Pintu Niaga, Usaha Dan Bisnis Yang Membahayakan
Meraup keuntungan merupakan dambaan setiap pedangang atau pengusaha. Mendapatkan penghasilan berupa uang merupakan dambaan, harapan setiap manusia di dunia ini. Namun cara untuk meraihnya tak sepatutnya sampai menggadaikan keimanan, menghancurkan kehormatan, dan martabat seseorang serta melanggar hak azazi manusia lain.
Sekarang ini masalah pemenuhan kebutuhan melalui usaha yang beragam bentuknya berkembang pesat dan cukup pelik untuk dimengerti, dari yang tradisional, konvensional sampai yang multi level. Hal ini menuntut setiap Muslim untuk mengerti hukum syariat tentang hal-hal itu, terlebih lagi ini kaum Muslimin saat ini banyak yang meremehkan dan tidak memperhatikan lagi masalah halal dan haram dalam usaha mereka. Bahkan sebagian mereka sudah tidak peduli lagi dengan masalah ini. Sungguh benar berita yang disampaikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?!
Berapa banyak seseorang yang menzhalimi saudaranya hanya dengan dalih harta, bahkan saling menumpahkan darah di antara mereka.
Sisi lain yang membuat kita miris yaitu maraknya dunia remang-remang, "kupu-kupu malam, ciblek, ayam kampus, WTS, Pelacur, Pekerja Seks Komersial (PSK), atau apapun nama dan istilahnya, merupakan satu usaha yang diharamkan dan tidak diperbolehkan, walaupun alasan Mereka mayoritas adalah alasan ekonomi, Tapi apakah tidak ada jalan lain yang halal?, sehat? dan tidak membahayakan manusia lain dengan munculnya berbagai penyakit yang mematikan.
Heboh lagi berita minuman dan makanan berbahaya yang mengandung bakteri membahayakan seakan tiada pernah henti diwartakan media baik elektronik, cetak maupun media sosial,internet dan lain-lain. Kasus demi kasus bergulir ke permukaan. Bagitu banyak kalangan yang dirugikan, baik kesehatan maupun jiwanya terancam kematian akibat bakteri dan racun yang terkandung di dalamnya.
Mulai dari air kemasan mentah, susu formula mengandung bakteri sakazakii, makanan mengandung zat pewarna, penguat rasa, bahan pengawet, formalin, sampai pada ayam tiren (mati kemarin) dan daging sampah sisa restoran dan hotel.
Mirisnya fenomena tersebut telah berlangsung lama. Dengan kata lain racun yang bersemayam dalam makanan dan minuman tersebut telah lama juga dikonsumsi oleh manusia dari anak-anak sampai orang tua. Bagi masyarakat miskin, keputusan untuk membeli tentunya karena tidak ada pilihan. Harga yang murah dan dapat dijangkau pasti menjadi skala prioritas. Namun bagi masyarakat menengah ke atas faktor ketidaktahuanlah yang mereka membeli makanan dan minuman beracun.
Dalam hal ini pihak penjual sepenuhnya berhasil memperdaya mereka. Oknum pedagang yang tidak bertanggungjawab berhasil menggaet hati para pembeli dan menjerat mereka dalam bisnis muslihat mereka. Tak sampai si sini saja, oknum pedagang pun telah mengancam nyawa banyak orang yang tak berdosa.
Praktik demikian sejatinya telah dilarang baik dalam agama maupun negara. islam sangat menekankan prinsip kejujuran dalam berniaga (jual-beli) dan tidak boleh berlaku muslihat. Barang yang dijual tak sepatutnya memiliki cacat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, "Orang islam itu adalah saudara bagi orang islam lainnya, tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang ada cacatynya melainkan harus dijelaskan kepadanya." (H.R Ahmad dan Ibnu Majah).
Selain itu Islam juga melarang jual beli barang atau hal yang membahayakan seperti minuman keras, bangkai, darah, babi dan berhala. Allah melaknat kaum Yahudi" Diharamkan lemak atas mereka kemudian mereka menjualnya dan memakan harganya (hasil penjualannya). Dan sesungguhnya apabila Allah telah mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan-Nya atas mereka harganya (H.R Ahmad dan Abu Daud)
Memakan sesuatu yang diharamkan hanya dibolehkan ketika dalam kondisi darurat, misalnya memakan daging anjing, babi, ular ketika tidak ada makanan lain sama sekali dan kalau tidak makana, maka pasti akan mati. Namun ada rambu-rambu khusus yang harus diperhatikan sebelum kewenangan darurat itu dipraktikan.
Sebatas Darurat
Dalam fatwa-fatwa kontemporer, Syeikh Yusuf Al Qardlawi menyebutkan: bahwa mengkonsumsi barang haram yang diharamkan hanya diperbolehkan ketika berada dalam kondisi darurat. Misalnya kondisi darurat memperbolehkan seseorang memakan bangkai, darah, dan daging babi, anjing, ular ketika kelaparan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur'an tetapi dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan tidak menginginkannya dan tidal melampaui batas. "...maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang" (Al Maidah: 3).
Karena itu para Fuqaha menetapkan kaidah lain sebagai penyempurna, yaitu bahwa apa yang diperbolehkan karena darurat harus diukur sesuai dengan kadar keperluannya. Jika tidak (yakni kalau melebihi kebutuhan yang tidak dapat dihindari itu), berarti ia telah sengaja melanggar dan melampaui batas.
Pemberlakuan daruratpun baru benar-benar bisa dipraktikan dalam tiga kondisi yaitu:
1. Harus benar-benar terwujud dalam kenyataan, bukan sekedar alasan untuk memperbolehkan (menghalalkan) sesuatu yang haram.
2. Jika semua pintu yang halal sudah tertutup, baik bagi perseorangan maupun bagi pemerintah, meskipun semua jalan telah dicoba untuk diusahakan, sedangkan pengganti yang dibenarkan syara' untuk menutup keperluan itu tidak ada lagi. Akan tetapi jika ada penggantinya dan terbuka pintu kepada yang halal, maka tidak boleh berlindung kepada yang haram (sama sekali).
3. Tidak menjadikan sesuatu yang darurat itu sebagai pokok dan kaidah melainkan hanya berupa pengecualian yang bersifat sementara, yang akan hilang dan lenyap kedaruratannya..
Perniagaan atau perdagangan memang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Namun untuk memperolehnya tidak diperbolehkan dengan cara-cara yang diharamkan.rinsip niaga yang telah ditetapkan syara' adalah sandaran dan pegangan mutlak yang harus dijadikan patokan setiap pedagang, jika tidak, maka Mereka niscaya berada dalam kesesatan yang berujung pada kesengsaraan di akherat.
Berikut beberapa perniagaan yang diharamkan:
Pertama, zalim. Syariah melarang terjadinya interaksi bisnis yang merugikan atau membahayakan salah satu pihak.
Kedua, riba. Secara tegas syariah mengharamkan segala bentuk riba.
Ketiga, maysir (perjudian). "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka,jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah [5]: 90).
Keempat, gharar (penipuan). Perniagaan yang mengandung unsur penipuan, didalamnya ada kebohongan maka itu diharamkan
Kelima, barang haram. Dalam transaksi jual-beli, Islam mengharamkan memperjual-belikan barang-barang yang haram, baik dari sumber barang maupun penggunaan (konsumsi) barang tersebut.
Keenam, maksiat. Apa pun bentuk maksiat yang terdapat dalam proses transaksi (muamalat) merupakan hal yang diharamkan.
Bahaya Niaga dan Usaha Haram
Allah Azza wa Jalla mengharamkan sesuatu yang berbahaya bagi makhluk-Nya. Usaha yang haram juga memiliki implikasi buruk dan bahaya terhadap pelakunya. Di antaranya adalah:
1. Usaha yang haram mengotori hati dan membuat malas anggota tubuh dalam berbuat ketaatan serta hilangnya barakah rezeki dan umur. Usaha yang haram adalah kemaksiatan dan perbuatan dosa yang memiliki implikasi buruk sangat banyak sekali, di antaranya membuat hati kotor dan gelap.
2. Usaha yang haram tentunya akan menghasilkan harta dan makanan yang haram juga, sehingga pelakunya akan tumbuh dari makanan yang haram. Bila demikian, maka neraka lebih pantas baginya.
Sesungguhnya tidak berkembang daging yang tumbuh dari makanan yang haram kecuali Neraka yang lebih pantas baginya.[10]
3. Usaha yang haram mengakibatkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla serta memasukkan pelakunya ke dalam neraka.
Mengapa ujian demi ijian, malapetaka, bencana datang silih berganti menimpa kita, kemakmuran sulit dicapai, ketenangan hidup dan kemenangan tak juga diraih? Mengapa do’a-do’a kita tidak terkabulkan? Kemungkinan jawabannya adalah kelalaian kita dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder yang baik dan ketidak pedulian kita tentang masalah halal dan haramnya.
Hal ini dijelaskan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalan hadits Abu Umâmah al-Hâritsi bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Siapa yang mengambil hak seorang Muslim dengan sumpahnya, maka Allah Azza wa Jalla masukkan ke dalam neraka dan mengharamkannya surga. Seorang bertanya kepada beliau: “Walaupun hanya sesuatu yang remeh wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Walaupun hanya sepotong kayu siwak”.[11]
Juga dalam sabda beliau Shallallahu alaihi wa sallam:
4. Usaha yang haram dapat mengakibatkan tidak diterimanya doa dan amal shalih pelakunya, karena makanan dan minuman yang didapatkan dari usaha haram adalah haram dan makanan haram.
Dengan demikian tak ada alasan bagi siapapun melakukan tindakan menyesatkan dalam berniaga. Rasulullah bahkan menjamin oknum pedagang bukan sebagai pengikutnya. Bila pemimpin teladan itu menolak , niscaya Allah akan menerimanya... Wallahu a'lam... Semoga Kita diberi petunjuk...
Meraup keuntungan merupakan dambaan setiap pedangang atau pengusaha. Mendapatkan penghasilan berupa uang merupakan dambaan, harapan setiap manusia di dunia ini. Namun cara untuk meraihnya tak sepatutnya sampai menggadaikan keimanan, menghancurkan kehormatan, dan martabat seseorang serta melanggar hak azazi manusia lain.
Sekarang ini masalah pemenuhan kebutuhan melalui usaha yang beragam bentuknya berkembang pesat dan cukup pelik untuk dimengerti, dari yang tradisional, konvensional sampai yang multi level. Hal ini menuntut setiap Muslim untuk mengerti hukum syariat tentang hal-hal itu, terlebih lagi ini kaum Muslimin saat ini banyak yang meremehkan dan tidak memperhatikan lagi masalah halal dan haram dalam usaha mereka. Bahkan sebagian mereka sudah tidak peduli lagi dengan masalah ini. Sungguh benar berita yang disampaikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ؛ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ؟!
Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?!
Berapa banyak seseorang yang menzhalimi saudaranya hanya dengan dalih harta, bahkan saling menumpahkan darah di antara mereka.
Sisi lain yang membuat kita miris yaitu maraknya dunia remang-remang, "kupu-kupu malam, ciblek, ayam kampus, WTS, Pelacur, Pekerja Seks Komersial (PSK), atau apapun nama dan istilahnya, merupakan satu usaha yang diharamkan dan tidak diperbolehkan, walaupun alasan Mereka mayoritas adalah alasan ekonomi, Tapi apakah tidak ada jalan lain yang halal?, sehat? dan tidak membahayakan manusia lain dengan munculnya berbagai penyakit yang mematikan.
Heboh lagi berita minuman dan makanan berbahaya yang mengandung bakteri membahayakan seakan tiada pernah henti diwartakan media baik elektronik, cetak maupun media sosial,internet dan lain-lain. Kasus demi kasus bergulir ke permukaan. Bagitu banyak kalangan yang dirugikan, baik kesehatan maupun jiwanya terancam kematian akibat bakteri dan racun yang terkandung di dalamnya.
Mulai dari air kemasan mentah, susu formula mengandung bakteri sakazakii, makanan mengandung zat pewarna, penguat rasa, bahan pengawet, formalin, sampai pada ayam tiren (mati kemarin) dan daging sampah sisa restoran dan hotel.
Mirisnya fenomena tersebut telah berlangsung lama. Dengan kata lain racun yang bersemayam dalam makanan dan minuman tersebut telah lama juga dikonsumsi oleh manusia dari anak-anak sampai orang tua. Bagi masyarakat miskin, keputusan untuk membeli tentunya karena tidak ada pilihan. Harga yang murah dan dapat dijangkau pasti menjadi skala prioritas. Namun bagi masyarakat menengah ke atas faktor ketidaktahuanlah yang mereka membeli makanan dan minuman beracun.
Dalam hal ini pihak penjual sepenuhnya berhasil memperdaya mereka. Oknum pedagang yang tidak bertanggungjawab berhasil menggaet hati para pembeli dan menjerat mereka dalam bisnis muslihat mereka. Tak sampai si sini saja, oknum pedagang pun telah mengancam nyawa banyak orang yang tak berdosa.
Praktik demikian sejatinya telah dilarang baik dalam agama maupun negara. islam sangat menekankan prinsip kejujuran dalam berniaga (jual-beli) dan tidak boleh berlaku muslihat. Barang yang dijual tak sepatutnya memiliki cacat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, "Orang islam itu adalah saudara bagi orang islam lainnya, tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang ada cacatynya melainkan harus dijelaskan kepadanya." (H.R Ahmad dan Ibnu Majah).
Selain itu Islam juga melarang jual beli barang atau hal yang membahayakan seperti minuman keras, bangkai, darah, babi dan berhala. Allah melaknat kaum Yahudi" Diharamkan lemak atas mereka kemudian mereka menjualnya dan memakan harganya (hasil penjualannya). Dan sesungguhnya apabila Allah telah mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan-Nya atas mereka harganya (H.R Ahmad dan Abu Daud)
Memakan sesuatu yang diharamkan hanya dibolehkan ketika dalam kondisi darurat, misalnya memakan daging anjing, babi, ular ketika tidak ada makanan lain sama sekali dan kalau tidak makana, maka pasti akan mati. Namun ada rambu-rambu khusus yang harus diperhatikan sebelum kewenangan darurat itu dipraktikan.
Sebatas Darurat
Dalam fatwa-fatwa kontemporer, Syeikh Yusuf Al Qardlawi menyebutkan: bahwa mengkonsumsi barang haram yang diharamkan hanya diperbolehkan ketika berada dalam kondisi darurat. Misalnya kondisi darurat memperbolehkan seseorang memakan bangkai, darah, dan daging babi, anjing, ular ketika kelaparan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur'an tetapi dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan tidak menginginkannya dan tidal melampaui batas. "...maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang" (Al Maidah: 3).
Karena itu para Fuqaha menetapkan kaidah lain sebagai penyempurna, yaitu bahwa apa yang diperbolehkan karena darurat harus diukur sesuai dengan kadar keperluannya. Jika tidak (yakni kalau melebihi kebutuhan yang tidak dapat dihindari itu), berarti ia telah sengaja melanggar dan melampaui batas.
Pemberlakuan daruratpun baru benar-benar bisa dipraktikan dalam tiga kondisi yaitu:
1. Harus benar-benar terwujud dalam kenyataan, bukan sekedar alasan untuk memperbolehkan (menghalalkan) sesuatu yang haram.
2. Jika semua pintu yang halal sudah tertutup, baik bagi perseorangan maupun bagi pemerintah, meskipun semua jalan telah dicoba untuk diusahakan, sedangkan pengganti yang dibenarkan syara' untuk menutup keperluan itu tidak ada lagi. Akan tetapi jika ada penggantinya dan terbuka pintu kepada yang halal, maka tidak boleh berlindung kepada yang haram (sama sekali).
3. Tidak menjadikan sesuatu yang darurat itu sebagai pokok dan kaidah melainkan hanya berupa pengecualian yang bersifat sementara, yang akan hilang dan lenyap kedaruratannya..
Perniagaan atau perdagangan memang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Namun untuk memperolehnya tidak diperbolehkan dengan cara-cara yang diharamkan.rinsip niaga yang telah ditetapkan syara' adalah sandaran dan pegangan mutlak yang harus dijadikan patokan setiap pedagang, jika tidak, maka Mereka niscaya berada dalam kesesatan yang berujung pada kesengsaraan di akherat.
Berikut beberapa perniagaan yang diharamkan:
Pertama, zalim. Syariah melarang terjadinya interaksi bisnis yang merugikan atau membahayakan salah satu pihak.
Kedua, riba. Secara tegas syariah mengharamkan segala bentuk riba.
Ketiga, maysir (perjudian). "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka,jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah [5]: 90).
Keempat, gharar (penipuan). Perniagaan yang mengandung unsur penipuan, didalamnya ada kebohongan maka itu diharamkan
Kelima, barang haram. Dalam transaksi jual-beli, Islam mengharamkan memperjual-belikan barang-barang yang haram, baik dari sumber barang maupun penggunaan (konsumsi) barang tersebut.
Keenam, maksiat. Apa pun bentuk maksiat yang terdapat dalam proses transaksi (muamalat) merupakan hal yang diharamkan.
Bahaya Niaga dan Usaha Haram
Allah Azza wa Jalla mengharamkan sesuatu yang berbahaya bagi makhluk-Nya. Usaha yang haram juga memiliki implikasi buruk dan bahaya terhadap pelakunya. Di antaranya adalah:
1. Usaha yang haram mengotori hati dan membuat malas anggota tubuh dalam berbuat ketaatan serta hilangnya barakah rezeki dan umur. Usaha yang haram adalah kemaksiatan dan perbuatan dosa yang memiliki implikasi buruk sangat banyak sekali, di antaranya membuat hati kotor dan gelap.
2. Usaha yang haram tentunya akan menghasilkan harta dan makanan yang haram juga, sehingga pelakunya akan tumbuh dari makanan yang haram. Bila demikian, maka neraka lebih pantas baginya.
إِنَّهُ لاَ يَرْبُوْ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Sesungguhnya tidak berkembang daging yang tumbuh dari makanan yang haram kecuali Neraka yang lebih pantas baginya.[10]
3. Usaha yang haram mengakibatkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla serta memasukkan pelakunya ke dalam neraka.
Mengapa ujian demi ijian, malapetaka, bencana datang silih berganti menimpa kita, kemakmuran sulit dicapai, ketenangan hidup dan kemenangan tak juga diraih? Mengapa do’a-do’a kita tidak terkabulkan? Kemungkinan jawabannya adalah kelalaian kita dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder yang baik dan ketidak pedulian kita tentang masalah halal dan haramnya.
Hal ini dijelaskan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalan hadits Abu Umâmah al-Hâritsi bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ . فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ
Siapa yang mengambil hak seorang Muslim dengan sumpahnya, maka Allah Azza wa Jalla masukkan ke dalam neraka dan mengharamkannya surga. Seorang bertanya kepada beliau: “Walaupun hanya sesuatu yang remeh wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Walaupun hanya sepotong kayu siwak”.[11]
Juga dalam sabda beliau Shallallahu alaihi wa sallam:
4. Usaha yang haram dapat mengakibatkan tidak diterimanya doa dan amal shalih pelakunya, karena makanan dan minuman yang didapatkan dari usaha haram adalah haram dan makanan haram.
Dengan demikian tak ada alasan bagi siapapun melakukan tindakan menyesatkan dalam berniaga. Rasulullah bahkan menjamin oknum pedagang bukan sebagai pengikutnya. Bila pemimpin teladan itu menolak , niscaya Allah akan menerimanya... Wallahu a'lam... Semoga Kita diberi petunjuk...