah Demokrasi Pancasila digunakan secara resmi mulai tahun
1968 melalui Tap MPR No. XXXVII/MPR/1968 tentang Pedoman
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Esensi demokrasi Pancasila adalah
kerakyatan yang dipimin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, berperpersatuan Indonesia,
dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Konsep ini
konsisten dengan pengakuan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
RI, ideologi nasional, dan sumber hukum dasar negara.
Mulai 1 Oktober 1968, demokrasi Pancasila yang murni dan
konsekuen berdasarkan UUD 1945 diterapkan dengan langkah-langkah
sebagai berikut ini.
a) Membatalkan berlakunya ketetapan MPRS No. III Tahun 1963
tentang Masa Jabatan Presiden Seumur Hidup dan diganti menjadi
jabatan elektif setiap lima tahun, berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966
b) Memberikan hak kontrol DPR Gotong Royong (DPRGR), pimpinan
DPRGR tidak lagi berstatus sebagai menteri. Presiden tidak boleh
ikut campur dalam permasalahan intern anggota badan legislatif.
c) ABRI yang memainkan peranan penting dalam Golongan Karya,
diberikan landasan konstitusional secara formal.
d) Hak-hak asasi diusahakan untuk diselenggarakan secara lebih baik
dengan memberikan kebebasan kepada pers untuk menyatakan
pendapat. Partai-partai politik diberikan kebebasan untuk bergerak
dan menyusun kekuatannya dengan harapan terbinanya partisipasi
golongan-golongan dalam masyarakat.
e) Diadakan pembangunan ekonomi secara teratur dan terencana.

Nilai-nilai demokrasi Pancasila yang akan diwujudkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara diterapkan dengan
kebijakan-kebijakan yang dilandasi nilai-nilai berikut ini.
a) Setiap orang mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama sebagai warga negara sekaligus warga masyarakat.
b) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c) Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan untuk
kepentingan bersama.
d) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
e) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
f) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
h) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
i) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan,
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
j) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat untuk
melaksanakan permusyawaratan.

Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut, maka demokrasi Pancasila
dilaksanakan melalui sepuluh pilar (The Ten Pilars of Indonesian
Constitusional Democracy) menurut Sanusi (dalam Udin S. Winataputra,
2004: 76-77) sebagai berikut ini.
a) Demokrasi Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Demokrasi Indonesia berdasarkan Hak Asasi Manusia.
c) Demokrasi Indonesia berdasarkan Kedaulatan Rakyat.
d) Demokrasi Indonesia berdasarkan Kecerdasan Rakyat.
e) Demokrasi Indonesia berdasarkan Pemisahan Kekuasaan Negara.
f) Demokrasi Indonesia berdasarkan Otonomi Daerah.
g) Demokrasi Indonesia berdasarkan Supremasi Hukum (Rule of Law).
h) Demokrasi Indonesia berdasarkan Peradilan yang bebas.
i) Demokrasi Indonesia berdasarkan Kesejahteraan Rakyat.
j) Demokrasi Indonesia berdasarkan Keadilan Sosial.

Keterlaksanaan sepuluh pilar demokrasi Pancasila tersebut dapat
ditilik melaui prinsip-prinsip demokrasi, sebagaimana uraian berikut.
a) Pemerintahan berdasarkan konstitusi.
b) Pemilu yang demokratis.
c) Pemerintahan daerah (desentralisasi kekuasaan).
d) Pembuatan undang-undang secara hierarkhis.
e) Sistem peradilan yang independen.
f) Kekuasaan lembaga Kepresidenan.
g) Media yang bebas.
h) Kelompok-kelompok kepentingan.
i) Hak masyarakat untuk tahu (transparan).
j) Melindungi hak-hak minoritas.
k) Kontrol sipil atas militer.

Pelaksanaan demokrasi Pancasila sampai saat ini masih banyak
kelemahan, tetapi bukan terletak pada landasan filosofis, ideologis, dan
sumber hukum dasarnya, melainkan pada mekanisme sistem demokrasi
atau pelaksanaan demokrasi. Nilai demokrasi yang paling hakiki
(universal), bahwa aspirasi rakyat sebagai titik sentral kehidupan
bermasyarakat dan bernegara diwujudkan dalam hak pilih tanpa
pandang bulu. Perkembangan demokrasi Pancasila telah memperoleh
kemajuan, antara lain dengan dilakukannya amandemen terhadap UUD
1945 dan diterbitkannya berbagai peraturan pelaksanaannya. Berbagai
peraturan perundangan yang telah diterbitkan, di antaranya: UU tentang
HAM tahun 1999, UU tentang Pengadilan HAM tahun 2000, serta UU
tentang Parpol dan Pemilu mulai tahun 2002.


Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang, di negara
Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950.

1) UUD 1945 (18 Agustus 1945–27 Desember 1949)
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu
keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD
1945. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai
penjelasan yang dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II
1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan,
Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2
ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan umum dan pasal-demi pasal.

2) Konstitusi RIS 1949
Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan
cara membentuk negara-negara ”boneka” seperti Negara Sumatera
Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa
Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Kemudian Belanda
melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta tahun
1947 (Agresi Militer I) dan Yogyakarta tahun 1948 (Agresi Militer II).
Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik
Indonesia tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag
(Belanda) tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Konferensi ini dihadiri
oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor
Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk
Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB
tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu: (1)
didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat; (2) penyerahan
kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan (3) didirikan Uni
antara RIS dengan Kerajaan Belanda. Mulai 27 Desember 1949
diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (Konstitusi RIS). Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang
berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta
sebuah lampiran.

3) UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara
bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian
18
yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara
Sumatera Timur. Kemudian muncul kesepakatan antara RIS yang
mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan
Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.
Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan
tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara
kesatuan dilakukan dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah
bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS. Sehingga pada tanggal 15
Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950
tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku
sejak tanggal 17 Agustus 1950. Oleh sebab itu, sejak tanggal tersebut
terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang
Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.

c. Ketatanegaraan menurut UUD 1945 (Kurun Waktu 1945 s.d. 1949)
1) Bentuk Negara
Bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik”. Sebagai negara kesatuan, maka di negara Republik Indonesia
hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan
pemerintah pusat. Sebagai negara yang berbentuk republik, maka
kepala negara dijabat oleh Presiden yang diangkat melalui suatu
pemilihan umum.
2) Kedaulatan
Kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”. Atas dasar itu, maka
kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai
lembaga tertinggi negara.
3) Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar”. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensil.
Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah
pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
4) Lembaga Negara
Lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) dan lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 adalah
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); Presiden; Dewan Pertimbanagan
Agung (DPA); Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); dan Mahkamah Agung (MA).
d. Ketatanegaraan menurut UUD RIS 1949 (Kurun Waktu 1949 s.d.1950)
1) Bentuk Negara
Bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat
adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Terjadi perubahan dari negara kesatuan menjadi negara serikat atau federal, maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing negara bagian memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negarabagiannya. Negara-negara bagian itu adalah Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam perjanjian Renville tanggal 17 Januari 1948 adalah Negara Indonesia
Timur, Negara Pasundan termasuk distrik federal Jakarta, Negara Jawa
Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Sumatera
Selatan; satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri adalah Jawa
Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar,
Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur; serta daerah-daerah
Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.
2) Kedaulatan
Kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan
“Kekuasaan berkedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat”.
3) Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya
Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal ini diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) dinyatakan bahwa
“Presiden tidak dapat diganggu-gugat”, sedangkan Pasal 118 ayat (2) dinyatakan bahwa “Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Berdasarkan hal-hal tersebut maka Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan, sebab Presiden adalah kepala negara, bukan kepala pemerintahan. Sebagai pelaksana dan pertanggungjawaban pemerintahan adalah menteri-menteri dalam kabinet yang diketuai oleh seorang Perdana Menteri. Kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
4) Lembaga Negara
Lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS disebut alatalat perlengkapan federal Republik Indonesia Serikat. Perlengkapan
federal RIS terdiri atas Presiden, Menteri-Menteri, Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas
Keuangan.
e. Ketatanegaraan menurut UUDS 1950 (kurun waktu 1950 s.d. 1959)
1) Bentuk Negara
Bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1)
UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan
berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
2) Kedaulatan
Kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan
dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat”
3) Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Hal ini dinyatakan dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masingmasing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
4) Lembaga Negara
Lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah Presiden
dan Wakil Presiden; Menteri-Menteri; Dewan Perwakilan Rakyat;
Mahkamah Agung; Dewan Pengawas Keuangan
f. Ketatanegaraan menurut UUD 1945 (Kurun Waktu Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
UUDS 1950 bersifat sementara hal ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat
UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung. Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Hal ini disebabkan adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno
menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945.
Konstituante menerima saran dengan pandangan yang berbeda-beda dan tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Tiga kali diadakan pemungutan suara, namun belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir. Demi menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
(1)Menetapkan pembubaran Konsituante
(2) Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
(3) Pembentukan MPRS dan DPAS.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD
1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam
menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia. UUD 1945
menjadi aturan dasar dalam melaksanakan sistem ketatanegaraan
sebagai pengganti Demokrasi Liberal berdasarkan UUDS 1950. Sistem
pemerintahan menurut UUD 1945 menentukan alat-alat perlengkapan
negara sebagai berikut ini.
1) Presiden dan menteri-menteri. Presiden semenjak saat itu tidak lagi hanya berfungsi sebagai Kepala Negara, tetapi juga berfungsi
sebagai Kepala Pemerintahan.
2) Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR). Pada saat itu telah ada DPR hasil pemilihan umum berdasar UU No. 7 Tahun
1953, tetapi DPR ini belum sesuai dengan UUD 1945 karena belum sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat 1. DPR yang ada tersebut
dibentuk berdasarkan UUDS 1950. Untuk itu pemerintah membuat
Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1959, yang menetapkan bahwa DPR hasil pemilihan umum tersebut supaya menjalankan tugastugas
DPR menurut UUD 1945.
3) Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara. Untuk melaksanakan perintah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengenai
pembentukan MPRS, yang terdiri-dari Anggota-anggora DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongangolongan,
dikeluarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 tentang MPRS.
4) Dewan Pertimbangan Agung Sementara. Untuk melaksanakan perintah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, bahwa harus pula segera
dibentuk DPAS, maka dikeluarkanlah Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959 tentang DPA.
5) Pemilihan Umum. Pembentukan DPRGR, MPRS, maka lembagalembaga tersebut sebagai lembaga perwakilan rakyat, tempat di
mana mengeluarkan penadapat rakyat dalam sistem demokrasi, penyusunannya/penetapannya belum didasarkan kepada pemilihan
umum, tetapi didasarkan kepada penunjukan Presiden. Sementara menurut undang-undang (pasal 2 ayat (1) dan pasal 19 ayat (1),
menentukan bahwa penyusunan lembaga-lembaga tersebut harus didasarkan kepada hasil pemilihan umum. Akibat belum
terbentuknya lembaga-lembaga tersebut, maka kehidupan demukrasi Indonesia belum berjalan dengan wajar. Oleh karena itu
pelaksanaan UUD 1945 selama ini belum dapat dilakukan secara murni dan konsekuen.

g. Sistem Ketatanegaraan menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
1) Bentuk negara. Bentuk negara kesatuan dinyatakan pada pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”
2) Kedaulatan. Kedaulatan dinyatakan pada pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu:
”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
3) Sistem Pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensial, diatur
dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar”.
4) Lembaga Negara. Lembaga-lembaga negara menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil
amandemen adalah: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); Presiden;
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Mahkamah
Agung; Mahkamah Konstitusi; Komisi Pemilihan Umum (KPU); dan
Komisi Yudisial (KY).
5. Penyimpangan-penyimpangan terhadap Konstitusi yang Berlaku di Indonesia
a. Penyimpangan-penyimpangan sistem pemerintahan secara hukum
pada masa berlakunya UUD 1945 periode 1945-1949 antara lain:
1) kekuasaan KNIP menjadi lembaga legislatif. Hal ini akibat
keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia
Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan garis-garis besar haluan negara.
Berhubung dengan gentingnya keadaan maka pekerjaan
tersebut dijalankan oleh Badan Pekerja yang dipilih di antara
mereka yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
2) Kekuasaan pemerintah bergeser dari tangan presiden kepada menteri. Hal ini akibat dikeluarkannya Maklumat Pemerintah
tanggal 14 November 1945, antara lain menyatakan bahwa Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan Kabinet
baru itu ialah, bahwa tanggung jawab adalah di tangan Menteri”.
3) Perubahan sistem pemerintahan negara RI dari sistem kabinet
Presidensial ke bentuk Parlementer. Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara. Menteri bertanggung jawab kepada
perdana menteri yang pada waktu itu parlemen dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir yang dikenal dengan Kabinet
Syahrir pertama, Kabinet Syahrir kedua, dan Kabinet Syahrirketiga.
b. Penyimpangan-penyimpangan sistem pemerintahan terhadap UUD Negara RI Periode 1949-1950 antara lain:
1) Bentuk negara berubah dari Kesatuan menjadi negara
Federasi. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS bahwa ”Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan
berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi danberbentuk federasi”.
2) Kehidupan ketatanegaraan belum berjalan sebagaimana mestinya.
3) Situasi politik semakin gawat.
4) Kehidupan ekonomi makin carut marut.
5) Dalam bidang kehidupan politik terjadi pembelengguan hak politik warga negara.
6) Berubahnya sistim demokrasi Pancasila menjadi demokrasi Liberal.
Prinsip yang dipakai dalam melaksanakan demokrasi adalah sistem
mayoritas, yang berbeda dengan pelaksanaan demokrasi Pancasila.
c. Kejadian-kejadian secara hukum maupun secara praktik pada masa
berlakunya UUDS 1950 periode 1950-1959 antara lain:
1) Tetap menggunakan demokrasi liberal seperti yang diterapkan
pada masa Konstutusi RIS.
2) Sistem pemerintahan menganut sistem parlementer yaitu
bertanggung jawab kepada Parlemen baik seluruh Kabinet
maupun masing-masing menterinya. Pada masa inilah sering
terjadi pergantian kabinet. Jatuhnya kabinet karena tidak
mendapat kepercayaan Parlemen. Pada masa ini, banyak
sekali Partai Politik dan terjadi adu kekuatan serta persaingan.
d. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya
UUD 1945 pada kurun waktu 1959-1998 antara lain:
1) Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yaitu gagasan yang intinya
adalah musyawarah untuk mufakat; tidak boleh mengadakan
pungutan suara; jika terjadi perbedaan pendapat yang tidak
mungkin dicari pemecahannya bersama lalu diserahkan kepada
sesepuh yaitu Presiden. Dasar pemikirannya adalah demokrasi
tanpa pimpinan akan menuju diktator; pimpinan tanpa
demokrasi akan menuju anarki; agar tidak menuju keduanya
lalu disintesakan dalam bentuk demokrasi terpimpin.
2) Partai politik dan pers dianggap menyimpang dari “rel
revolusi” sehingga tidak dibenarkan dan dibredel
keberadaannya.
3) UUD 1945 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi
presiden untuk bertahan sekurang-kurangnya lima tahun.
Namun Tap MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir.
Soekarno sebagai presiden seumur hidup, telah membatalkan
pembatasan waktu lima tahun ini.
4) Pada tahun 1965 diselenggarakan peninjauan kembali produkproduk
legislatif pada masa demokrasi terpimpin yang berakhir
karena keadaan ekonomi yang semakin suram dengan Tap MPRS No. XIX/1966.
6. Hasil-hasil Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
a. Alasan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada
kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat tidak terjadi
saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances)
pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang
kekuasaan eksekutif (Presiden). Pada diri presiden terpusat
kekuasaan menjalankan pemerintahan (chief executive) yang
dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut
hak prerogatif dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan
membentuk undang-undang. Dua cabang kekuasaan negara yang
seharusnya dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga negara yang
berbeda, tetapi nyatanya berada di satu tangan (Presiden) yang
menyebabkan tidak ada prinsip saling mengawasi (checks and
balances) dan berpotensi mendorong lahirnya kekuasaan yang
otoriter.
3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir). Misalnya Pasal 6
ayat (1); Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terlalu banyak memberikan kewenangan kepada kekuasaan
Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menetapkan bahwa Presiden juga memegang kekuasaan legislatif
sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai
dengan kehendaknya dalam undang-undang.
5) Rumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup
didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang
kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan
rakyat, penghormatan hak asasi manusia (HAM), dan otonomi
daerah. Dan ini, membuka peluang bagi berkembangnya praktik
penyelenggaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
antara lain:
a) Tidak adanya saling mengawasi dan mengimbangi (checks and
balances) antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada
Presiden.
b) Infrastruktur politik yang dibentuk, antara lain partai politik, dan
organisasi masyarakat, kurang mempunyai kebebasan
berekspresi sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
c) Pemilian Umum (pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi
persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses dan
tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d) Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 tidak tercapai,
justru yang berkembang adalah sistem monopoli, oligopoli, dan monopsoni.
b. Sistematika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sistematika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 setelah terjadi perubahan terdiri atas dua bagian, yaitu:
1) Pembukaan.
2) Pasal-pasal (sebagai ganti Batang Tubuh).
Ditinjau dari jumlah bab, pasal, dan ayat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas 21 bab, 73 pasal
(dengan penomoran tetap, 37), dan 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan
serta 2 pasal Aturan Tambahan.
c. Proses Amandemen terhadap UUD 1945

Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali
melalui mekanisme sidang MPR, yaitu:
1) Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999.
2) Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000.
3) Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001.
4) Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.
Amandemen UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk
menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Secara
umum hasil amandemen yang dilakukan secara bertahap oleh MPR,
adalah sebagai berikut.
1) Perubahan Pertama. Perubahan Pertama terhadap UUD 1945
terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999
meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu:
a) Pasal 5 ayat 1 tentang Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR.
b) Pasal 7 tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
c) Pasal 9 ayat 1 dan 2 tentang Sumpah Presiden dan Wakil Presiden.
d) Pasal 13 ayat 2 dan 3 tentang Pengangkatan dan Penempatan Duta.
e) Pasal 14 ayat 1 tentang Pemberian Grasi dan Rehabilitasi.
f) Pasal 14 ayat 2 tentang Pemberian Amnesti dan Rehabilitasi.
g) Pasal 15 tentang Pemberian gelar, tanda jasan dan kehormatan lain.
h) Pasal 17 ayat 2 dan 3 tentang Pengangkatan Menteri.
i) Pasal 20 ayat 1 – 4 tentang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
j) Pasal 21 tentang Hak DPR untuk mengajukan RUU.

Sebagai contoh, pasal 5 yang menyatakan bahwa presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
DPR. Setelah diamandemen, presiden berhak untuk mengajukan
rancangan undang-undang kepada DPR. DPR yang memegang
kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 20).
2) Perubahan Kedua. Perubahan Kedua ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 2000 meliputi 26 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:
a) Bab VI tentang Pemerintah Daerah.
b) Bab VII tentang Dewan Perwakilan Daerah.
c) Bab IXA tentang Wilayah Negara.
d) Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk.
e) Bab XA tentang Hak Asasi Manusia.
f) Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan.
g) Bab XV tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Secara garis besar perubahan itu mengenai pemerintahan
daerah (otonomi daerah), fungsi dan hak DPR, warga negara dan
penduduk, hak asasi manusia (pasal 28 ditambah 10 pasal baru),
pertahanan dan keamanan negara (TNI dan POLRI), dan lambang
negara (Bhinneka Tunggal Ika), serta lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
3) Perubahan Ketiga. Perubahan Ketiga ditetapkan pada tanggal 9
November 2001 meliputi 23 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:
a) Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan.
b) Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c) Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara.
d) Bab V tentang Kementerian Negara.
e) Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Rakyat.
f) Bab VIIB tentang Pemilihan Umum.
g) Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Secara garis besar perubahan yang dilakukan mengenai halhal
sebagai berikut.
a) Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut undang-undang.
b) Negara Indonesia adalah negara hukum.
c) Wewenang MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD,
melantik Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan
Presiden/Wapres dalam masa jabatannya.
d) Syarat menjadi presiden/wakil presiden, pemilihan
presiden/wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan
pemberhentian presiden/wakil presiden.
e) Pembentukan Mahkamah Konstitusi.
f) Pelaksanaan perjanjian internasional.
g) DPR tidak dapat dibekukan dan atau dibubarkan oleh presiden,
anggota DPR dipilih dari tiap daerah pemilihan malalui pemilu, dan sebagainya.
h) Pemilu dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali secara luber dan
jurdil untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD.
i) APBN ditetapkan setiap tahun dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab.
j) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
k) Kekuasaan kehakiman dilakukan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.
4) Perubahan Keempat. Perubahan Keempat ditetapkan 10 Agustus
2002, meliputi 13 pasal yang diubah dan ditambah serta 3 pasal
Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam naskah
perubahan keempat ini ditetapkan antara lain:
a) UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan
pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 yang
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan
kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b) Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI
ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
c) Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan
pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya ke
dalam Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.
Secara garis besar perubahan yang dilakukan mengenai hal hal sebagai berikut:
a) MPR terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
b) Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
c) Adanya mekanisme jika presiden dan wakil presiden berhalangan tetap.
d) Persetujuan dalam pembuatan perjanjian internasional.
e) Penghapusan DPA dan sekaligus pembentukan dewan
pertimbangan yang memberi nasehat kepada presiden.
f) Penetapan mata uang dan pembentukan bank sentral.
g) Badan-badan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
h) Hak dan kewajiban warga negara dalam pendidikan dan kebudayaan.
i) Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
j) Mekanisme perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
k) Aturan Peralihan (Pasal III) pembentukan Mahkamah Konstitusi.
l) Aturan Tambahan (Pasal I) tentang tugas MPR untuk meninjau
materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan MPR untuk
diambil putusan pada sidang MPR tahun 2003.
m) Aturan Tambahan (Pasal II) tentang isi Undang-Undang Dasar
yang terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal.

Evaluasi modul 3
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara memberi tanda silang di depan
jawaban yang Anda anggap benar!
1. Demokrasi mengandung makna suatu pemerintahan yang mencerminkan
kedaulatan ...
a. Raja
b. Negara
c. Rakyat
d. Hukum
2. Istilah Demokrasi Pancasila digunakan secara resmi mulai tahun 1968 melalui
Tap MPR No. XXXVII/MPR/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi
Pancasila. Esensi adalah ...
a. Kerakyatan yang dipimin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan yang
berkeadilan sosial bagi selurh rakyat Indonesia.
b. Membatalkan berlakunya ketetapan MPRS No. III tahun 1963 tentang
masa jabatan presiden seumur hidup dan diganti menjadi jabatan elektif
setiap lima tahun, berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIX/1966 telah
diganti UU No. 19 tahun 1964 dengan UU No. 14 tahun 1970 tentang
asas kebebasan badan-badan pengadilan.
c. Memberikan hak kontrol oleh DPR Gotong Royong di samping fungsinya
sebagai pembantu pemerintah, pimpinan DPRGR tidak lagi berstatus
sebagai menteri dan presiden tidak boleh ikut campur dalam
permasalahan intern anggota badan legislatif.
d. Hak-hak asasi diusahakan untuk diselenggarakan secara lebih baik
dengan memberikan kebebasan kepada pers untuk menyatakan
pendapat, partai-partai politik diberikan kebebasan untuk bergerak dan
menyusun kekuatannya dengan harapan terbinanya partisipasi golongangolongan
dalam masyarakat.
3. Negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi dapat dikenali
dengan ciri-ciri sebagai berikut, kecuali ...
40
a. Adanya pembagian kekuasaan yang jelas dan tegas serta perlindungan
kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan kenegaraan.
b. Adanya kebebasan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat untuk hidup,
berusaha, berpendapat, berkreasi, berkarya dan bermasyarakat
c. Adanya aturan hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh rakyat dalam
memperjuangkan hak-haknya secara bebas dan bertanggung-jawab
d. Adanya hubungan antara rakyat dengan para wakilnya di parlemen untuk
memperjuangkan aspirasinya dalam memperoleh kebebasan, keadilan,
keamanan, dan distribusi kesejahteraan
4. Pentingnya Kehidupan Demokratis Dalam Bernegara, tercermin dalam
pernyataan ...
a. Rakyat sebagai anggota masyarakat semuanya tanpa dibedakan
memperoleh kebebasan berpartisipasi dalam bermusyawarah untuk
memecahkan permasalahan kehidupan, misalnya memberikan usulan,
saran, kritikan, atau bebas berpendapat.
b. Kesadaran bertanah air yang satu, tanah air Indonesia; berbangsa yang
satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia,
c. Semua rakyat (warga negara) mulai para pejabat negara sampai rakyat
jelata hendaknya mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku
demi kepentingan hidup bernegara.
d. Banyaknya anggota atau kelompok dalam masyarakat menjadikan
banyak pula permasalahan kehidupan yang dihadapi.
5. Di Indonesia pernah berlaku beberapa konstitusi. Salah satu konstitusi yang
memiliki sistematika : Pembukaan, Batang Tubuh(16 bab, 37 pasal serta 4
pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan), dan Penjelasan adalah
....
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949
c. Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
d. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Hasil Amandemen
6. Bentuk penyimpangan konstitusional pertama kali yang terjaddi pada masa
berlakunya UUD 1945 periode 1945-1949 yaitu ...
a. Bentuk negara berubah dari Kesatuan menjadi negara Federasi
b. Berubahnya sistim demokrasi Pancasila menjadi demokrasi Liberal
41
c. Perubahan sistem pemerintahan negara RI dari sistem kabinet
Presidensial kebentuk Parlementer
d. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
7. Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain sebagai
berikut, kecuali ...
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan
tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan
rakyat.
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan
eksekutif (Presiden).
c. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir). Misalnya Pasal 6 ayat (1);
Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
d. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak
banyak memberikan kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk
mengatur hal-hal penting dengan undang-undang.
8. Kedaulatan dinyatakan pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu:”Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan ...”.
a. Oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Oleh Presiden sebagai Kepala Negara
c. Menurut Undang-Undang Dasar
d. Menurut Undang-Undang
9. Wewenang MPR adalah sebagai berikut, kecuali ...
a. Mengubah dan menetapkan UUD
b. Memilih presiden dan wakil presiden
c. Melantik Presiden dan Wakil Presiden
d. Memberhentikan Presiden/Wapres dalam masa jabatannya.
42
10. Contoh Sikap positif yang ditunjukkan rakyat Indonesia dalam rangka
pemilu, ditunjukan dalam pernyataan berikut, kecuali ...
a. Pada saat pendaftaran calon pemilih, rakyat Indonesia telah
berpartisipasi untuk mendaftarkan diri atau didaftar oleh petugas
panitia pemungutan suara, kemudian aktif melihat ditempat
pengumuman daftar calon pemilih (biasanya di kantor desa atau
kelurahan) untuk mengetahui apakah namanya telah terdaftar atau
belum.
b. Pada saat masa kampanye, rakyat ikut berpartisipasi untuk
mengetahui berbagai program yang ditawarkan oleh masing-masing
peserta pemilu (partai politik) untuk menarik simpatinya.
c. Pada saat pemungutan suara, rakyat Indonesia yang telah terdaftar
mendatangi tempat-tempat pemungutan suara yang telah
disediakan untuk memberikan suara atau menyalurkan aspirasi
sesuai kehendaknya secara bebas.
d. Pada saat pemungutan suara, memilih golput kalau aspirasinya
tidak tersalurkan.

c. Macam HAM menurut UU No 39 Th 1999 tentang HAM
1) Hak untuk hidup, hak setiap orang untuk hidup dan
mempertahankan hidupnya,
2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunanan, hak yang dimiliki
seseorang untuk melanjutkan keturunan dan membentuk keluarga
melalui perkawinan yang sah.
3) Hak mengembangkan diri, setiap orang berhak atas pemenuhan
kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.
Setiap orang juga berhak mendapatkan perlindungan dan kasih
sayang serta pendidikan, berhak mengembangkan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengatahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi kesejahteraan baik diri sendiri maupun secara kolektif.
4) Hak memperoleh keadilan, hak keadilan meliputi hak-hak
pengakuan, perlindungan, jaminan dan perlakuan hukum yang adil,
kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum,
imbalan, perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja,
mendapatkan status kewarganegaraan, serta kesempatan yang
sama untuk bekerja di dalam pemerintahan.
5) Hak atas kebebasan pribadi atau kemerdekaan, hak kebebasan
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamnya dan kepercayaannya itu, kebebasan menyatakan pikiran
dan sikap sesuai denagn hati nuraninya, kebebasan untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan;
bertempat tinggal diwilayah negara, meninggalkannya, dan berhak
untuk kembali, hak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
6) Hak rasa aman, setiap orang berhak atas rasa aman dan
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak perlindungan diri
pribadi, hak keluarga, hak kehormatan, hak martabat dan hak milik,
hak memperoleh suaka dan perlindungan politik dari negara lain,
terbebas dari penyiksaan,atau perlakuan yang merendahkan
martabat manusia, hak untuk turut serta dalam pembelaan negara.
7) Hak atas kesejahteraan, hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin,
lingkungan hidup yang baik, bertempat tinggal dan kehidupan yang
layak; memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus dimasa
kanak-kanak, hari tua, penyandang cacat, mendapatkan jaminan
sosial untuk milik pribadi. Hak ini tidak boleh diambil secara
sewenang-wenang oleh siapapun, termasuk pula hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak.
8) Hak turut serta dalam pemerintahan.
9) Hak wanita dan anak.

1. Lembaga-Lembaga Negara di Indonesia
Lembaga-lembaga Negara Republik Indonesia menurut UUD NRI Th
1945 terdiri dari lembaga legislatif (MPR, DPR dan DPD), lembaga
eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden), dan lembaga yudikatif (MA, MK dan KY).
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Menurut UUD NRI Th 1945 pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa MPR
terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu, dan
diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
MPR mempunyai kewenangan, sebagai berikut:
1) Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (1)
dan Pasal 37]
2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 3 ayat (2)];
3) Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (3)];
4) Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden
dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden [Pasal 8 ayat (2];
5) Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika
Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan [Pasal 8 ayat (3)].
b. Presiden dan Wakil Presiden
Berdasarkan UUD NRI Th. 1945 pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa
calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat, [Pasal 6A (1)] Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, (Pasal 7)
Presiden dan Wakil Presiden mempunyai wewenang, hak dan
kewajiban sebagai berikut:
1) Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD [Pasal 4 (1)];
2) Berhak mengajukan RUU kepada DPR [Pasal 5 (1)];
3) Menetapkan peraturan pemerintah [Pasal 5 (2)];
4) Memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa [Pasal 9 (1)];
5) Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10);
6) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (1)];
7) Membuat perjanjian internasional lainnya… dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (2)];
8) Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12);
9) Mengangkat duta dan konsul [Pasal 13 (1)]. Dalam mengangkat duta,
Presiden memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (2)];
10) Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR [Pasal 13 (3)];
11) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
MA [Pasal 14 (1)];
12) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR [Pasal 14 (2)];
13) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
diatur dengan UU (Pasal 15);
14) Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16);
15) Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri [Pasal 17 (2)];
16) Pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR
[Pasal 20 (2)*] serta pengesahan RUU [Pasal 20 (4)];
17) Hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam
kegentingan yang memaksa [Pasal 22 (1)];
18) Pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23 (2)];
19) Peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)];
20) Penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan
disetujui DPR [Pasal 24A (3)];
21) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan
DPR [Pasal 24B (3)];
22) Pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan
orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)].

c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. DPR sedikitnya
bersidang sekali dalam setahun. DPR menjadi anggota MPR dan
memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
1) Membentuk undang-undang yang dibahas bersama Presiden, (fungsi legislasi).
2) Membahas dan menyetujui anggaran negara yang diajukan Presiden, (fungsi anggaran).
3) Melakukan pengawasan terhadap jalannya pembangunan, (fungsi pengawasan).
4) Mengajukan interpelasi, angket, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.

d. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD dipilih langsung oleh rakyat dari setiap provinsi melalui pemilu.
Jumlah anggota DPD tidak lebih dari sepertiga anggota DPR. DPD
bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. DPD bersama DPR menjadi
anggota MPR. DPD mempunyai tugas mengajukan rangcangan undangundang
(RUU) tentang:
1) Otonomi daerah.
2) Hubungan pusat dan daerah.
3) Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah.
4) Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
5) Perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Di samping itu DPD juga dapat memberikan pertimbangan tentang
RUU anggaran pendapatan, pajak, pendidikan, dan agama. DPD juga
dapat melakukan pengawasan tentang pelaksanaan UU yang diajukan
tersebut.

e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Berdasarkan UUD NRI Th. 1945 pasal 23 E disebutkan bahwa untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
BPK dikatakan bebas karena dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat
dipengaruhi oleh orang atau lembaga lain. Mandiri, bahwa BPK dalam
menjalankan tugasnya tidak bergantung kepada orang atau lembaga
lain. Badan ini untuk melengkapi tugas pengawasan yang dilakukan oleh DPR.

Hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada DPR dan DPD
serta DPRD untuk ditindak-lanjuti. Adanya unsur pelanggaran atau
kejahatan dalam pengelolaan keuangan akan diproses secara hukum
dan diadili. BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden.
Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota.

f. Mahkamah Agung (MA)
Untuk menyelenggarakan peradilan dan penegakan hukum dan
keadilan, dibentuk suatu lembaga kekuasaan kehakiman. Lembaga itu
adalah MA dan badan peradilan di bawahnya yang meliputi:
1) Peradilan umum.
2) Peradilan agama.
3) Peradilan militer.
4) Peradilan tata usaha negara.
Kekuasaan MA merdeka dalam arti tidak dapat dipengaruhi atau
dicampuri oleh lembaga lain. MA berkewenangan mengadili pada tingkat
kasasi dan menguji peraturan perundangan di bawah undang-undang.
MA dipimpin oleh Ketua dan wakil Ketua yang dipilih dari hakim agung.
Seseorang dapat diangkat menjadi hakim agung bila memenuhi syarat:
1) Memiliki kepribadian tidak tercela.
2) Adil.
3) Profesional.
4) Berpengalaman di bidang hukum.
5) hakim agung diusulkan oleh komisi yudisial dan disetujui Presiden.

g. Mahkamah Konstitusi (MK)
Untuk menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, di samping MA
dibentuk MK yang mempunyai tugas, sebagai berikut:
1) Menguji undang-undang atas UUD.
2) Memutus sengketa antar lembaga negara.
3) Memutus perselisihan hasil pemilu.
4) Memutus pembubaran parpol.
5) wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil Presiden.
Ketua dan Wakil Ketua MK dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi
yang jumlahnya sembilan. Semua Hakim Konstitusi berasal dari 3 orang
ditunjuk oleh MA, 3 orang ditunjuk oleh DPR, dan 3 orang ditunjuk oleh
Presiden.
Syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi berdasarkan UUD NRI Th.
1945 pasal 24 C meliputi:
1) Harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
2) Adil.
3) Menguasai konstitusi dan ketetanegaraan.
4) Tidak sedang merangkap sebagai pejabat negara.

h. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial (KY) bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung. Di samping itu juga berwenang menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, dan perilaku hakim.
Anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan
DPR. Syarat menjadi anggota KY berdasarkan UUD NRI Th. 1945 pasal
24 B, sebagai berikut:
1) Mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum.
2) Memiliki kepribadian yang tidak tercela.
2. Sistem Pemerintahan

Menurut Mas’ud (1989) sistem menunjukkan adanya suatu organisasi
yang berinteraksi dengan suatu lingkungan, yang mempengaruhinya
maupun dipengaruhinya.
Sedangkan kata ”Pemerintahan” berasal dari kata dasar ”pemerintah”,
yang menunjukkan tindakan yang harus dilakukan. Menurut C.F. Strong
dalam bukunya ” Modern Political Constitution ” yang dimaksud pemerintah
adalah lembaga atau organisasi yang melekat kewenangan untuk
melaksanakan kekuasaan negara. Juga merupakan lembaga yang memiliki
tanggung jawab guna melaksanakan keamanan dari ancaman baik yang
datang dari dalam maupun dari luar. (Adisubrata, 2002)
Pemerintahan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh lembagalembaga
pemerintahan dalam arti luas.Menurut Finer istilah pemerintahan
paling tidak memiliki empat hal, yaitu:
a. Menunjukkan kegiatan atau proses memerintah, yang melaksanakan
pengawasan atas pihak atau lembaga lain;
b. Menunjukkan permasalahan-permasalahan negara atau proses memilih
terhadap masalah-masalah yang dijumpai;
c. menunjukkan pejabat-pejabat yang dibebani tugas-tugas memerintah;
d. Menunjukkan cara-cara atau metode atau sistem yang digunakan untuk
mengatur masyarakat (Adisubrata, 2002).

Dengan demikian konsep pemerintahan memiliki dua arti, yakni dalam
arti luas dan sempit. Pemerintah dalam arti luas adalah kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan oleh badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta
kepolisian dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan. Sedangkan dalam
arti sempit adalah kegiatan-kegiatan memerintah yang dilakukan oleh
badan eksekutif guna mencapai tujuan pemerintahan (Adisubrata, 2002).
Ada beberapa pendapat terkait dengan pengertian sistem
pemerintahan, antara lain dikemukakan oleh:
a. Sri Sumantri, sistem pemerintahan adalah bagi negara yang menganut
ajaran Tri Praja, suatu perbuatan pemerintahan yang dilakukan oleh
organ-organ legislatif, eksekutif dan yudikatif yang dengan bekerjasama
hendak mencapai maksud dan tujuan

Tipe-tipe sistem pemerintahan
Arend Lijphart dalam buku Sistem Pemerintahan Parlementer dan
Presidensial. Dalam perkembangannya terdapat Sistem Pemerintahan
Campuran (kuasi/semu)
a. Sistim pemerintahan parlementer
Sistim pemerintahan parlementer merupakan suatu sistem yang
menekankan peran parlemen sebagai subyek pemerintahan atau
meminpin kabinet, sehingga dalam pemerintahan posisi parlemen lebih
dominan daripada eksekutif. Atau suatu sistem di mana kabinet yang
menyelenggarakan pemerintahan (eksekutif), perdana menteri dan para
menterinya bertanggung-jawab secara bersama-sama atau sendirian
kepada parlemen. Adanya pertanggungan-jawab tersebut menunjukkan
parlemen sebagai subyek pemerintahan sekaligus mempunyai
hubungan yang erat dengan eksekutif. Eratnya hubungan ini dapat
dilihat dari kabinet yang dibentuk harus meraperoleh dukungan
kepercayaan dengan suara yang terbanyak dari parlemen. Artinya,
kebijaksanaan pemerintah (kabinet) tidak boleh menyimpang dari apa
yang dikehendaki oleh parlemen.

Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer:
1) Obyek yang direbutkan adalah parlemen. Pemilu parlemen sangat
penting, karena kekuasaan eksekutif hanya mungkin diperoleh
setelah partai kontestan pemilu berhasil meraih kursi mayoritas. Etika
yang umum dianut bahwa partai politik yang memenangkan pemilu,
maka pemimpin tertinggi partai (ketua atau sekjen partai) secara
otomatis menjadi Perdana Menteri. Karena pemimpin tertinggi partai
adalah figur yang bertanggungjawab atas ideologi partai, termasuk
visi dan/atau program yang ditawarkan ketika pemilu.
2) Jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan terpisah. Artinya,
lembaga kepala negara sebagai figur yang berwawasan
kenegarawanan, sedangkan kepala pemerintahan sebagai figur yang
berwawasan politik. Yang diperebutkan kekuasaan murni wilayah
politik, sehingga klim politik lebih dinamis. Karena peran partai kuat
maka sistem parlementer disebut sebagai sistem tradisi partai kuat.
3) Kepala negara (Raja, Ratu, Presiden) kedudukannya sebagai simbul
representasi negara atau figur milik bangsa, karena itu dalam
pemerintahan mereka selalu dianggap benar. Apabila Kepala
Negara melakukan kesalahan, maka yang bertanggung-jawab adalah
Perdana Menteri atau Menteri. Dan bila Perdana Menteri atau
Menteri melakukan kesalahan, maka tidak boleh melibatkan Kepala
Negara. Untuk itu, kedudukan Ratu di Inggeris tidak dapat diganggu
gugat, Raja tidak dapat dipersalahkan (The King can do no wrong).
4) Partai politik yang menang mutlak terjebak untuk mempertahanklan
kekuasaannya bukan kewajiban mensejahterakan rakyat yang
ditempuh, tetapi melakukan konsfirasi elit pilitik untuk mengeliminasi
kekuatan oposisi.
5) Sistem pemerintahan parlementer dinamis, karena parlemen dengan
kewenangannya yang luas untuk mengontrol eksekutif. Pertarungan
yang tidak mengenal jeda antara partai yang memerintah dengan
partai oposisi adalah ciri utamanya. Dengan kewenangannya
parlemen bisa menjatuhkan eksekutif, sehingga Presiden berada
dalam ketidakpastian. Bagi sistem parlementer, pemerintah harus
kuat dari berbagai kritikan. Kalau kepala eksekutif jatuh berarti
pemerintah lemah. Hakikat sistem parlementer tidak memberikan
tempat pada pemerintahan yang lemah untuk memimpin negeri.
Mudah bergantinya pemerintahan berarti iklim perpolitikan dinamis.
6) Ajaran trias politika tentang kekuasaan negara dimaknai sebagai
diffusion of power – pembagian kekuasaan menurut fungsinya antara
legislatif, eksekutif dan yudikatif yang independen.
7) Keuntungan sistim pemerintahan parlementer, bahwa penyesuaian
antara pihak eksekutif dan legislatif mudah dapat dicapai, namun
sebaliknya pertentangan antara keduanya itu dapat sewaktu-waktu
terjadi yang menyebabkan kabinet harus mengundurkan diri dan
akibatnya pemerintahan tidak stabil.
8) Siatem pemerintahan parlementer dengan dua partai, maka yang
ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai
Perdana Menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan
pemilihan umum.
9) Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak
oposisi. Sedangkan sistem parlementer dengan banyak partai biasanya
kabinet dibentuk berdasarkan kompromi (koalisi) untuk mendapat dukungan
dari parlemen. Apabila terjadi setelah kabinet berjalan, dukungan yang
diberikan oleh salah satu partai politik ditarik kembali dengan cara
menarik menterinya, maka kabinet mengembalikan mandatnya
kepada Kepala Negara. Karena itu dalam sistem parlementer yang
diikuti dengan sistem banyak partai sering terjadi ketidak stabilan
pemerintahan dalam arti sering jatuh-bangunnya kabinet. Keadaan
seperti ini, pernah dialami oleh Indonesia pada tahun 1950 — 1959,
dimana telah terjadi paling tidak tujuh kali pergantian kabinet.
b. Sistim Pemerintahan Presidensiil
Sistim pemerintahan Presidensiil atau sistem kongresional merupakan
sistem yang lebih menekankan peran presiden (eksekutif) sebagai
subyek pemerintahan. Atau sistem pemerintahan di mana kekuasan
eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Atau presiden sebagai pemimpin kabinet (menteri). Sebagai kepala
eksekutif, Presiden menunjuk pembantu-pembantunya (para menteri)
yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu
hanya bertanggung jawab kepada Presiden. Karena Presiden dalam
pembentukan kabinetnya tidak tergantung kepada parlemen atau tidak
memerlukan dukungan kepercayaan dari parlemen, maka menterimenteri
juga tidak dapat diberhentikan oleh parlemen. Sehingga
jalannya pemerintahan menjadi stabil, karena tidak adanya jatuh-bangun
kabinet sebagai akibat mosi tidak percaya dari parlemen.
Negara yang menganut sistim pemerintahan Presidensiil, misal
Amerika Serikat, di mana sesuai ajaran Montesquieu kedudukan tiga
kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif terpisah satu sama
lain dan saling meng uji serta saling mengadakan perimbangan (check and balance).
Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensiil
1) Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara
dipilih oleh rakyat secara langsung atau melalui perwakilan.
Kekuasaan eksekutif relatif lebih kuat daripada legislatif dan yudikatif,
jadi kalau ingin menjatuhkan presiden diperlukan gabungan kekuatan
antara legislatif dan yudikatif.
2) Anggota parlemen lebih berfungsi sebagai wakil rakyat ketimbang
wakil partai (sistem tradisi partai lemah) – sistem Presidensiil
sesungguhnya tidak mengenal partai oposisi dan tidak mengenal
kabinet koalisis, karena Presiden bertanggung jawab langsung pada
rakyat bukan pada partai.
3) Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat
dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen
dan non-departemen.
4) Tidak ada pertanggung jawaban bersama (mutual responsibility )
antara presiden dan kabinet, karena tangung jawab pemerintahan
terletak di tangan presiden selaku kepala pemerintahan. Para Menteri
hanya bertanggung jawab kepada kekuasan eksekutif, bukan kepada kekuasaan legislatif.
5) Presiden (Kepala Negara dan Kepala Eksekutif/Pemerintah) adalah
faktor variabel, legislatif lebih bersifat sebagai unsur konstanta
(pergantian Presiden tidak serta merta menggati anggota legislatif).
6) Kekuasaan dibagi berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan
(Separation of power), dan masing-masing kekuasaan saling
mengontrol, mengawasi (checks and balances).
Keuntungan sistim Presidensiil, bahwa pemerintahan untuk jangka
waktu yang ditentukan stabil. Kelemahannya, bahwa kemungkinan
terjadi apa yang ditetapkan sebagai tujuan negara menurut eksekutif
berbeda dengan legislatif. Lagi pula pemilihan umum yang
diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat serta memilih presiden dan
wakil presiden dilakukan dalam waktu yang tidak sama, sehingga
perbedaan pendapat yang timbul pada para pemilih dapat
mempengaruhi sikap dan keadaan lembaga tersebut. Misalnya
kebijaksanaan politik di Amerika serikat yang ditempuh oleh Presiden
Nixon bertentangan dengan pendapat Congress mengenai perang Vietnam.

Realitas keanekaragaman bangsa Indonesia, membutuhkan sistem
pemerintahan yang kuat dan stabil. Jika kelemahan sistem Presidensiil yang
diterapkan di bawah UUD NRI Th 1945 telah diatasi melalui pembaruan
mekanisme ketatanegaraan yang diwujudkan dalam Undang-Undang Dasar
tersebut, maka akibat yang kurang baik dalam praktek penyelenggaraan sistem
pemerintahan presidensiii tidak perlu dikhawatirkan lagi. Keuntungan sistem
Presidensiil ini akan lebih menjamin stabilitas pemerintahan. Sistem ini juga
dapat dipraktekkan dengan tetap menerapkan sistem banyak partai yang
dapat mengakomodasikan peta kekuatan politik dalam masyarakat yang
dilengkapi dengan pengaturan konstitusional untuk mengurangi akibat negatif
atau kelemahan bawaan dari sistem presidensiil, yaitu :
1) Dalam sistem pemerintahan presidensiil, Presiden dan Wakil Presiden
merupakan satu lembaga penyelenggara kekuasaan eksekutif negara
yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak
dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala negara dan
pemerintahan. Keduanya adalah Presiden dan Wakil Presiden dalam
menjalankan pemerintahan negara, kekuatan tanggung-jawab politik berada
di tangan Presiden (of power and responsibility upon the President).
2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, dan
karena itu secara politik tidak bertanggung-jawab kepada MPR atau
lembaga parlemen, melainkan bertanggung-jawab langsung kepada
rakyat yang memilihnya.
3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawabannya
secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi. Dalam hal demikian,
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban
oleh DPR untuk disidangkan dalam MPR, yaitu sidang
gabungan antara DPR dan DPD, menurut prosedur hukum tata negara,
sebelum proses hukumannya (pidana) dapat diteruskan untuk
diselesaikan menurut prosedur peradilan pidana.
4) Dalam hal terjadi kekosongan dalam jabatan Presiden atau Wakil
Presiden, pengisiannya dapat dilakukan melalui pemilihan dalam sidang
MPR. Akan tetapi, hal itu tetap tidak mengubah prinsip pertanggungjawaban
Presiden kepada rakyat, dan tidak kepada parlemen.
5) Para Menteri adalah pembantu Presiden dan Wakil Presiden. Menteri
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, dan karena itu bertanggungjawab
kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggung-jawab kepada
parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. Akan
tetapi, karena pentingnya kedudukan para Menteri itu, maka
kewenangan Presiden untuk mengangkat dan memberhentikan
Menteri tidak boleh bersifat mutlak, tanpa kontrol parlemen. Para menteri
adalah pemimpin pemerintahan dalam bidangnya masing-masing.
Merekalah yang sesungguhnya merupakan pemimpin pemerintahan
sehari-hari. Karena itu, para Menteri hendaklah bekerjasama yang seerateratnya
dengan DPR dan DPD. Untuk itu, dalam mengangkat Menteri,
meskipun tidak mengikat, Presiden harus sungguh-sungguh
memperhatikan pendapat DPR. Bahkan, susunan kabinet yang jumlah
menteri yang akan diangkat, karena berkaitan dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, ditetapkan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Dengan demikian, Presiden tidak dapat mengangkat
dan memberhentikan para Menteri dengan seenaknya.
6) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam
sistem presidensiil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk
menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan
Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari
dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau lembaga negara
dalam lingkungan cabang kekuasaan eksekutif ditentukan pula
independensinya dalam menjalankan tugas utamanya. Lembagalembaga
eksekutif yang dimaksudkan adalah Bank Indonesia sebagai
bank sentral, Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur
penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai aparatur
pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga tersebut berada
da!am naungan kekuasaan eksekutif, tetapi dalam menjalankan tugas
utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik pribadi
Presiden. Untuk menjamin hal itu, maka pengangkatan dan
pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala
Kepolisian Negara, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia
hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari
DPR. Pemberhentian para pejabat tinggi pemerinahan tersebut tanpa
didahului dengan persetujuan DPR hanya dapat dilakukan oleh
Presiden apabila yang bersangkutan terbukti bersalah dan karena itu
dihukum berdasarkan vonis pengadilan yang bersifat tetap karena
melakukan tindak pidana menurut tata cara yang diatur dengan undangundang,
(Jimly A, 2006; Ranadireksa, 2007).
c. Sistem Pemerintahan Campuran
Sistem ini telah menyita perhatian para ahli untuk melakukan kajian.
Beberapa ahli menyebut sistem ini sebagai campuran antara dua sistem
(presidensial dan parlementer) di atas. Pendapat lain menyebutnya
sistem yang berada di antara presidensial dan parlementer sebagai
sistem presidensial. Ada pula yang menyebutnya kepemimpinan
rangkapî (karena yang memimpin presiden dan perdana menteri).
Negara-negara yang menjalankan system semi-presidensial misalnya
adalah Prancis, Finlandia, Austria, Argentina, Irlandia, Islandia dan
Portugal, Srilanka melalui konstitusi 1978 dan sistem yang berlaku dulu
di Jerman tahun 1919 di bawah Republik Weimar. Para pendukungnya
menyebut sebagai sistem yang mengambil keuntungan dari sistem presidensial.
Konstitusi dengan ciri-ciri seperti itu oleh Wheare disebut “Konstitusi
sistem pemerintahan parlementer”. Menurut Sri Soemantri, UUD NRI Th
1945 tidak termasuk ke dalam kedua konstitusi di atas. Hal ini karena di
dalam UUD NRI Th 1945 terdapat ciri konstitusi pemerintahan
presidensial, juga terdapat ciri konstitusi pemerintahan parlementer.
Pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran.
Sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di Indonesia
tidaklah murni menganut teori trias politika karena selain adanya
ekskutif, legislatif dan yudikatif, masih ditambah kekuasaan konstitutif
(MPR), eksaminatif atau inspektif (BPK), dan konsultatif dengan sistem
distribution of powers atau pembagian kekuasaan (w.w.w. Kaltim Post. Co.id).
4 Fungsi Sistem Pemerintahan
Agar pemerintah berjalan efektif, maka ada 3 (tiga) persyaraan yang
harus dipenuhi yaitu::
a. Kemampuan untuk mengawasi angkatan bersenjata;
b. Kewenangan untuk membuat undang-undang;
c Kekuasaan finansial, yaitu kewenangan untuk memungut pajak dan
cukai atau bentuk pengutan lain dari rakyat guna biaya
mempertahankan negra serta menjalankan hukum. Atau singkat
kewenangan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta kepolisian (Adisubrata, 2002).

Tujuan pemerintahan adalah untuk mencapai kesejahteraan dalam
negara. Untuk itulah diperlukan usaha dan kegiatan untuk mencapai
kesejahteraan tersebut. Usaha dan kegiatan itu meliputi bagaimana alat
perlengkapan negara mencapai dan dengan apa dicapai. Pelaksana yang
diberi tugas untuk mencapai kesejahteraan tersebut adalah pemerintah,
17
sedangkan bagaimana dan dengan cara apa mencapai kesejahteraan
tersebut cara mengatur/memerintah.
Cara mengatur/memerintah terkait dengan suatu sistem.
Sistem pemerintah menjelaskan bagaimana hubungan antara alat
perlengkapan negara mencapai dan bekerja untuk mencapai kesejahteraan
seluruh rakyat (Alhaj, 2001). Secara umum alat-alat perlengkapan negara
yang terdapat dalam suatu negara meliputi:
a. Lembaga legislatif, merupakan lembaga atau badan pembuat undangundang.
b. Lembaga eksekutif, merupakan lembaga atau aparat pelaksana undangundang;
c. Lembaga yudikatif, yaitu lembaga yang bertugas di bidang kehakiman
atau kekuasaan untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara
terhadap pelanggaran undang-undang.
d. Lembaga lainnya yang merupakan alat perlengkapan negara seperti di
Indonesia terdapat BPK, Mahkamah Konstitusi, KPU, Komisi Yudisial dsb.(Untari, 2006)

Berdasarkan penjelasan di atas maka yang dimaksud sistem
pemerintahan merupakan hubungan antara organ pemerintah dengan
organ-organ lain yang ada dalam suatu negara. Sistem pemerintahan
secara umum ada dua yaitu (1) sistem pemerintahan Presidensiil dan (2)
sistem pemerintahan parlementer. Untuk memahaminya dapat dibaca pada
perbandingan sistem pemerintah pada sub berikutnya.
5. Kedudukan Pemerintahan di Indonesia.
Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik dan
pemerintahan di Indonesia di dasarkan pada Trias Politika, dengan sistem
distribution of power yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kekuasaan legislatif dipegang oleh lembaga bernama MPR yang terdiri dari
dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil
Partai Politik dan DPD yang anggotanya mewakili propinsi yang ada di
Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh
rakyat di daerahnya masing-masing.

Berdasarkan pasal 3 ayat (1) MPR berwenang mengubah dan
menetapkan UUD. DPR berdasarkan pasal 20 ayat (1) memegang
kekuasaan membentuk UU, sedangkan DPD berdasarkan pasal 22 ayat (1)
dapat mengajukan kepada DPR rancangan UU yang berkaitan dengan
otonomi daerah dengan pusat, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Selanjutnya DPD ikut membahas rancangan tersebut di atas, dan
dapat memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undangundang,
APBN, pajak, pendidikan dan agama, serta mengawasi
pelaksanaan UU tersebut (ayat 2 dan 3)

Perbedaan sistem pemerintahan di Indonesia.
Secara umum sistem pemerintahan yang pernah berlaku di Indonesia
hanya ada dua, yaitu (1) sistem pemerintahan presidensiil dan (2) sistem
pemerintahan parlementer.
a. Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam sistem pemerintahan Presidensial kedudukan kepada negara
sekaligus juga sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian
kekuasaan yang dimiliki Presiden merupakan kekuasaan riil dan dengan
kedudukan demikian Presiden.berwewenang untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri.
Sistem pemerintahan Presidensial (Non-Parlementary Executive)
kelangsungan hidup ekskutif tidak tergantung pada lembaga legislatif,
mengingat kedudukan eksekutif relatif kuat, karena itu ciri sistem
pemerintahan Presidensial:
1) kekuasaan di dasarkan prinsip pembagian kekuasaan (distribustion of power),
2) eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan
parlemen, demikian juga sebaliknya parlemen tidak bisa menjatuhkan eksekutif,
3) tidak ada pertanggung jawaban bersama (mutual responsibility)
antara presiden dan kabinet, karena tanggung jawab pemerintahan
terletak di tangan Presiden selaku kepala Pemerintahan.

b. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer, kekuasaan parlemen lebih
menonjol dibandingkan kekuasaan presiden atau raja. Dalam hal ini
kedudukan presiden atau raja hanya sebagai kepala negara, sedangkan
kepala pemerintahan atau kekuasaan riil dipegang oleh Perdana
Menteri. Perdana Menteri beserta kabinetnya tunduk dan bertanggung
jawab pada parlemen. Dalam sistem ini hubungan lembaga
eksekutif dan legislatif sangat erat. Namun terkesan kedudukan legislatif
lebih kuat dari pada eksekutif. Seberapa lama eksekutif memegang
kepercayaan dalam mengendalikan pemerintahan sangat tergantung
pada kepercayaan dalam mengandalikan pemerintahan sangat
tergantung pada kepercayaan dan dukungan parlementer.
Dalam sistem pemerintahan parlementer terdapat:
1) Didasarkan atas prinsip penyebaran kekuasaan,
2) Terdapat adanya pertanggungjawaban bersama antara eksekutif dan kabinet,
3) Perdana Menteri, diangkat oleh kepala negara berdasarkan
dukungan mayoritas legislatif,
4) Kedudukan dan pertanggungjawaban bersama antara eksekutif dan
kabinet dalam arti eksekutif dapat membubarkan parlemen
sebaliknya eksekutif/ kabinet dapat meletakkan jabatan manakala
parlemen menyatakan mosi tidak percaya.
Menurut Allan R. Ball (dalam Untari, 2006) disebutkan bahwa ciri-ciri
sistem pemeritahan parlementer adalah:
1) Kepala negara berperan sebagai pemimpin formal dan seremonial
serta mempunyai pengaruh politik yang kecil. Kepala negara bisa
seorang raja/ratu (Inggris, Belanda) atau Presiden.
2) Pemimpin politik (Perdana Menteri atau konselir) diangkap
berdasarkan dukungan parlemen.
3) Anggota parlemen dipilih untuk suatu periode tertentu berdasarkan
pemilihan umum. Tanggal pemilihan umum ditentukan oleh Kepala
negara formal atas persetujuan perdana menteri atau konselir.
Dengan demikian sistem pemerintahan menggambarkan bagaimana
cara mengatur, menata hubungan antara alat perlengkapan negara
dalam rangka mencapai keinginan bangsa Indonesia yaitu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpukan bahwa
fungsi sistem pemerintahan antara lain:
1) Sistem pencapaian cita-cita seluruh rakyat
2) pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan
3) bentuk interaksi kehidupan politik riil dalam negara
4) penerapan sistem politik

EVALUASI Modul 6
Berilah tanda silang (X) pada salah satu huruf di depan
jawaban yang paling tepat!
1. Presiden mempunyai wewenang mengangkat duta dan konsul [Pasal
13 (1)]. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan ...
A. MPR
B. DPR
C. MA
D. MK
2. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, anggaran dan
pengawasan. Yang merupakan fungsi legislasi adalah ....
A. Membentuk undang-undang yang dibahas bersama Presiden
B. Membahas dan menyetujui anggaran negara yang diajukan
Presiden
C. Melakukan pengawasan terhadap jalannya pembangunan
D. Mengajukan interpelasi, angket, menyampaikan usul dan
pendapat
3. Salah satu tugas Mahkamah Konstitusi adalah ....
A. Menguji peraturan daerah atas UUD.
B. Memutus sengketa antar lembaga masyarakat.
C. Memutus perselisihan hasil pemilu.
D. Memutus pembubaran organisasi masyarakat
4. Presiden dalam memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan ...
A. DPR
B. MPR
C. MK
D. MA
23
5. Peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang ditetapkan
oleh ....
A. MPR bersama DPR
B. Presiden bersama DPR
C. DPR bersama MK
D. Presiden
6. Salah satu ciri sistem pemerintahan parlementer adalah ....
A. Jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan terpisah
B. Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara
C. Presiden memiliki hak prerogratif untuk mengangkat dan
memberhentika menteri-menteri
D. Tidak ada pertanggung jawaban bersama antara presiden dan
kabinet
7. Keuntungan sistem Presidensiil, adalah ...
A. pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan stabil.
B. kedudukan presiden kuat, tidak dapat dihentikan sebelum habis
masa jabatannya
C. Presiden dan Wakil Presiden tidak bertanggung-jawab kepada
MPR
D. para menteri bertanggung jawab kepada parlemen
8. Pada sistem Pemerintahan Parlementer Perdana Menteri diangkat
oleh kepala negara berdasarkan dukungan …
A. lembaga negara lain
B. mayoritas legislatif,
C. organisasi masyarakat
D. lembaga yudikatif
9. untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab tentang keuangan
negara diadakan suatu Badan pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri. Hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada ....
A. MPR, DPR dan DPD
24
B. MPR, DPR dan DPRD
C. DPR, DPD, dan DPRD
D. MPR, DPR, dan DPRD
10. DPD dipilih langsung oleh rakyat dari setiap provinsi melalui pemilu.
Jumlah anggota DPD tidak lebih dari ....
A. separoh anggota DPR
B. seperempar anggota DPR
C. sepertiga anggota DPR.
D. seperlima anggota DPR

Dampak globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan
a) Bidang ekonomi
(1) Berlakunya praktik perdagangan “siapa yang memiliki modal yang
besar akan semakin kuat dan yang lemah semakin tersingkir”.
(2) Adanya mekanisme pasar yang menentukan perekonomian negara.
Dalam kondisi itu, pemerintah hanya berperan sebagai regulator
(pengatur) perekonomian.
16
(3) Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberi subsidi semakin
berkurang, koperasi semakin sulit berkembang, dan sistem
penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya menjadi runtuh
karena mesin-mesin telah menggantikan tugas pekerja.
(4) Kompetisi produk dan harga semakin tinggi, sejalan dengan tingkat
kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi pula.
b) Bidang politik
(1) Masuk dan tersebarnya nilai-nilai demokrasi dan kesadaran politik.
Sebagai contoh, masyarakat mulai berani berargumen dan
mengkritik pemerintah yang tidak menjalankan fungsinya.
(2) Semakin lunturnya nilai-nilai politik yng berdasarkan semangat
kekeluargaan, musywarah mufakat, dan gotong royong.
(3) Semakin menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat
individual, kelompok, oposisi, diktator mayoritas (yang memiliki
pendukung dalam jumlah banyak dan memaksakan kehendakanya),
atau tirani minoritas (yang sedikit jumlah pendukungnya, tetapi
memiliki kekuatan memimpin dengan sekehendaknya).
(4) Transparansi (keterbukaan), akuntabilitas (tanggung jawab), dan
profesionalisme dalam penyelenggaraan pemerintahan semakin
mendapat sorotan dari masyarakat. Masyarakat dengan mudah
dapat memantau kinerja pemerintah atau parlemen, baik melalui
media cetak maupun media elektronik.
(5) Lahirnya berbagai partai politik, organisasi nonpemerintah atau
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memperjuangkan hal-hal
yang berbeda. Contohnya, ada LSM yang memperjuangkan
perempuan, LSM yang memperjuangkan rakyat miskin, dan LSM
yang memperjuangkan HAM.
c) Bidang sosial budaya
(1) Masuknya nilai-nilai asing secara mudah, antara lain melalui
internet, televisi, radio, dan berbagai media cetak.
17
(2) Semakin memudarnya apresiasi masyarakat terhadap budaya lokal.
Sementara gaya hidup individualisme, hedonisme (pengutamaan,
kenikmatan sesaat), dan konsumerisme semakin berkembang.
(3) Semkin lunturnya semangat gotong-royong, solidaritas, kepedulian
sosial, kesetiakawanan sosial, dan kebersaman.
(4) Semakin memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan
bermasyarakat. Masyarakat lebih mengutamakan hal-hal yang
bersifat rasional (yang dapat diterima oleh akal).
(5) Kondisi-kondisi seperti ini dapat menimbulkan berbagai macam
pengaruh positif dan pengaruh negatif dalam masyarakat.
Contohnya adalah sebagai berikut.
(a) Dalam bidang pendidikan, para peserta didik telah banyak
menggunakan komputer untuk mempelajari sesuatu. Di lain
pihak pembelajaran yang berbasis kesadaran terhadap
keseimbangan lingkungan hidup semakin berkurang.
(b) Dalam bidang arsitektur, banyak bangunan yang bergaya
eropa, disertai dengan ornamen khasnya. Bahkan muncul juga
perumahan dengan nuansa negara tertentu. Di lain pihak
pengadaan perumahan elite yang bergaya eropa menggusur
perumahan rakyat biasa.
(c) Dalam bidang kesehatan, masyarakat beralih dari cara
pengobtan tradisional ke cara pengobatan yang modern. Di lain
pihak tradisi pengobatan lokal sudah jarang di kenal oleh
generasi muda.
(d) Dalam bidang mode pakaian misalnya, keanekaragaman model
tradisional dapat dikombinasikan dengan budaya modern. Di
lain pihak masyarakat mengikuti cara berpakaian yang
cenderung tidak memperhtikan kesopanan.
d) Bidang Hukum, Pertahanan, dan Keamanan
(1) Semakin menguatnya desakan terhadap supremasi hukum, demokrasi, dan penegakan hak-hak asasi manusia.
(2) Menguatnya regulasi (pengaturan) hukum dan pembuatan
peraturan perundang-undangan yang memihak kepada masyarakat.
(3) Semakin merebaknya tindak kejahatan lintas negara dan terorisme internasional.
(4) Menguatnya kedudukan masyarakat sipil dengan
memposisikan tentara dan polisi sebatas sebagai penjaga
keamanan, kedaulatan, dan ketertiban.

Sikap terhadap Globalisasi
Proses globalisasi adalah suatu hal yang pasti terjadi. Mau tidak mau,
suka tidak suka kita akan berhadapan dengan globalisasi. Globalisasi
merupakan kenyataan yang kita hadapi. Globalisasi dapat dipandang
sebagai tantangan dan peluang. Dalam globalisasi ada sisi-sisi positif yang
bisa kita manfaatkan, misalnya perkembangan ilmu pengetahuan. Pada sisi
lain globalisasi menyebabkan kita selalu tergantung pada negara lain.
Dengan adanya globalisasi menyebabkan perubahan gaya hidup dan kita
bersifat suka belanja. Sikap kita menghadapi globalisasi, kita terima hal-hal
yang sesuai dengan kepribadian dan budaya kita dan menolak hal-hal yang
tidak sesuai dengan kepribadian dan budaya masyarakat kita. Hal-hal yang
kita tolak antara lain sifat boros dan berfoya-foya.
Selain itu dalam menghadapi globalisasi juga kita perlu
mengembangkan kemampuan. Kita harus belajar keras dan rajin supaya
tidak ketinggalan dengan negara lain. Kita belajar bahasa asing, antara lain
bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Mandarin, bahasa Perancis, bahasa
Jerman dan sebagainya. Dengan kemampuan bahasa asing kita dapat
berkomunikasi dengan orang asing. Selain faktor bahasa yang perlu
dikembangkan juga kemampuan dalam menggunakan media komunikasi
dan teknologi yang lain. Kita harus bisa menggunakan alat komunikasi
telepon, telepon selular, e-mail, internet.
Sederhananya, di era global ini diharapkan lahirnya manusia yang
berpendidikan, yaitu manusia yang memiliki:

a) Kompetensi interlektual, yaitu memiliki kemampuan berpikir dan
bernalar, kemampuan kreatif dan inovatif (memperbarui, meneliti dan
menemukan), kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan
mengambil keputusan strategis yang mendukung kehidupan global.
b) Kompetensi (intra)personal, berupa kemandirian, ketahanbantingan,
independen, kreativitas dan produktivitas, kejujuran-keberanian,
keadilan, keterbukaan, mengelola diri sendiri, dan menempatkan diri
sendiri secara bermakna serta orientasi pada keunggulan yang sesuai
dengan kehidupan global.
c) Kompetensi komunikatif, berupa kemahiran wacana, kemampuan
menguasai sarnana komunikasi mutakhir, kemampuan menguasai
bahasa internasional, kemampuan bekerjasama, dan kemampuan
membangun hubungan-hubungan dengan pihak lain yang mendukung
kehidupan global dalam satu sistem dunia.
d) Kompetensi sosial budaya, berupa kemampuan hidup bersama orang
lain, kemampuan memahami dan menyelami keberadaan orang/pihak
lain, kemampuan memahami dan menghormati kebiasaan orang lain,
kemampuan berhubungan atau berinteraksi dengan pihak lain, dan
kemampuan bekerja sama secara multikultural.
e) Kompetensi kinestetis-vokasional, berupa kecakapan
mengoperasionalkan sarana-sarana komunikasi mutakhir, kecakapan
melakukan pekerjaan mutakhir, dan kecakapan menggunakan alat-alat
mutakhir yang mendukung suksesnya berkiprah dalam kehidupan global.
f) Kompetensi hidup bersama secara multikultural, berupa kemampuan
bermasyarakat secara multikultural, kecakapan bekerja secara
multikultural, kecakapan bertingkah laku secara multikultural, dan
kemahiran bersopan santun lintas kultural serta kemampuan
menyesuaikan diri di tempat berbeda-beda.
Berikut ini contoh-contoh masalah sosial akibat globalisasi dan sikap
yang dapat kita pilih sebagai reaksi atas globalisasi.

a) Sikap dalam menghadapi kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial
adapat diartikan sebagai tingkat kehidupan yang tidak sama yang terjadi
di masyarakat. Kesenjangan sosial dapat terjadi karena kurang adanya
kesempatan untuk bekerja, berusaha, dan berpartisipasi dalam
pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah kalah bersaing akibat
kualitas diri yang rendah. Contoh sikap positif dalam menghadapi
kesenjangan sosial adalah peka terhadap kondisi sosial serta belajar
untuk bertoleransi. Kita juga harus menyadari bahwa pada dasarnya,
semua masnusia memiliki potensi yang sama untuk mengembangkan diri.
b) Sikap dalam menghadapi kesenjangan ekonomi. Kesenjangan sosial
ekonomi dapat diartikan sebagai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tidak sama yang terjadi di masyarakat. Saat ini, pemilik modal besar
akan berhasil menguasai dunia perekonomian. Sementara itu, penanam
modal yang minim, termasuk rakyat kebanyakan akan tertinggal. Dalam
situasi ini, semangat belajar sangatlah diperlukan. Sebaiknya, kita tidak
menutup diri terhadap kemajuan sistem ekonomi dunia, tetapi justru
belajar dari keunggulan mereka untuk dapat membangun perekonomian yang mandiri.
c) Sikap dalam hal kebudayaan. Dalam era globalisasi, hubungan antar
bangsa sangat erat satu sam lain. Negara yang tidak ingin tertinggal,
harus membuka diri terhadap segala perkembangan yang terjadi di
dunia. Nilai-nilai kebudayaan asing akan masuk ke Indonesia sejalan
dengan kebebasan dan keterbukaan. Sikap yang penting bagi bangsa
Indonesia adalah mampu menyaring kebudayaan negara lain agar tida
ada penyerapan nilai-nilai asing yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa. Nilai-nilai yang dapat merusak kepribadian bangsa harus kita
tolak. Dalam hal ini, pemahaman yang lebih mendalam terhadap nilainilai
agama dan pancasila menjadi penting. Mengapa? Karena prinsipprinsip
hidup yang terdapat di dalamnya dapat membantu kita
membedakan mana yang sesuai dengan kepribadian bangsa kita dan
mana yang tidak sesuai.

Pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan nasional dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut: menggali dan memupuk nilai-nilai kebaikan
yang ada dalam kebudayaan daerah masyarakat tertentu, untuk dapat
meningkatkan persatuan bangsa dan kebanggaan terhadap bangsa sendiri,
kita dapat mengadakan pengiriman duta-duta bangsa untuk misi
kebudayaan dan kesenian daerah dari satu tempat ke tempat lain atau ke
luar negeri, membentuk wadah atau perkumpulan seni budaya daerah.

Kepangkatan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler
NO DIPLOMATIK NO KONSULER
1 Duta Besar berkuasa penuh (Ambassador)
1 Konsulat Jenderal (Konjend)
2 Duta (gerzant) 2 Konsul
3 Menteri Residen 3 Wakil Konsul
4 Kuasa Usaha 4 Agen konsul 5 Atase

Penempatan pejabat diplomatik di suatu negara biasanya didasarkan
atas kedekatan hubungan antar kedua negara. Apabila suatu negara
menganggap negara tersebut mempunyai hubungan yang yang dekat
dan penting maka pejabat diplomatik yang ditugaskan di sana tentu saja
yang mempunyai tingkatan yang tinggi, misalnya duta besar. Namun
sebaliknya apabila negara tersebut dianggap tidak terlalu penting dan
tidak mempunyai hubungan yang dekat, maka yang ditugaskan di negara
tersebut biasanya yang mempunyai tingkatan yang lebih rendah,
misalnya duta, Menteri Residen.
4) Perbedaan Antara Duta dan Konsuler
No Duta No Konsuler
1 Perwakilan negara di luar
negeri yang bertugas di
bidang politik
1 Perwakilan negara di luar
negeri yang bertugas di
bidang non politik
2 Kantor Perwakilan diplomatik
suatu negara hanya satu dan
berkedudukan di ibu kota
negara penerima
2 Perwakilan konsuler dapat berkedudukan di kota-kota besar di suatu negara yang
mempunyai hubungan bisnis dengan negara pengirim.
3 Duta bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Luar Negeri
3 Konsuler bertanggung jawab kepada Menteri Luar negeri melalui duta besar
4 Duta mempunyai hak immunitas/kekebalan penuh termasuk kepada diri, istri, anak dan hartanya
4 Konsuler mempunyai hak immunitas/kekebalan tetapi terbatas pada dirinya.

5) Hak istimewa yang dimiliki oleh oleh korps diplomatik.
Untuk memperlancar anggota korps diplomatik dalam
melaksanakan tugas, menurut kebiasaan hukum internasional para
anggota diplomatik diberikan hak istimewa berikut ini.
a) Hak immunitas yaitu hak kekebalan yang dimiliki anggota diplomatik
dari tuntutan hukum negara penerima baik perkara perdata maupun pidana.
b) Hak ekstrateritorial yaitu hak kekebalan terhadap daerah perwakilan
diplomatik termasuk halaman, gedung serta segala perlengkapan yang di milikinya.
f. Perhimpunan Kerja Sama Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN)
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau lebih populer
dengan sebutan Association of South east Asia Nations (ASEAN)
merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negaranegara
di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus
1967 melalui Deklarasi Bangkok yang ditandatangani oleh Menteri Luar
Negeri Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul
Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman
(Thailand). Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum
pada setiap bulan November.
1) Tujuan Kerjasama ASEAN
Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negaranegara
anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat
regionalnya. Secara rinci tujuan kerjasama ASEAN sebagaimana
tertuang dalam Deklarasi Bangkok:
a) Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta
pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama
dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh

landasan sebuah masyarakat Bangsa-Bangsa Asia Tenggara yang
sejahtera dan damai
b) Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan
menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara
negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
c) Meningkatkan kerjasama yang aktif serta saling membantu satu
sama lain di dalam masalah-masalah kepentingan bersama dalam
bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi
d) Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan
dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik, dan
administrasi
e) Meningkatkan penggunaan pertanian, industri, perluasan
perdagangan komoditi internasional, perbaikan sarana-sarana
pengangkutan, dan komunikasi, serta peningkatan taraf hidup
rakyat
f) Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan organisasiorganisasi
internasional dan regional yang ada, untuk menjajagi
segala kemungkinan.
2) Prinsip-prinsip Kerjasama ASEAN
Prinsip-prinsip kerjasama yang telah disepakati oleh negaranegara
anggota meliputi hal-hal berikut.
a) Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, integritas
wilayah nasional, dan identitas nasional setiap negara.
b) Hak untuk setiap negara untuk memimpin kehadiran nasional bebas
daripada campur tangan, subversif dan paksaan pihak luar.
c) Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota.
d) Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai.
e) Menolak penggunaan kekuatan yang mematikan.
f) Kerjasama efektif antara anggota.
Pada saat ini ASEAN beranggotakan semua negara di Asia
tenggara (kecuali Timor Leste dan Papua Nugini). Berikut ini adalah
negara-negara anggota ASEAN.
a) Filipina (negara pendiri).
b) Indonesia (negara pendiri).
c) Malaysia (negara pendiri).
d) Singapura (negara pendiri).
e) Thailand (negara pendiri).
f) Brunei Darussalam (7 Januari 1984).
g) Vietnam (28 Juli 1995).
h) Laos (23 Juli 1997).
i) Myanmar (23 Juli 1997).
j) Kamboja (30 April 1999).
3) Sekretariat ASEAN

Sekretariat ASEAN dibentuk dalam Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) pertama di Bali-Indonesia, tanggal 23-24 Februari 1976.
Sekretariat ASEAN dipimpin Sekretaris Jenderal yang diangkat oleh
para Menteri Luar Negeri ASEAN secara bergilir dengan masa jabatan
selama dua tahun.
Sekretaris Jenderal dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
staf regional dan lokal. Untuk memudahkan koordinasi dalam
melaksanakan tugas-tugas ASEAN, maka perlu dibuat Sekretariat
ASEAN. Untuk itu dalam KTT kedua di Kuala Lumpur-Malaysia, tanggal
4-5 Agustus 1977 ditetapkan bahwa tempat Sekretariat ASEAN di
Jakarta. Tepatnya di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan.
4) Struktur Organisasi ASEAN
Struktur organisasi ASEAN disusun dalam Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) yang pertama di Bali. Struktur organisasi tersebut,
kemudian disepakati dan disahkan dalam KTT ASEAN yang kedua di
Kuala Lumpur tanggal 4-5 Agustus 1977 dengan penyempurnaan
sebagai berikut.
a) Summit Meeting: Pertemuan Para Kepala Pemerintahan sebagai
kekuasaan tertinggi di dalam ASEAN. Petemuan yang biasa disebut
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) diadakan apabila dipandang perlu
untuk memberikan pengarahan kepada ASEAN.
b) Annual Ministerial Meeting: Sidang Tahunan Para Menteri Luar
Negeri ASEAN. Peranan dan tanggung-jawab sidang ini adalah
merumuskan garis kebijaksanaan dan koordinasi kegiatan-kegiatan ASEAN.
c) Sidang Para Menteri Ekonomi, yang dilaksanakan dua kali dalam
setahun. Tugasnya untuk merumuskan kebijaksanaan dan
koordinasi kerjasama di bidang ekonomi dan menilai hasil-hasil sidang.
d) Sidang para Menteri lainnya (Non Ekonomi). Tugasnya untuk
merumuskan kebijaksanaan mengenai bidang masing-masing,
seperti: pendidikan, kesehatan, sosial-budaya, penerangan,
perburuhan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sidang ini diadakan apabila dipandang perlu.
e) Standing Commitee. Tugasnya membuat keputusan-keputusan dan
menjalankan tugas-tugas pada waktu Sidang Tahunan Menteri Luar Negeri.
f) Komite-komite ASEAN, yang disederhanakan menjadi dua bidang,
yakni bidang ekonomi dan bidang non-ekonomi. Di bawah
koordinasi para Menteri Ekonomi terdapat lima komite yang masingmasing
berkedudukan di lima negara anggota ASEAN.
(1) Komite Perdagangan dan Priwisata (Committee on Trade and
Tourism), yang berkedudukan di Singapura
(2) Komite Industri, Mineral dan Energi (Committee on Industry,
Mineral and Energi), yang berkedudukan di Filipina
(3) Komite Keuangan dan Perbankan (Committee on Finance and
Banking), yang berkedudukan di Muangtahi
(4) Komite Pangan, Pertanian dan Kehutanan (Committee on
Food, Agriculture and Forestry), yang berkedudukan di Indonesia
(5) Komite Transportasi dan Komunikasi (Committee on
Transportation and Communication), yang berkedudukan di Malaysia.
Untuk bidang non-ekonomi terdapat tiga komite yang
kedudukannya berpindah tempat setiap tahun menurut abjad negaranegara
anggota ASEAN. Indonesia (I), Malaysia (M), Philipina (P),
Singapura (S), dan Thailandd (T). Komite-komite tersebut adalah:
(1) Komite Kebudayaan dan Penerangan (Committee on Culture and
Information), yang berkedudukan di Indonesia
(2) Komite Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Committee on Science
and Technology), yang berkedudukan di Singapura
(3) Komite Pembangunan Sosial (Committee on Social Development),
yang berkedudukan di Indonesia, (Rochiati Wiriaatmadja, 1996).
5) Bentuk Kerjasama ASEAN
a) Bidang politik dan keamanan
Kepala Pemerintahan ASEAN dalam KTT Bali 23-24 1976
sepakat untuk memperluas kerjasama pada bidang politik,
pertahanan, keamanan, dan intelijen. Kesepakatan dikukuhkan
dalam Deklarasi Persetujuan ASEAN (Declaration of ASEAN Record).

Isi Deklarasi: tujuan politik negara-negara anggota adalah
penekanan keamanan dalam negeri dan penegasan kembali
ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality), yaitu Zona
yang Damai, Bebas dan Netral di negara-negara ASEAN.
Kerjasama ini untuk menciptakan kondisi kawasan ASEAN yang
stabil dan aman, karena masing-masing anggota sedang
melaksanakan pembangunan nasionalnya.
Pemerintah juga mensepakati perjanjian kawasan ASEAN
bebas senjata nuklir pada tahun 1997 di Bangkok.Isinya adalah
melarang negara anggota untuk:
(1) mengembangkan, memproduksi, memiliki kendali atau senjata nuklir;
(2) menjadi tempat persinggahan senjata nuklir;
(3) melakukan uji coba senjata nuklir.

b) Bidang sosial-budaya
Kerjasama ini sesuai Deklarasi Bangkok tahun 1967
mencakup upaya pengentasan kemiskinan, penanggulangan
bencana alam, pembangunan pedesaan, kesejahteraan sosial,
kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan,
kebudayaan, pemuda, wanita, penerangan, penanggulangan
narkotika, dan yayasan ASEAN. Kerjasama bidang sosial-budaya
melalui Deklarasi Manila tahun 1987 diubah dengan kerjasama fungsional.
Kepala Pemerintahan ASEAN dalam KTT Bali telah
mensepakati Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia
Tenggara (Treaty af Amity and Cooperation in South East Asia).
Isinya tentang prinsip-prinsip kerjasama atau aturan dasar
persahabatan antar negara anggota ASEAN, yang terdiri dari:
(1) Memajukan perdamaian yang kekal, persahabatan dan
kerjasama yang langgeng diantara negara-negara anggota
(2) Dalam hubungan-hubungan antar anggota ASEAN berlaku
prinsip-prinsip, sebagai berikut.
(a) Penghormatan bersama terhadap kemerdekaan,
kedaulatan, persamaan, integrasi teritorial, dan identitas
nasional semua bangsa.
(b) Hak setiap bangsa untuk membela eksistensi nasionalnya,
bebas dari campur tangan luar, subversi atau paksaan.
(c) Tidak melakukan campur tangan urusan dalam negeri
negara anggota yang lain.
(d) Penyelesaian perbedaan-perbedaan atau perselisihan
dengan jalan damai.
(e) Penolakan ancaman atau penggunaan kekuatan.
(f) Kerjasama yang efektif diantara negara anggota.
Dengan prinsi-prinsip tersebut akan terwujud kehidupan
masyarakat ASEAN yang stabil dan aman.

c) Bidang ekonomi
Negara-negara ASEAN menetapkan menetapkan pajak dan
tarif tinggi untuk barang impor dari negara-negara di luar ASEAN.
Dalam KTT keempat di Singapura 27-29 Januari 1992
mencanangkan ASEAN Free Trade Area (AFTA): kawasan
perdagangan bebas ASEAN 2007. Tujuannya untuk meningkatkan
daya saing kawasan dengan kawasan lain.
Tahun 1993 dalam pertemuan tingkat Menteri ASEAN di
Malaysia diresmikan pembentukan IMT-GT (Indonesia, Malaysia
and Thailand – Growth Triangle): Pertumbuhan kawasan Segitiga
antara Indonesia, Malaysia dan Thailand. Kawasan Pertumbuhan
untuk Indonesia: Sumatra Utara dan Aceh. Kawasan Pertumbuhan
untuk Malaysia: Kedah, Penang, Perak, dan Perlis. Sedangkan
kawasan Pertumbuhan untuk Thailand: Narathiwat, Yala, Satun,
Songkhla, dan Pattani.
Pada tahun 1994 atas usul Presiden Fidel Ramos telah
diresmikan BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines –
East ASEAN Growth Area): Pertumbuhan Kawasan Timur ASEAN,
yaitu: Kawasan Brunei Darussalam, Kawasan Indonesia
(Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua), Kawasan Malaysia
(Sabah, Serawak dan Labuan), dan Kawasan Filipina (Mindanau
dan Palawan). Kemudian dibentuk BIMP-EAGA Bussiness Council:
Dewan Bisnis Pertumbuhan Kawasan Timur ASEAN untuk
mendorong peran swasta dalam pembangunaan ekonomi kawasan.

Tahun 1997 Kepala negara-negara ASEAN menghendaki
integrasi ekonomi kawasan yang lebih besar. Hal ini untuk
mengurangi hambatan fisik arus barang, jasa dan investasi antar
anggota ASEAN. Sebagai tindak lanjut dibuat jaringan transportasi ASEAN.

g. Peranan Indonesia di Asia Tenggara
Peranan Indonesia dalam lingkungan Asia Tenggara ikut
menentukan terwujudnya tujuan kerjasama ASEAN. Peranan Indonesia
sebagai salah satu anggota ASEAN sebagai berikut.
1) Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN. Indonesia melalui
Menteri Luar Negerinya saat itu, Adam Malik ikut menanda tangani
Deklarasi Bangkok yang isinya menjadi tujuan ASEAN.
2) Melalui KTT ASEAN yang pertama di Bali tahun 1976, Indonesia
sebagai pemrakarsa tentang perluasan kerjasama ASEAN. Dari
kerjasama di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan, kemudian
ditambah dengan politik, pertahanan, keamanan, dan intelijen.
Sehingga keluarlah Deklarasi Bali yang berisi tentang ZOPFAN
(Zone of Peace, Freedom and Neutrality), yaitu Zona yang Damai,
Bebas dan Netral di negara-negara ASEAN. Dan Perjanjian
Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty af Amity
and Cooperation in South East Asia).
3) Dalam KTT ASEAN yang kedua di Kuala Lumpur tahun 1977,
Indonesia dipilih sebagai tempat Sekretariat ASEAN. Tepatnya
berada di Jakarta. Melalui tempat ini, pengendalian operasional
kerjasama ASEAN dijalankan di bawah pimpinan Sekretaris
Jenderal yang dibantu oleh staf regional dan lokal. Sekretaris
Jenderal sekarang dijabat oleh Ong Keng Yong darti Singapura.
4) Di bidang ekonomi, Indonesia menjadi tempat kedudukan Komite
Pangan, Pertanian dan Kehutanan, dengan pertimbangan bahwa
Indonesia adalah negara agraris. Sehingga hasilnya diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan ekonomi negara-negara anggota
ASEAN lainnya
5) Untuk meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi, Indonesia dipilih
sebagai tempat Proyek Industri ASEAN, yaitu Proyek Pupuk Urea,
untuk memenuhi kebutuhan pupuk negara-negara anggota.
6) Di bidang kebudayaan dan penerangan, Indonesia ikut berperan dalam:
(a) memperkenalkan ASEAN melalui sekolah dan lembaga
pendidikan lainnya, saling tukar-menukar pelajar;
(b) memberikan bantuan kepada para cendekiawan, penulis, artis,
dan wakil media massa ASEAN dalam rangka memupuk rasa
persahabatan regional;
(c) menyebarluaskan hasil pengkajian masalah-masalah Asia
Tenggara melalui kerjasama yang lebih erat antara lembagalembaga nasional.
7) Dalam bidang keamanan, Indonesia ikut bertanggung jawab dalam
mewujudkan stabilitas nasional dan regional, keamanan regional ini
merupakan gagasan yang dihasilkan Deklarasi Kuala Lumpur
tahun 1971 tentang ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and
Neutraliti). Selanjutnya ZOPFAN disepakati dalam KTT Bali.
(a) Tahun 1984 Indonesia ditunjuk ASEAN sebagai teman bicara
(interlocutor) ASEAN dengan Vietnam dalam menyelesaikan
konflik Kamboja. Dalam dalam Konperensi Tingkat Menlu pada
1 Agustus 1989 berhasil disepakati penyelesaian konflik
Kamboja yang isinya, sebagai berikut:
(b) Penarikan mundur pasukan Vietnam di bawah pengawasan
internasional
(c) Jaminan internasional bagi kemerdekaan dan integritas
Kamboja
(d) Pembentukan pemerintah koalisi sementara berdasarkan rekonsiliasi nasional
(e) Pemilihan umum yang bebas
 (f) Pemulangan para pengungsi
(g) Pembangunan kembali Kamboja.
8) Dalam KTT kesembilan di Bali tanggal 7-8 Oktober 2003, Indonesia
mengusulkan gagasan untuk mengubah ASEAN dari asosiasi
negara-negara menjadi komunitas negara-negara. Usulan ini
disepakati melalui Declaration of ASEAN Concord II bahwa
gagasan itu didasarkan pada tiga pilar, yaitu Komunitas Keamanan
ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial
Budaya ASEAN. Dan para Kepala Pemerintahan ASEAN berjanji
akan diwujudkan gagasan itu pada tahun 2020. Kemudian gagasan
itu dikenal dengan Visi ASEAN 2020, yakni ASEAN sebagai
“negara-negara Asia Tenggara yang bersatu, yang melihat keluar,
hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan”, yang
bersama-sama terikat dalam satu kemitraan pembangunan dinamis
serta dalam suatu komunitas masyarakat yang saling peduli
Adapun peranan Indonesia dalam percaturan politik internasional
sebagai berikut.
1) Peranan Indonesia sebagai Anggota PBB
a) Di bidang dekolonisasi, Indonesia salah satu promotor
tercapainya Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan
kepada rakyat-rakyat dan negara-negara terjajah pada tahun
1960. Ketua Komite perumus Deklarasi adalah Duta Besar L.N.
Palar.
b) Indonesia berpartisipasi dalam pengiriman pasukan pemelihara
perdamaian PBB, yaitu Pasukan Garuda (Kongo).
(1) Kongo I, VI, VII, dan VII di Timur Tengah.
(2) Kongo II dan III di Kongo.
(3) Kongo IV dan V di Vietnam.
(4) Kongo XI-1 dan XI-3 yang tergabung dalam UNIKOM
(United Nations Irak-Kuwait Observer Mission) : Misi
Pengamat PBB untuk Irak-Kuwait.
(5) Kongo XII di Kamboja.
(6) Kongo XII di Somalia yang tergabung dalam United Nations
Military Observer in Somalia: Pengamat Militer PBB di Somalia.
(7) Kongo XIV di Bosnia yang tergabung dalam United Nations
Military Observer in Bosnia: Pengamat Militer PBB di
Bosnia. Dengan pasukan ini sebagai wujud partisipasi
Indonesia dalam UNPROFOR (United Nations Protection
Force): Pasukan Pelindung PBB untuk Bosnia.
c) Indonesia berperan aktif dalam Konperensi PBB tentang
Hukum Laut sampai terwujudnya Konvensi Hukum Laut
Internasional tahun 1982 di Yamaica. Dalam Konvensi ini
diterima konsep Negara Kepulauan (Archipelagic States).
d) Warga negara Indonesia pernah menduduki jabatan tinggi yang
setara dengan Assitant Secretary General (Asisten Sekretaris
Jenderal PBB), yaitu Y.B.P. Maramis sebagai Executif
Secretary ESCAP, Sujatmoko sebagai Rektor Universitas PBB
di Tokyo, dan M. Makagiansar sebagai Assistent Director
General for Culture UNESCO di Paris
e) Pada tahun 1984, Indonesia tercatat sebagai anggota
Governing Bodies dari berbagai Badan Khusus PBB. Di
antaranya, ICAO (International Civil Aviation Organization):
Orgaanisasi Penerbangan Sipil Internasional, ILO (International
Labour Organization): Organisasi Buruh Internasional, WHO
(World Health Organization): Organisasi Kesehatan Dunia, FAO
(Food and Agriculture Organization): Organisasi Bahan Pangan
dan Pertanian, IAEA (International Atomic Energy Agency):
Badan Tenaga Atom Internasional, ITU (International
Telecommunication Union): Uni Telekomunikasi Internasional,
IMO (International Maritime Organization)I: Organisasi Maritim
Internasional. Keanggotaan tersebut menunjukan kepercayaan
terhadap kesungguhan dan kemampuan Indonesia dalam
memperjuangkan kepentingan khususnya kelompok negaranegara regional.
2) Peranan Indonesia dalam perlucutan senjata (disarmament)
a) Indonesia memerlukan iklim politik dunia yang stabil untuk
dapat menjamin pembangnan nasional. Untuk itu Indonesia
sejak tahun 1979 berperan aktif sebagai anggota Konperensi
Perlucutan Senjata yang dibentuk pada Sidang Khusus
Pertama Majelis Umum PBB tahun 1978.
b) Konsep ASEAN untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai
kawasan damai, bebas dan netral merupakan salah satu usaha
perlucutan senjata regional. Tujuannya untuk membantu
terciptanya suasana hubungan internasional yang serasi dan
adil tanpa penggunaan kekerasan.
c) Indonesia juga mempelopori usaha untuk menjadikan Samudra
Hindia sebagai kawasan damai sesuai dengan resolusi PBB
nomor. 2832 (XXVI) 1971.
3) Peranan Indonesia dalam OKI (Organisasi Koperensi Islam)
a) Menjadi penengah pertentangan kepentingan antara kelompok
progresif revolosioner dengan kelompok konservatif/moderat.
b) Memberikan sumbangan dalam rangka meningkatkan rasa
kesetiakawanan antar anggota OKI.
c) Dalam KTT ke 14 di Casablanca, Indonesia mendukung
penerimaan kembali Mesir sebagai anggota OKI dan
memprakarsai pengajuan resolusi tentang peninjauan kembali
mekanisme dana sarana OKI.
d) Bidang politik, Indonesia berperan dalam menemukan
penyelesaian masalah umat Islam, seperti Al Quds, Palestina,
Afganistan, Iran-Iraq.
4) Bidang ekonomi, Indonesia menyumbangkan ide kerjasama untuk
memajukan ekonomi dan perdagangan sekaligus menggalang dana
untuk pembiayaan pembangunan dalam negeri
5) Bidang sosial-budaya, Indonesia berhasil memasukan program pemugaran Masjid Demak di Jawa Tengah sebagai program Komisi
Penginggalan Kebudayaan OKI. Indonesia juga sebagai anggota Komisi Internasional Peninggalan Kebudayaan Islam. Wakil
Indonesia (Suhanda Ijas) dipercaya sebagai Wakil Ketua Komisi Bulan Sabit Islam Internasional yang berkedudukan di Lybia.
6) Peranan Indonesia dalam penyelesaian konflik Kamboja
a) Tahun 1981 Indonesia sebagai penengah antara Pemerintah Koalisi Demokratik Kamboja (Sihanouk) dan Pemerintah Boneka Vietnam di Kamboja (Heng Samrin).
b) Tahun 1984 Indonesia ditunjuk ASEAN sebagai teman bicara (interlocutor) ASEAN dengan Vietnam dalam menyelesaikan
konflik Kamboja. Dalam serangkaian pembicaraan akhirnya pada 1 Agustus 1989 dalam Konperensi Tingkat Menlu berhasil disepakati penyelesaian konflik Kamboja, yaitu:
(1) penarikan mundur pasukan vietnam dibawah pengawasan internasional;
(2) jaminan internasional bagi kemerdekaan dan integritas kamboja;
(3) pembentukan pemerintah koalisi sementara berdasarkan rekonsiliasi nasional;
(4) pemilihan umum yang bebas;
(5) pemulangan para pengungsi;
(6) pembangunan kembali Kamboja (Ekram Pawiroputro, 2002).

Evaluasi Modul 7
Petunjuk: Pilihlah jawaban yang paling benar dengan jalan memberikan
tanda silang (X) alternatif jawaban yang tersedia
1. Istilah Globalisasi yang diperkenalkan oleh Theodore Levitt pada tahun 1985 untuk memaknai terjadinya proses perkembangan pada aspek ekonomi, khususnya menyangkut ....
a. Politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan
b Politik perdagangan bebas oleh aktor utama globalisasi
c. Budaya perdagangan bebas dan transaksi keuangan
d. Budaya perdagangan bebas oleh aktor utama globalisasi
2. Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan adanya . . .
b. Ketergantungan budaya asing utamanya musik dan film dari luar negeri
c. Terjadinya dominasi barang-barang konsumtif dalam kehidupan masyarakat
d. Semakin banyaknya kesuksesan yang diraih masyarakat di berbagai pelosok tanah air
e. Peningkatan arus barang antar negara yang menunjukan
ketergantungan umat-manusia
3. Proses globalisasi diawali dengan munculnya kesadaran manusia yang saling membutuhkan dan munculnya pengetahuan tentang a. Komunikasi b. Transportasi
c. Perdagangan d. Ekonomi global
4. Sebagai akibat globalisasi yang kurang pengaruhnya dalam kehidupan manusia adalah ….
a. Perubahan yang cepat                                                                        b. Keusangan segala sesuatu dengan cepat
c. Pembauran yang berkangsung dengan cepat                              d. Kesesaatan segala sesuatu dalam kehidupan manusia
5. Privatisasi aset-aset negara kepada pihak swata mengindikasikan bahwa telah terjadi pelanggaran ... suatu suatu negara oleh actor globalisasi.a. Kekuasaan b. Kedaulatan c. Kewenangan d. Fungsi dan tujuan
6. Apabila terjadi perselisihan antar pelaku perdagangan bebas, maka organisasi yang berkewenangan untuk menyelesaikan adalah
a. GATT (General Agreement on Trade and Tariffs)
b. Mahkamah Internasional
c. WTO (World Trade Organization)
d. Bank Dunia atau lembaga keuangan dunia
7. Yang kurang menunjukan arti pentingnya globalisasi bagi Indonesia adalah . . .
a. Meningkatkan kemampuan SDM
b. Meningkatkan kerja sama antar bangsa.
c. Mendorong penyelesaian isu global secara terbuka.
d. Terpenuhinya segala macam kebutuhan masyarakat
8. Dasar Politik luar negeri Indonesia di lancarkan secara aktif menentang imperialisme dan kolonialisme adalah ....
a. Pancasila
b. UUD NRI Tahun 1945
c. Peraturan Pemerintah
d. Kebijaksanaan Presiden
9. Kebijakan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia dalam konteks bilateral diarahkan untuk . . .
a. Perjuangan melalui kerjasama dengan dukungan negaranegara ASEAN
b. Mengabdi kepentingan nasional dengan dukungan negaranegara ASEAN
c. Mengabdi kepentingan nasional dengan dukungan negaranegara sahabat
d. Peningkatkan dan pengamanan kerja sama dengan dukungan negara sahabat
10. Sarana politik luar negeri guna memperkenalkan kepentingan nasional kepada bangsa/negara lain adalah ...
a. Perjanjian
b. Diplomat
c. Diplomasi
d. Perundingan
11. Yang diperjuangkan Indonesia di forum internasional melalui kebijakan politik luar negerinya adalah ...
a. kepentingan internasional.
b. kepentingan nasional.
c. kesejahteraan dunia.
d. perdamaian dunia.
12. Diplomat dalam menjalankan tugasnya di negara penerima dapat mempergunakan ...
a. berbagai media yang ada.
b. Hanya media yang resmi
c. Boleh media yang tidak resmi.
d. Mata-mata dinegara penerima.
13. Diplomat Indonesia yang berpangkat duta besar (ambassador), diangkat oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan
atau persetujuan ...
a. MPR
b. DPR
c. MK dan KY
d. Menlu
14. Organisasi kerjasama kawasan yang didirikan dengan Deklarasi Bangkok, 8 Agustus 1967 oleh yang didirikan di Bangkok, 8
Agustus 1967 oleh meteri luar negeri dari lima negara anggotanya yang dikenal dengan ASEAN dalam per kembangannya sampai
sekarang sudah beranggotakan ...
a. 7 negara
b. 8 negara
c. 9 negara
d. 10 negara
15. Peran aktif Indonesia di forum internasional diantaranya dalam Konperensi PBB tentang Hukum Laut sampai terwujudnya
Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 di Yamaica. Dalam Konvensi ini telah diterima konsep ...
a. Negara maritim
b. Negara kepulauan
c. Penanggulangan keamanan di laut
d. Pemanfaatan ZEE dan landas benua